Sumbangan / Donate

Donate (Libery Reserve)


U5041526

Kamis, 14 Oktober 2010

Bab 11

PISAU DALAM GELAP

Saat mereka bersiap-siap tidur di penginapan di Bree, kegelapan menggantung di atas Buckland; kabut mengalir di lembah dan sepanjang tepi sungai. Rumah di Crickhollow sepi sekali. Fatty Bolger membuka pintu dengan hati-hati dan mengintip ke luar. Suatu perasaan takut muncul dalam dirinya dan tumbuh terus sepanjang hari, hingga ia tak bisa beristirahat atau tidur: ada ancaman yang menggantung dalam udara malam tak berangin itu. Ketika ia memandang ke luar, ke dalam kegelapan, sebuah bayangan hitam bergerak di bawah pepohonan; gerbang terbuka sendiri dan tertutup lagi tanpa suara. Rasa ngeri mencekam Fatty. Ia mundur, dan sejenak berdiri gemetaran di lorong. Lalu ia menutup pintu dan menguncinya.
Malam semakin larut. Terdengar pelan bunyi kuda digiring diam-diam sepanjang jalan. Di luar gerbang mereka berhenti, dan tiga sosok masuk, seperti bayangan malam merangkak di tanah. Satu pergi ke pintu, dua lainnya menyebar ke masing-masing sudut rumah; di sana mereka berdiri diam seperti bayangan batu, sementara malam semakin larut. Rumah dan pepohonan seakan-akan menunggu tanpa bernapas.
Ada gerakan samar-samar di antara dedaunan, dan seekor ayam jantan berkokok di kejauhan. Jam-jam dingin sebelum fajar sedang berlalu. Sosok dekat pintu bergerak. Dalam kegelapan tanpa bulan atau bintang, sebuah pedang terhunus berkilauan, seolah sebuah cahaya dingin telah dihunus. Ada gedoran lembut tapi berat, dan pintu bergetar.
"Buka, atas nama Mordor!" kata sebuah suara tajam dan menancam.
Pada pukulan kedua, pintu itu roboh dan ambruk ke dalam, papan-papannya hancur dan kuncinya patah. Sosok-sosok hitam masuk dengan cepat.
Pada saat itu, di antara pohon-pohon di dekat situ, sebuah terompet berbunyi nyaring, mengoyak malam bagai api di puncak bukit.

BANGUN! AWAS! API! MUSUH! BANGUN!

Fatty Bolger tidak berdiam diri. Begitu melihat sosok-sosok gelap merangkak di kebun, ia tahu ia harus lari pergi dari sana, kalau tidak ia akan mati. Dan ia berlari keluar dari pintu belakang, melintasi kebun dan melewati padang-padang. Ketika sampai di rumah terdekat, lebih dari satu mil jauhnya, ia roboh di ambang pintunya. "Tidak, tidak, tidak!" ia berteriak. "Jangan, jangan aku! Aku tidak menyimpannya,!" Setelah beberapa saat, baru orang-orang memahami apa yang dibicarakannya. Akhirnya mereka mengerti bahwa ada musuh di Buckland, serangan aneh dari Old Forest. Lalu mereka tidak membuang-buang waktu lagi.

AWAS! API! MUSUH!

Kaum Brandybuck meniup Terompet Isyarat dari Buckland, yang sudah seratus tahun tak pernah dibunyikan, tidak sejak serigala-serigala putih datang di Musim Dingin Naas, ketika Sungai Brandywine membeku.

BANGUN! BANGUN!

Dari jauh terdengar bunyi terompet balasan. Tanda peringatan itu menyebar cepat.
Sosok-sosok hitam tersebut lari dari rumah. Salah satu menjatuhkan jubah hobbit di atas tangga, saat ia berlari. Di jalan terdengar bunyi derap kaki kuda, semakin kencang, memukul-mukul lalu menghilang di kejauhan. Di seluruh Crickhollow terompet berbunyi, suara-suara berteriak dan kaki-kaki berlari. Tapi para Penunggang Hitam melaju bagai angin kencang ke Gerbang Utara. Biarkan orang-orang kecil itu meniup terompet! Sauron akan membereskan mereka nanti. Sementara itu, mereka punya tugas lain: sekarang mereka sudah tahu rumah it" kosong dan Cincin sudah pergi. Mereka melaju melewati penjaga-penjaga di gerbang dan menghilang dari Shire.

Di awal malam, Frodo mendadak terbangun dari tidur lelap, seolah terganggu oleh suatu bunyi atau kehadiran. Ia melihat Strider masih duduk waspada di kursinya: matanya mengilat dalam cahaya api yang sudah dibesarkan dan menyala terang; tapi ia tidak memberi isyarat ataupun bergerak.
Frodo segera tertidur lagi; tapi mimpinya kembali terganggu oleh bunyi angin dan derap kaki kuda. Angin seolah berpusar di sekitar rumah dan mengguncangnya; dan di kejauhan ia mendengar terompet ditiup dengan kalut. Ia membuka mata dan mendengar seekor ayam jantan berkokok nyaring di halaman penginapan. Strider sudah menyingkap tirai-tirai dan membuka kerai-kerai dengan bunyi berdentang. Cahaya pagi yang kelabu memasuki ruangan itu, dan udara dingin merayap melalui jendela yang terbuka.
Setelah membangunkan mereka semua, Strider memimpin mereka ke kamar tidur. Ketika melihatnya, mereka lega sudah mengikuti nasihat Strider: jendela-jendela tampak dibuka paksa dan bergelayut lepas, tirai-tirai berkibar-kibar; ranjang-ranjang berantakan, guling-guling tersayat dan dilempar ke lantai; keset cokelat sudah terkoyak-koyak hancur berantakan.
Strider langsung pergi menjemput pemilik penginapan. Mr. Butterbur yang malang kelihatan mengantuk dan takut. Ia hampir tidak memejamkan mata sepanjang malam (begitu katanya), tapi ia sama sekali tidak mendengar bunyi apa pun.
"Belum pernah hal seperti ini terjadi padaku!" teriaknya sambil mengangkat tangannya penuh kengerian. "Tamu-tamu tak bisa tidur di ranjang mereka sendiri, guling-guling bagus hancur, dan sebagainya! Apa yang sedang terjadi pada dunia kita ini?"
"Masa-masa gelap," kata Strider. "Tapi untuk sementara kau masih bisa hidup tenang, kalau kami sudah pergi. Kami akan segera berangkat. Jangan repot-repot menyiapkan sarapan: minum dan satu kunyahan sambil berdiri sudah cukup. Kami akan siap dalam beberapa menit."
Mr. Butterbur bergegas pergi untuk memastikan kuda-kuda mereka sudah disiapkan, dan untuk mengambilkan sekadar makanan. Tapi segera ia kembali dengan kaget. Kuda-kuda sudah hilang! Pintu kandang semuanya terbuka di malam hari, dan kuda-kuda lenyap; bukan hanya kuda-kuda Merry, tapi semua kuda dan hewan di tempat itu.
Semangat Frodo runtuh mendengar kabar tersebut. Bagaimana mereka bisa sampai ke Rivendell dengan berjalan kaki, dikejar musuh berkuda? Sama saja seperti hendak pergi ke Bulan. Strider duduk diam sejenak, memandang para hobbit, seolah menimbang kekuatan dan keberanian mereka.
"Kuda-kuda tidak akan membantu kita melarikan diri dari pengejar
berkuda," akhirnya ia berkata, sambil merenung, seakan-akan bisa menerka apa yang dipikirkan Frodo. "Tidak banyak bedanya kalaupun kita berjalan kaki, apalagi di jalan yang rencananya akan kuambil. Memang aku juga berniat jalan kaki. Yang mengganggu pikiranku adalah makanan dan persediaannya. Kita tak bisa berharap menemukan sesuatu untuk dimakan antara sini dan Rivendell, kecuali apa-apa yang kita bawa; dan kita barns membawa banyak persediaan; karena mungkin saja kita tertahan, atau terpaksa berjalan memutar, jauh dari jalan yang langsung. Berapa banyak yang siap kalian angkut di punggung kalian?"
"Sebanyak yang diperlukan," kata Pippin dengan semangat menurun, tapi berusaha menunjukkan bahwa ia lebih tegar daripada kelihatannya (atau daripada yang dirasakannya).
"Aku bisa mengangkut cukup untuk dua orang," kata Sam dengan gagah.
"Tak adakah yang bisa dilakukan, Mr. Butterbur?" tanya Frodo. "Bisakah kita mendapatkan beberapa kuda di desa, atau seekor saja untuk mengangkut barang-barang? Mungkin kita tak bisa menyewanya, tapi barangkali kita bisa membelinya," tambahnya, ragu, sambil bertanya-tanya dalam hati, apakah ia mampu mengeluarkan biaya itu.
"Aku ragu," kata pemilik penginapan itu dengan sedih. "Dua-tiga kuda yang ada di Bree juga berkandang di halamanku, dan mereka juga lenyap. Sedangkan hewan-hewan lain, kuda atau kuda kecil untuk muatan dan sebagainya, hanya sedikit di Bree, dan mereka tidak dijual. Tapi aku akan berusaha sebisaku. Aku akan menyuruh Bob berkeliling segera."
"Ya," kata Strider enggan, "sebaiknya begitu. Setidaknya satu kuda harus kita coba cari. Tapi harapan untuk berangkat pagi-pagi lenyap sudah, apalagi berangkat diam-diam! Sama saja kita meniup terompet mengumumkan keberangkatan kita. Pasti itu bagian dari rencana mereka."
"Ada satu segi positifnya; kata Merry, "dan ini cukup menguntungkan, kuharap: kita bisa sarapan sambil menunggu-dan duduk menikmatinya. Mari kita panggil Nob!"

Keberangkatan mereka tertunda lebih dari tiga jam. Bob kembali dengan laporan tidak ada kuda atau kuda kecil yang bisa didapat di lingkungan itu, biar dengan uang sekalipun-kecuali satu: Bill Ferny punya satu yang mungkin mau ia jual. "Makhluk malang yang sudah setengah mati kelaparan," kata Bob, "tapi dia tidak mau menjualnya kalau tidak tiga kali lipat harganya, karena dia tahu kau sangat membutuhkannya; kalau tidak begitu, bukan Bill Ferny namanya."
"Bill Ferny?" tanya Frodo. "Apakah ini bukan tipuan? Jangan-jangan hewan itu lari pulang kepadanya dengan semua barang kita, atau membantu melacak jejak kita, atau semacamnya?"
"Mungkin juga," kata Strider. "Tapi aku tak bisa membayangkan hewan mana pun lari pulangkepadanya, setelah lepas darinya. Kuduga ini hanya akal busuk Master Ferny: dia ingin memanfaatkan situasi kita. Bahaya utama adalah bahwa hewan itu mungkin sudah sekarat. Tapi tampaknya tak ada pilihan lain. Berapa dia minta?"
Harga yang dipasang Bill Ferny dua belas penny perak; dan memang itu sedikitnya tiga kali lipat harga kuda di wilayah itu. Ternyata kuda itu kurus kering, kurang makan, dan tidak bersemangat, tapi tampaknya belum sekarat. Mr. Butterbur sendiri yang membayarnya, dan menawarkan kepada Merry tambahan delapan belas penny untuk ganti rugi kuda-kuda yang hilang. Ia orang jujur, dan cukup berada menurut ukuran Bree; tapi tiga puluh penny merupakan pukulan berat untuknya, dan disiasati Bill Ferny membuatnya terasa semakin berat.
Tapi kelak ternyata ia beruntung juga. Belakangan ketahuan bahwa hanya satu kuda yang benar-benar dicuri. Yang lainnya diusir, atau lari ketakutan, dan ditemukan berkeliaran di berbagai bagian Bree yang berlainan. Kuda-kuda Merry sudah lari jauh, dan akhirnya (karena memakai akal sehat) mereka pergi ke Downs, mencari Fatty Lumpkin. Maka mereