Sumbangan / Donate

Donate (Libery Reserve)


U5041526

Kamis, 14 Oktober 2010

Bab 6

OLD FOREST

Frodo terbangun tiba-tiba. Di dalam ruangan masih gelap. Merry berdiri dengan satu lilin di tangannya, dan menggedor pintu dengan tangan satunya. "Baik! Ada apa?" kata Frodo, masih gemetar dan bingung.
"Ada apa!" seru Merry. "Sudah waktunya bangun. Sudah jam setengah lima, dan kabut tebal sekali. Ayo! Sam sedang menyiapkan sarapan. Pippin juga sudah bangun. Aku baru saja akan memasang pelana pada kuda-kuda, dan mengambil kuda pengangkut barang. Bangunkan si pemalas Fatty! Setidaknya dia harus bangun dan mengantar kita berangkat."
Tak lama setelah jam enam, para hobbit sudah siap berangkat. Fatty Bolger masih menguap. Mereka keluar diam-diam dari rumah. Merry berjalan di depan, menuntun kuda, menyusuri jalan setapak yang melalui pepohonan di belakang rumah, lalu memotong melintasi beberapa ladang. Dedaunan berkilauan di pohon-pohon, dan setiap rantingnya meneteskan embun; rumput pun kelabu tertutup embun. Suasana sepi, bunyi-bunyi di kejauhan terdengar dekat dan jelas: unggas yang berceloteh di halaman, seseorang yang menutup pintu rumah di kejauhan. t
Kuda-kuda pony ada di kandang mereka; hewan-hewan kecil kuat dari jenis yang disukai kaum hobbit: tidak cepat, tapi cocok untuk bekerja sepanjang hari. Mereka menaiki kuda-kuda, dan tak lama kemudian sudah melaju pergi dalam kabut, yang seolah tersingkap enggan di depan, dan menutup kembali dengan menyeramkan di belakang. Setelah menunggang kuda lebih dari satu jam, lambat dan tanpa berbicara, mereka melihat High Hay menjulang di depan, tinggi dan ditutupi sarang labah-labah keperakan.
"Bagaimana kita bisa melewati ini?" tanya Fredegar.
"Ikuti aku!" kata Merry, "dan kau akan lihat" ia membelok ke kiri sepanjang High Hay; dengan segera mereka tiba di tempat pagar itu membelok ke dalam, menelusuri bibir suatu lembah. Ada sebuah bukaan pada jarak tertentu dari High Hay, menurun lembut ke dalam tanah. Pada sisinya ada tembok bata yang semakin meninggi, tiba-tiba membentuk lengkungan dan terowongan di bawahnya, yang masuk jauh ke bawah High Hay dan keluar di cekungan di seberang.
Di sini Fatty Bolger berhenti. "Selamat jalan, Frodo!" katanya. "Seandainya saja kau tidak masuk ke Forest. Kuharap kau tidak perlu diselamatkan sebelum hart ini berakhir. Mudah-mudahan kau berhasil sekarang dan setiap hari!"
"Aku beruntung kalau di depanku tidak ada rintangan yang lebih buruk daripada Old Forest," kata Frodo. "Katakan pada Gandalf untuk bergegas melewati Jalan Timur: kami akan segera lewat jalan itu lagi, dan akan berjalan secepat mungkin."
"Selamat tinggal!" teriak mereka, lalu melaju menuruni tebing dan menghilang dari pandangan Fredegar, masuk ke dalam terowongan.
Di sana gelap dan lembap. Ujung seberang terowongan ditutupi "' pintu dari jeruji besi kokoh. Merry turun dan membuka kunci gerbang, menutupnya lagi setelah mereka semua lewat. Pintu tertutup den-an bunyi gemerincing dan kuncinya terceklik. Suara itu terdengar mengancam.
"Nah!" kata Merry. "Kau sudah meninggalkan Shire, dan sekarang berada di luar, di pinggir Old Forest."
"Apakah cerita-cerita tentang hutan itu benar?" tanya Pippin.
"Aku tidak tahu cerita mana yang kaumaksud," jawab Merry. "Kalau maksudmu cerita-cerita khayal mengerikan yang biasa didengar Fatty dari pengasuhnya, maka menurutku tidak. Setidaknya aku tidak percaya. Tapi hutan ini memang ganjil. Segala sesuatu di dalamnya sangat hidup, lebih sadar tentang apa yang terjadi, daripada segala sesuatu di Shire. Dan pohon-pohon di sana tidak menyukai orang asing. Mereka suka mengawasi. Mereka biasanya puas hanya memperhatikan kita, selama hari masih terang, dan tidak berbuat banyak. Sesekali pohon yang paling tidak ramah suka menjatuhkan dahan, atau menjulurkan akar, atau menggapai kita dengan sulur panjang. Tapi di malam hari keadaan bisa sangat menakutkan, atau begitulah kata orang-orang. Aku baru sekali-dua kali masuk ke sini setelah gelap, itu pun hanya dekat pagar. Aku merasa semua pohon saling berbisik, meneruskan berita-berita dan rencana-rencana dalam bahasa yang tak bisa dipahami; dahan-dahan bergoyang dan meraba-raba tanpa ada angin. Kabarnya pohon-pohon itu benar-benar bisa bergerak, mengepung mereka. Bahkan sebenarnya lama berselang mereka pernah menyerang High Hay: mereka datang dan menanamkan diri persis di sampingnya, dan bersandar menutupinya. Tapi para hobbit datang menebang ratusan pohon, membuat api unggun besar di Forest, dan membakar seluruh tanah sepanjang satu petak di sebelah timur High Hay. Setelah itu pepohonan tidak menyerang lagi, tapi mereka menjadi tidak ramah. Masih ada ruang kosong luas tak jauh dari tempat api unggun dulu dinyalakan."
"Apakah hanya pohon-pohon yang berbahaya?" tanya Pippin.
"Ada banyak makhluk aneh yang tinggal jauh di dalam Forest, dan di pinggiran seberang sana," kata Merry, "atau setidaknya begitulah yang kudengar; tapi aku belum pernah melihat satu pun dari mereka. Tapi ada yang membuat jalan di sini. Setiap kita masuk, pasti kita akan menemukan jejak jalan terbuka; tapi kelihatannya jalan itu berubah-ubah dan berpindah dari waktu ke waktu dengan cara yang aneh. Tak jauh dad terowongan ada-atau pernah ada untuk waktu lama-awal suatu jalan lebar menuju Lapangan Api Unggun, lalu kurang-lebih ke arah yang kita tuju, ke timur dan agak ke utara. Itulah jalan yang akan kucoba cari."

Sekarang para hobbit meninggalkan mulut terowongan dan menunggang kuda melintasi lembah luas. Di seberang ada jejak jalan samar-samar menuju dataran Forest, seratus meter lebih di luar High Hay; tapi jalan itu menghilang begitu mereka sampai ke bawah pepohonan. Ketika menoleh ke belakang, mereka bisa melihat garis gelap High Hay melalui batang-batang pohon yang sudah rapat di sekeliling mereka. Di depan sana mereka hanya bisa melihat batang-batang pohon dalam beragam ukuran dan bentuk: lurus atau bengkok, terpelintir, condong gemuk atau ramping, licin atau kasar dan bercabang-cabang; semua batang tampak hijau oleh lumut dan tanaman lebat yang berlendir.
Hanya Merry yang kelihatan agak riang. "Kau sebaiknya memimpin dan menemukan jalan itu," kata Frodo kepadanya. "Jangan sampai kita saling kehilangan, atau lupa arah letak High Hay!"
Mereka memilih sebuah jalan di antara pepohonan, kuda-kuda melangkah lamban dan susah payah, dengan hati-hati menghindari akar-akar yang menggeliat dan saling berjalin. Tak ada semak-semak. Tanah semakin menanjak, dan ketika mereka berjalan maju, rasanya pohon-pohon semakin tinggi, gelap, dan rapat. Tak ada suara, kecuali bunyi tetesan air yang sesekali jatuh di antara dedaunan yang tidak bergerak. Untuk sementara tidak ada bisikan atau gerakan di antara dahan-dahan; tapi ada perasaan tidak nyaman di hati mereka, perasaan bahwa mereka sedang diperhatikan dengan rasa tak suka, yang meningkat menjadi tak senang dan bahkan benci. Perasaan itu semakin berkembang, sampai mereka sering menengok cepat atau menoleh ke belakang, seolah merasa akan dipukul tiba-tiba.
Masih belum ada tanda-tanda mereka akan menemukan jalan itu, dan pepohonan seolah-olah selalu merintangi. Pippin mendadak tak tahan lagi, dan sekonyong-konyong ia mengeluarkan teriakan. "Hoi! Hoi!" teriaknya. "Aku tidak akan melakukan apa pun. Biarkan aku lewat, tolong!"
Yang lain berhenti dengan kaget; tapi teriakan itu seolah teredam tirai tebal. Tak ada gema atau jawaban, meski hutan terasa semakin penuh sesak dan lebih waspada daripada sebelumnya.
"Aku tidak bakal berteriak, kalau aku jadi kau," kata Merry. "Itu malah lebih berakibat buruk daripada baik."
Frodo mulai bertanya-tanya, apakah mungkin menemukan jalan tembus, dan apakah ia telah bertindak benar dengan mengajak yang lain masuk ke hutan mengerikan ini. Merry memandang sekelilingnya, kelihatannya sudah tidak yakin mesti mengambil arah mana. Pippin memperhatikannya. "Belum apa-apa kau sudah membuat kita tersesat," katanya. Tapi tepat pada saat itu Merry mengeluarkan siulan penuh kelegaan dan menunjuk ke depan.
"Nah, nah!" katanya. "Memang pohon-pohon ini suka berpindah tempat. Itu Lapangan Api Unggun di depan kita (begitulah kuharap), tapi jalan ke sana kelihatannya sudah pindah!"

Cahaya semakin terang saat mereka berjalan maju. Tiba-tiba mereka sudah keluar dari pepohonan, dan sudah berada di suatu tempat luas berbentuk lingkaran. Langit terbentang di atas, kebiruan dan kejernihannya membuat mereka tercengang, karena di bawah atap Forest mereka tak bisa melihat pagi yang merebak dan kabut yang sirna. Namun matahari masih belum cukup tinggi untuk menyinari tempat terbuka itu, meski cahayanya menyentuh puncak-puncak pohon. Daun-daun tampak lebih tebal dan hijau di tepi-tepi lapangan, mengurungnya dengan dinding yang hampir padat. Tidak ada pohon tumbuh di sana, hanya rumput kasar dan banyak tanaman tinggi: cemara beracun yang layu berbatang ramping dan wood-parsley, fire-weed yang menyemai menjadi abu halus, dan jelatang serta widuri yang menjalar. Tempat yang suram, tapi tampak seperti kebun yang menarik dan ceria dibandingkan dengan Forest yang menyesakkan.
Semangat para hobbit kembali bangkit, dan mereka menengadah penuh harap pada cahaya pagi di langit. Di seberang lapangan ada celah di dinding pepohonan, dan sebuah jalan setapak tampak jelas di baliknya. Mereka bisa melihatnya menjulur masuk ke hutan, lebar di beberapa tempat dan terbuka di atasnya, meski sesekali pepohonan merapat dan menggelapkannya dengan cabang-cabang mereka. Mereka masih mendaki sedikit, tapi sekarang mereka berjalan lebih cepat, dan dengan hati lebih ringan, karena sepertinya Forest sudah mengalah, dan akhirnya bersedia membiarkan mereka melewatinya tanpa rintangan.
Tapi, setelah beberapa saat, udara mulai panas dan pengap. Pepohonan mulai merapat lagi di kedua sisi, dan mereka tak bisa lagi melihat jauh ke depan. Sekarang kebencian hutan itu terasa lebih kuat lagi menekan mereka. Begitu sepi suasana sekitar, sampai-sampai bunyi langkah kaki kuda yang gemersik pada dedaunan kering, dan kadang-kadang tersandung akar tersembunyi, seolah menggelegar di telinga. Frodo mencoba menyanyi untuk menyemangati mereka, tapi suaranya teredam menjadi gumaman.

Oh! Pengembara di negeri gelap
jangan putus asa! Sebab meski gelap dan senyap,
hutan ini 'kan berakhir juga,
matahari bersinar seperti semula:
terbenam matahari, terbit matahari,
penghujung hari, atau awal hari.
Timur atau barat, semua hutan 'kan berakhir...

Berakhir-ketika Frodo mengucapkan kata itu, suaranya menghilang dalam kesunyian. Udara terasa berat, dan menyusun kata-kata terasa melelahkan. Tepat di belakang mereka sebuah dahan besar jatuh dengan keras ke jalan, dari pohon tua yang sudah bungkuk. Pohon-pohon lainnya seakan merapat di depan mereka.
"Mereka tidak suka mendengar tentang hutan yang berakhir itu," kata Merry. "Sebaiknya tidak menyanyi lagi sekarang. Tunggu sampai kita keluar di ujung seberang, baru kita menoleh dan memberikan paduan suara yang membangkitkan semangat!"
Ia berbicara dengan riang, sama sekali tidak tampak cemas. Yang lain tidak menjawab. Mereka merasa tertekan. Beban berat terasa makin menindih hati Frodo, dan setiap mengambil langkah maju, ia menyesal sudah berani menantang ancaman pohon-pohon ini. Ia baru saja hendak berhenti dan mengusulkan untuk kembali (kalau itu masih mungkin), ketika keadaan mendadak berubah. Jalan setapak itu berhenti mendaki, dan untuk beberapa saat menjadi agak datar. Pepohonan yang gelap agak merenggang, dan di depan sana mereka bisa melihat jalan itu hampir lurus ke depan. Di depan mereka, tapi masih agak jauh, ada puncak bukit hijau tak berpohon, muncul bagai kepala botak dari hutan yang mengitarinya. Jalan itu tampaknya langsung menuju ke sana.

Sekarang mereka bergegas maju lagi, senang membayangkan akan keluar sejenak di atas atap Forest. Jalan menurun, lalu mendaki lagi, akhirnya menuntun mereka ke kaki lereng bukit yang curam. Di sana jalan itu meninggalkan pepohonan dan menghilang ke dalam tanah kering. Hutan berdiri mengelilingi bukit, seperti rambut tebal yang dengan tajam berakhir membentuk lingkaran, mengelilingi puncak kepala yang gundul.
Para hobbit menuntun kuda mereka naik, melingkar-lingkar ke atas, sampai mencapai puncak. Di sana mereka berdiri memandang sekeliling. Udara cerah dan matahari bersinar, tapi agak berkabut, dan mereka tak bisa melihat terlalu jauh. Di dekat mereka kabut hampir hilang, meski di sana-sini masih menggantung di cekungan hutan; di sebelah selatan mereka, dari suatu lipatan dalam yang memotong seluruh Forest, kabut masih naik seperti uap atau untaian asap putih.
"Itu," kata Merry, sambil menunjuk dengan tangannya, "itu garis Withywindle. Dia keluar dari Downs dan mengalir ke barat daya, melewati tengah Forest untuk bergabung dengan Brandywine di bawah Haysend. Kita tidak mau ke arah sana! Kabarnya lembah Withywindle adalah bagian paling aneh di seluruh hutan-pusat dari semua keanehan."
Yang lainnya memandang ke arah yang ditunjuk Merry, tapi mereka hanya bisa melihat kabut di atas lembah yang dalam dan lembap; di seberangnya, bagian selatan Forest menghilang dari pandangan.
Matahari sekarang mulai panas di atas puncak bukit. Saat itu pasti sekitar jam sebelas, tapi kabut musim gugur masih menghalangi mereka untuk bisa melihat banyak ke arah-arah lain. Di barat, mereka tak bisa melihat garis High Hay maupun lembah Brandywine di seberangnya. Ke arah utara, ke mana mereka memandang penuh harap, tak terlihat apa pun yang mungkin merupakan garis Jalan Timur yang besar, yang sedang mereka tuju. Mereka berada di suatu pulau di antara lautan pepohonan, dan cakrawala terselubung.
Di sisi tenggara tanah turun dengan curam, seolah-olah lereng bukit berlanjut jauh ke bawah pepohonan, seperti pantai kepulauan yang sebenarnya merupakan sisi gunung yang muncul dari air dalam. Mereka duduk di pinggiran rumput dan memandang hutan di bawah, sambil makan siang. Ketika matahari naik dan tengah hari lewat, jauh di timur mereka melihat garis-garis kelabu kehijauan Downs yang terletak di seberang Old Forest pada sisi itu. Pemandangan ini sangat menggembirakan mereka; rasanya menyenangkan melihat sesuatu di luar batas hutan, meski mereka tidak bermaksud pergi ke arah itu, kalau bisa: wilayah Barrow-downs dalam legenda-legenda hobbit terkenal sama menakutkannya seperti Forest.

Akhirnya mereka memutuskan melanjutkan perjalanan. Jalan yang membawa mereka ke bukit muncul kembali di sisi utara; tapi belum lama mereka menyusurinya, jalan itu semakin membelok ke kanan. Dengan segera jalan itu sudah menurun cepat, dan mereka menduga ia menuju lembah Withywindle: sama sekali bukan arah yang ingin mereka tuju. Setelah berdiskusi sebentar, mereka memutuskan meninggalkan jalan yang menyesatkan itu, dan pergi ke arah utara; meski mereka tak bisa melihatnya dari atas puncak bukit, Jalan tersebut pasti terletak di arah sana, dan pasti tidak terlalu jauh lagi. Lagi pula ke arah utara, dan ke kiri jalan, tanah kelihatan lebih kering dan lebih terbuka, mendaki ke lereng-lereng yang pepohonannya lebih jarang, di mana cemara-cemara menggantikan pohon-pohon A dan asli dan pohon-pohon aneh lain yang tak bernama di bagian hutan yang padat.
Mulanya pilihan mereka tampak bagus: Mereka maju dengan kecepatan lumayan, tapi setiap kali bisa melihat sekilas matahari di tempat terbuka, kelihatannya mereka secara tak terkendali sudah melenceng ke arah timur. Namun setelah beberapa saat pohon-pohon mulai merapat lagi, justru di tempat yang dari jauh tampak lebih jarang dan tidak begitu kusut. Lalu mereka menemukan banyak lipatan dalam yang tak terduga di tanah, seperti jejak roda raksasa besar atau parit lebar, dan jalan yang terbenam, sudah lama tidak digunakan, penuh sesak dengan semak berduri. Biasanya rintangan-rintangan itu tepat memotong arah jalan mereka, dan hanya bisa dilewati dengan merangkak di bawahnya; ini sulit dan mengganggu untuk kuda-kuda. Setiap kali mereka turun, mereka menemukan cekungan penuh belukar tebal dan semak-semak kusut, yang entah mengapa tak man memberi jalan ke arah kiri, hanya man menyerah kalau mereka belok ke kanan; mereka jadi terpaksa berjalan cukup jauh menyusuri dasar cekungan, sebelum bisa menemukan jalan naik ke tebing selanjutnya. Setiap kali mereka memanjat keluar, pepohonan seolah tampak lebih rapat dan gelap; dan selalu lebih sulit mencari jalan bila mereka belok ke kiri dan naik, hingga mereka terpaksa berjalan ke arah kanan dan turun.

Setelah satu-dua jam, mereka sudah kehilangan arah yang jelas, tapi mereka tahu betul bahwa sudah sejak tadi mereka tidak lagi berjalan ke arah utara. Mereka seperti sengaja dihadang, dan hanya mengikuti jalan yang dipilihkan untuk mereka ke timur dan selatan, menuju pusat Forest, bukan keluar.
Siang hari mulai habis ketika mereka merangkak dan tersandung-sandung ke dalam lipatan yang lebih lebar dan dalam daripada yang sebelumnya mereka temui. Begitu curam dan tertutup tanaman, hingga tak mungkin memanjat keluar, baik sambil maju maupun mundur, tanpa meninggalkan kuda-kuda dan bawaan. Mereka hanya bisa mengikuti lipatan itu-ke bawah. Tanah mulai melembek, berlumpur di beberapa tempat; mata air bermunculan di tebing, dan tak lama kemudian mereka ternyata menyusuri sebuah sungai yang menetes dan menggeluguk melewati dasar berumput liar. Lalu tanah menurun dengan cepat, dan sungai itu semakin kuat dan berisik, mengalir dan melompat lincah menuruni bukit. Mereka berada di sebuah selokan dalam yang remang-remang dan ditutupi pohon-pohon tinggi di atas.
Setelah terhuyung-huyung beberapa saat menyusuri aliran sungai, tiba-tiba mereka sudah keluar dari kesuraman itu. Seolah melalui sebuah gerbang, mereka melihat cahaya matahari di depan. Mendekati bukaan, mereka menyadari sudah berjalan turun melewati suatu belahan di tebing tinggi terjal, hampir seperti karang. Di kakinya ada hamparan rumput dan alang-alang; dan di kejauhan kelihatan tebing lain yang hampir sama terjalnya. Siang itu keemasan oleh cahaya matahari yang menggantung hangat dan mengantuk, di atas tanah yang tersembunyi di antara kedua tebing itu. Di tengahnya mengalir berkelok-kelok sebuah sungai gelap berair cokelat, dibatasi pohon-pohon willow tua, tertutup pohon-pohon willow yang bungkuk, dan penuh bercak-bercak ribuan daun willow yang sudah memudar. Udara dipenuhi dedaunan, kuning gemetaran pada dahan-dahan; karena ada angin lembut hangat bertiup di lembah, alang-alang gemersik, dan dahan-dahan willow berbunyi keriut.
"Well, sekarang aku mulai tahu sedikit, di mana kita berada!" kata Merry. "Kita sudah melenceng hampir berlawanan arah dengan tujuan kita semula. Ini Sungai Withywindle! Aku akan berjalan terus dan memeriksa."
Ia keluar ke bawah cahaya matahari dan menghilang di dalam rumput-rumput tinggi. Setelah beberapa saat ia muncul kembali, dan melaporkan bahwa tanah antara kaki karang dan sungai cukup padat; di beberapa tempat, tanah kering padat mencapai pinggiran air. "Lagi pula," katanya, "tampaknya ada semacam jalan setapak di sepanjang sisi sungai sebelah sini. Kalau kita membelok ke kiri dan mengikutinya, pasti kita akan keluar di sisi timur Forest akhirnya."
"Mudah-mudahan!" kata Pippin. "Itu kalau jalan itu terus berlanjut, bukan hanya menuntun kita masuk ke tanah berlumpur dan meninggalkan kita di sana. Siapa yang membuat jalan setapak itu, kira-kira, dan untuk apa? Aku yakin jalan ini bukan untuk digunakan oleh kita. Aku mulai sangat curiga dengan Forest ini dan semua di dalamnya, dan aku mulai mempercayai semua cerita tentangnya. Dan apakah kau tahu seberapa jauh ke arah timur kita harus pergi?"
"Tidak," kata Merry, "aku tidak tahu. Aku sama sekali tidak tahu seberapa jauh di samping Withywindle lokasi kita, atau siapa yang mungkin datang ke sini cukup sering untuk membuat jalan setapak menyusurinya. Tapi tidak ada jalan keluar lain yang bisa kulihat atau kuingat."
Karena tidak ada pilihan lain, mereka berbaris keluar, dan Merry menuntun mereka ke jalan yang ditemukannya. Di mana-mana alang-alang dan rumput tumbuh subur dan tinggi, di tempat-tempat jauh di atas kepala mereka; tapi sekali ditemukan, jalan itu mudah dilewati, dengan belokan-belokan dan tikungan-tikungannya, memilih tanah yang lebih bagus di antara tanah berlumpur dan genangan air. Di sana-sini ia melewati sungai-sungai lain yang mengalir sebagai selokan, masuk ke Withywindle dari tanah hutan yang lebih tinggi, dan pada tempat-tempat ini ada batang-batang pohon atau ikatan semak-semak yang dengan cermat dipasang membentang di atasnya.

Hobbit-hobbit itu mulai sangat kepanasan. Pasukan lalat dan serangga terbang mendengung di sekitar telinga mereka, dan matahari siang membakar punggung mereka. Akhirnya mereka sampai di tempat teduh yang sempit; dahan-dahan besar kelabu mencapai seberang jalan. Setiap langkah maju semakin tertahan. Rasa kantuk seolah merangkak keluar dari tanah, merambati kaki, dan jatuh dengan lembut dari udara ke atas kepala dan mata mereka.
Frodo merasa dagunya tertunduk dan kepalanya mengangguk. Tepat di depannya Pippin jatuh berlutut. Frodo berhenti. "Ini tidak benar," ia mendengar Merry berkata. "Tidak bisa berjalan lagi tanpa istirahat dulu. Perlu tidur dulu. Teduh sekali di bawah pohon willow. Tidak terlalu banyak lalat"
Frodo tak suka mendengar itu. "Ayo!" teriaknya. "Kita belum boleh tidur. Kita harus keluar dulu dari Forest." Tapi yang lain sudah telanjur mengantuk dan sudah tak peduli. Di samping mereka, Sam berdiri menguap dan mengedipkan mata dengan ekspresi bodoh.

Mendadak Frodo sendiri dikuasai kantuk. Kepalanya berputar-putar. Sekarang hampir tidak ada suara di udara. Lalat-lalat sudah berhenti mendengung. Hanya suara lembut di batas pendengaran, getaran lembut seolah nyanyian yang setengah dibisikkan, tampaknya bergetar di dahan-dahan di atas. Ia mengangkat matanya yang berat dan melihat di depannya sebuah pohon willow tua dan kasar condong ke arahnya. Pohon itu tampak seperti raksasa, ranting-rantingnya menjulur di atas, bagaikan tangan-tangan yang menggapai dengan jemari panjang, batangnya yang benjol-benjol dan terpelintir menganga dengan retakan-retakan besar yang berkeriut pelan ketika dahan-dahannya bergerak. Daun-daun yang bergetar pada latar langit menyilaukannya, dan ia terjatuh, tergeletak di tempat jatuhnya di atas rumput.
Merry dan Pippin menyeret diri mereka maju, dan berbaring dengan punggung menyandar pada batang willow. Di belakang mereka, lubang-lubang besar menganga lebar untuk menerima mereka, sementara pohon itu bergoyang dan berkeriut. Mereka menengadah pada daun-daun kelabu dan kuning yang bergerak perlahan di depan cahaya, dan bernyanyi. Mereka memejamkan mata, lalu mereka seolah bisa mendengar kata-kata, kata-kata sejuk, mengatakan sesuatu tentang air dan tidur. Mereka menyerah pada sihir itu, dan jatuh tertidur lelap sekali di kaki willow kelabu besar itu.
Untuk beberapa lama, Frodo berjuang melawan kantuk yang menguasainya; lalu dengan susah payah ia bangkit berdiri lagi. Ia merasakan hasrat tak tertahankan untuk mencicipi air sejuk. "Tunggu aku, Sam," katanya terbata-bata. "Aku harus membasuh kaki sebentar."
Setengah bermimpi ia berjalan ke sisi pohon yang menghadap sungai, di mana akar-akar besar yang terpelintir tumbuh hingga ke dalam air, seperti dragonet benjol-benjol yang menjangkau ke bawah untuk minum. Frodo duduk di atas salah satu akar, dan menggoyang-goyangkan kakinya yang panas di dalam air cokelat yang sejuk; di sana ia juga mendadak tertidur dengan punggung bersandar pada batang pohon.

Sam duduk dan menggaruk kepalanya, lalu menguap lebar seperti gua besar. Ia cemas. Siang sudah larut, dan menurutnya rasa kantuk yang mendadak ini agak aneh. "Ada sesuatu di balik ini, yang bukan hanya matahari dan udara panas," ia bergumam pada diri sendiri. "Aku tidak suka pohon besar ini. Aku tidak mempercayainya. Dengar, dia bernyanyi tentang tidur sekarang! Ini tidak benar!"
Ia berdiri dan terhuyung-huyung untuk melihat apa yang terjadi dengan kuda-kuda. Ternyata dua kuda sudah berkeliaran agak jauh di jalan setapak; baru saja ia menangkap dan membawa mereka kembali ke dekat yang lainnya, tiba-tiba terdengar dua bunyi: satu keras, satunya lagi pelan, tapi sangat jelas. Satunya bunyi cemplungan sesuatu yang berat ke dalam air; satunya lagi seperti bunyi pintu yang diam-diam terkunci rapat.
Ia bergegas kembali ke tebing sungai. Frodo berada di dalam air, dekat ke pinggir; sebuah akar pohon yang besar seolah menahannya dari atas, tapi Frodo tidak melawan. Sam mencengkeram jaket Frodo dan menyeretnya keluar dari bawah akar, lain dengan susah payah mengangkatnya ke tebing. Hampir seketika Frodo terbangun, batuk-batuk dan merepet.
"Kau tahu, Sam," akhirnya Frodo berkata, "pohon sialan itu melemparku ke dalam! Aku merasakannya. Akarnya yang besar melingkar dan menjatuhkanku!"
"Kurasa Anda bermimpi, Mr. Frodo," kata Sam. "Seharusnya Anda tidak duduk di tempat seperti itu, kalau merasa mengantuk."
"Bagaimana dengan yang lain?" tanya Frodo. "Aku ingin tahu, mimpi macam apa yang mereka alami."
Mereka berjalan ke sisi lain pohon itu, lalu Sam mengerti bunyi ceklikan yang ia dengar tadi. Pippin sudah lenyap. Retakan di belakang tempat ia berbaring sudah menutup, sehingga lubangnya tidak tampak lagi. Merry sudah terjebak: sebuah retakan lain menutupi pinggangnya; kakinya ada di luar, tapi sisanya ada di dalam bukaan gelap yang pinggirannya mencengkeramnya seperti sepasang penjepit.
Frodo dan Sam mula-mula memukul batang pohon tempat Pippin tadi berbaring. Lalu mereka berjuang dengan kalut untuk membuka rahang retakan yang menjebak Merry. Sia-sia saja.
"Sial sekali!" teriak Frodo dengan liar. "Kenapa kita masuk ke hutan mengerikan ini? Kalau saja kita semua ada di Crickhollow kembali!" Ditendangnya pohon itu sekuat tenaga, tanpa memperhatikan kakinya sendiri. Suatu getaran tak kentara merayapi batang pohon itu, naik ke dahan-dahannya; daun-daunnya gemersik dan berbisik, dengan bunyi seperti suara tertawa jauh dan samar-samar.
"Kita tidak punya kapak di ransel kita, Mr. Frodo?" tanya Sam.
"Aku membawa kapak kecil untuk membelah kayu api," kata Frodo. "Tidak banyak gunanya."
"Tunggu!" seru Sam, yang mendapat gagasan mendengar kata "kayu api". "Mungkin kita bisa melakukan sesuatu dengan api!"
"Mungkin," kata Frodo ragu. "Kita mungkin berhasil memanggang pippin hidup-hidup di dalam."
"Kita bisa mencoba melukai atau menakuti dulu pohon ini," kata Sam dengan marah. "Kalau ia tidak melepaskan mereka, aku akan menebangnya, meski aku harus menggigitnya." ia lari ke kuda-kuda mereka, dan tak lama kemudian kembali dengan dua kotak korek api dan kapak kecil.
Dengan cepat mereka mengumpulkan rumput, daun-daun kering, dan serpihan-serpihan kulit pohon; lalu mereka membuat tumpukan ranting patah dan potongan-potongan cabang. Semua itu mereka susun bersandar pada batang pohon, di sisi terjauh dan tawanannya. Begitu Sam menyalakan korek api, rumput kering terbakar; nyala api dan asap membubung naik. Ranting-ranting berderak. Lidah-lidah api kecil menjilat kulit kering batang pohon tua itu dan menghanguskannya. Keseluruhan pohon itu bergetar. Daun-daunnya seolah mendesis di atas kepala mereka dengan bunyi kesakitan, dan kemarahan. Terdengar teriakan keras Merry, dan jauh dari dalam pohon mereka mendengar Pippin mengeluarkan teriakan teredam.
"Matikan! Matikan!" teriak Merry. "Kalau tidak, dia akan menjepitku sampai terbelah dua. Dia bilang begitu!"
Siapa? Apa?" teriak Frodo, berlari memutar ke balik pohon.
Matikan! Matikan!" pinta Merry. Dahan-dahan willow mulai bergoyang keras. Ada bunyi seperti angin naik dan menyebar ke semua dahan pohon di sekitarnya, seolah mereka melemparkan batu ke dalam tidur tenang lembah itu dan menimbulkan getaran kemarahan yang menyebar ke seluruh Forest. Sam menendang api kecil tadi dan menginjak mati percikan-percikannya. Tetapi Frodo, tanpa tahu mengapa ia melakukan itu, atau apa yang diharapkannya, berlari sepanjang jalan sambil berteriak tolong! tolong! tolong! Rasanya ia sendiri hampir tak bisa mendengar suaranya yang melengking: suaranya terbang ditiup angin willow, dan tenggelam dalam keberisikan dedaunan, begitu kata-kata yang ia ucapkan terlontar dari mulutnya. Ia merasa putus asa: tersesat dan kehilangan akal.
Mendadak ia berhenti. Ada jawaban, atau begitulah pikirnya; tapi sepertinya jawaban itu datang dari belakangnya, di atas jalan yang lebih jauh di dalam Forest. Ia membalikkan badan dan mendengarkan, dan segera ia tak ragu lagi: seseorang sedang menyanyikan lagu; suatu suara gembira dan berat sedang bernyanyi tak acuh dan riang, tapi kata-katanya seperti omong kosong:
Hei dot! gembira dot! dering a dong dillo!
Ring a dong! Loncatlah! Fal lal sang willow!
Tom Bom, Tom ceria, Tom Bombadillo!

Setengah berharap dan setengah takut akan bahaya baru, Frodo dan Sam sekarang berdiri diam. Mendadak dari rangkaian panjang kata-kata tak bermakna itu (atau kedengarannya begitu), suara tersebut naik dengan nyaring dan jelas, menyanyikan lagu ini:
Hei! Kemari gembira dot! derry dot! Sayangku!
Ringan embusan angin musim dan burung jalak berbulu.
Sepanjang bawah Bukit, bersinar di bawah mentari,
Menunggu cah'ya bintang sejuk di langit tinggi,
Di sanalah wanita cantik-ku, putri Sungai,
Ramping bagai tongkat willow; sehalus bunga rampai.
Tom Bombadil tua membawa lili air
Datang melompat pulang. Kaudengarkah dia nyanyi bersyair?
Hei! Kemari gembira dot! derry dot! dan ceria-ha!
Goldberry, Goldberry, beri kuning ceria-ha!
Willow-man tua malang, simpanlah akarmu!
Sebentar lagi malam datang, dan Tom sedang terburu-buru.
Tom pulang membawa bunga lili.
Hei! Kemari derry dot! Bisakah kaudengar aku bernyanyi?

Frodo dan Sam berdiri bagai tersihir. Angin berhenti. Daun-daun tergantung diam lagi pada dahan-dahan yang kaku. Nyanyian lain meledak, lalu tiba-tiba, dengan melompat dan menari-nari sepanjang jalan, di atas alang-alang muncul sebuah topi usang dengan puncak tinggi dan bulu biru panjang terpasang pada pitanya. Dengan lompatan dan loncatan sekali lagi, muncul seorang laki-laki, atau begitulah tampaknya. Bagaimanapun, ia terlalu besar dan berat untuk ukuran hobbit, tapi juga kurang tinggi untuk disebut Makhluk Besar, meski ia sama berisiknya seperti mereka. Ia terhuyung-huyung dengan sepatu bot kuning besar pada kakinya yang gemuk, menerjang rumput dan alang-alang seperti sapi yang akan minum. Ia memakai mantel biru dan berjenggot cokelat panjang; matanya biru dan cerah, dan wajahnya merah seperti apel matang, tapi keriput dalam seratus kerutan tawa. Di tangannya ia membawa daun lebar seperti baki, dengan setumpuk kecil lili air di atasnya.
"Tolong!" teriak Frodo dan Sam, sambil berlari menuju pria itu dengan tangan terulur.
"Hei! Hei! Tenang!" teriak pria tua itu, mengangkat satu tangannya. Mereka berhenti, seolah terpaku. "Nah, kawan-kawan kecil, kalian mau ke mana, terengah-engah seperti pengembus? Ada masalah apa di sini? Kalian tahu siapa aku? Aku Tom Bombadil. Ceritakan masalahmu! Tom sedang terburu-buru sekarang. Jangan merusak bunga lili-ku!"
"Teman-temanku terjebak di dalam pohon willow," teriak Frodo terengah-engah.
"Master Merry terjepit di dalam celah!" seru Sam.
"Apa?" teriak Tom Bombadil, melompat tinggi. "Si Tua Willow? Tidak lebih buruk dari itu, kan? Itu gampang. Aku tahu lagu untuknya. Si Tua Willow kelabu! Akan kubekukan sumsumnya, kalau dia tak mau sopan! Aku akan menyanyi sampai akar-akarnya lepas. Aku akan menyanyikan angin, mengembus daun dan dahannya sampai lepas. Si Tua Willow!"
Setelah meletakkan bunga-bunganya dengan hati-hati di rumput, ia berlari ke pohon itu. Di sana ia melihat kaki Merry masih menjulur keluar-sisanya sudah ditarik masuk lebih dalam. Tom menempatkan mulutnya di dekat celah dan mulai bernyanyi ke dalamnya dengan suara rendah. Mereka tak bisa menangkap kata-katanya, tapi rupanya Merry terbangun. Kaki-kakinya mulai menendang. Tom melompat menjauh, dan setelah mematahkan dahan yang tergantung, memukuli sisi willow dengannya. "Lepaskan mereka, Willow tua!" katanya. "Apa-apaan ini? Seharusnya kau tidak bangun. Makanlah tanah! Galilah yang dalam! Minumlah air! Tidurlah! Bombadil yang berbicara!" Kemudian ia memegang kaki Merry dan menariknya keluar dari lubang yang tiba-tiba membesar.
Ada bunyi keriut pecah, dan retakan yang lainnya juga terbuka. Pippin melompat keluar dari sana, bagai ditendang. Lalu dengan bunyi keras kedua lubang itu kembali tertutup rapat. Pohon itu gemetar dari akar sampai ke puncaknya, dan tiba-tiba sunyi.
"Terima kasih!" kata para hobbit, satu per satu.
Tom Bombadil tertawa terbahak-bahak. "Nah, kawan-kawan kecilku!" katanya sambil membungkuk, agar bisa menatap wajah mereka. "Kalian harus ikut pulang denganku! Meja sudah penuh dengan krim kuning, madu, roti putih, serta mentega. Goldberry sedang menunggu. Banyak waktu untuk bertanya saat makan nanti. Sekarang ikut aku secepat kalian bisa!" Setelah mengucapkan itu, ia memungut bunga lili-nya, lalu dengan melambaikan tangan ia melompat dan menari sepanjang jalan ke arah timur, masih bernyanyi nyaring tanpa makna.
Terlalu kaget dan lega untuk berbicara, para hobbit mengikutinya secepat mereka bisa. Tapi itu belum cukup cepat. Tom segera menghilang di depan sana, dan suara nyanyiannya semakin lemah dan jauh. Tiba-tiba suaranya mengalir kembali pada mereka dengan bunyi halo yang keras!
Teruslah terus, kawan-kawanku, di Withywindle kita berjalan!
Tom pergi lebih dulu, lilin-lilin mesti dinyalakan.
Di barat mentari terbenam: dalam gelap meraba-raba.
Saat bayangan malam turun, pintu 'kan terbuka,
Dari balik jendela, sinar kuning menyala.
Jangan takut pada alder hitam! Jangan hiraukan willow tua!
Jangan takut pada akar maupun dahan! Tom jalan di depan.
Hei sekarang! Gembira dot! Kami tunggu kalian!

Setelah itu para hobbit tidak mendengar apa-apa lagi. Hampir seketika matahari terbenam ke balik pepohonan di belakang. Mereka teringat cahaya senja yang berkilauan di Sungai Brandywine, dan jendela-jendela Bucklebury yang mulai menyala dengan ratusan cahaya. Bayang-bayang besar jatuh menyelimuti mereka; akar-akar dan dahan-dahan bergantung dengan gelap dan mengancam di atas jalan. Kabul putih mulai naik mengikal di atas sungai, dan berkeliaran di sekitar akar-akar pohon di tepi jalan. Dari tanah di bawah kaki mereka, uap gelap muncul dan berbaur dengan senja yang segera turun.
Semakin sulit mengikuti jalan itu, dan mereka sudah letih sekali. Kaki mereka terasa berat. Suara-suara aneh tersembunyi mengalir di antara semak-semak dan alang-alang di kedua sisi mereka; bila memandang ke langit pucat di atas, mereka menangkap pemandangan wajah-wajah aneh keriput dan benjol-benjol yang muncul dengan muram, berlatar belakang senja, melirik ke arah mereka dari tebing tinggi dan pinggir hutan. Mereka mulai merasa bahwa seluruh alam ini tidak nyata, dan mereka sedang tertatih-tatih melalui sebuah mimpi mengancam dari mana mereka takkan pernah bangun.
Tepat saat langkah kaki mereka berhenti, mereka melihat tanah semakin menanjak. Air mulai bergumam. Dalam kegelapan, mereka melihat sekilas kilauan buih putih, di mana sungai mengalir melewati sebuah air terjun pendek. Kemudian pohon-pohon mendadak habis, dan kabut sudah tertinggal di belakang. Mereka keluar dari Forest, dan menemukan lapangan rumput luas di depan. Sungai yang sekarang kecil dan mengalir cepat, melompat riang untuk menyambut mereka, kemilau di sana-sini, di bawah cahaya bintang yang sudah terbit di langit.
Rumput di bawah kaki mereka licin dan pendek, seolah sudah dipotong atau dicukur. Atap Forest di belakang sudah dipangkas, rapi seperti pagar. Jalanan sekarang tampak jelas di depan mereka, terawat baik dan berpinggiran batu. Jalan itu melingkar naik ke puncak bukit kecil, yang kini kelabu di malam pucat berbintang; dan di sana, masih tinggi di atas mereka, di lereng yang lebih jauh, mereka melihat lampu-lampu sebuah rumah berkelap-kelip. Jalanan menurun lagi, lalu mendaki lagi, menelusuri sisi panjang licin sebuah bukit bertanah kering, menuju cahaya itu. Tiba-tiba berkas cahaya kuning lebar mengalir cerah dari pintu yang dibuka. Itu rumah Tom Bombadil di depan mereka, naik, turun, di bawah bukit. Di belakangnya lereng kelabu dan kosong, dan di luar itu bayangan-bayangan gelap dari Barrow-downs menghilang dalam kegelapan malam di sebelah timur.
Mereka bergegas maju, hobbit-hobbit dan kuda-kuda. Sebagian keletihan dan semua ketakutan mereka sirna. Hei! Kemari gembira dot! mengalun lagu menyambut mereka.
Hei! Kemari gembira dot! Lompatlah, kawan-kawan!
Hobbit! Kuda! Semuanya! Kita senang pesta!
Mulailah bersuka ria! Mari bernyanyi bersama!

Lalu sebuah suara jernih lain mengalun bagai perak, menyambut mereka, muda dan kuno bagai musim Semi, seperti lagu tentang air yang mengalir hingga malam hari, dari pagi yang cerah di bukit-bukit:
Mulailah menyanyi! Mari nyanyi bersama
Tentang matahari, bintang, bulan dan kabut, hujan dan cuaca,
Cahaya di daun yang bersemi, embun di kelopak bunga,
Angin di atas bukit yang terbuka, lonceng-lonceng di leher domba-domba,
Alang-alang di danau remang, bunga lili di air telaga:
Tom Bombadil tua dan putri Sungai!

Dan dengan lagu itu para hobbit berdiri di ambang pintu, cahaya keemasan menyelimuti mereka semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar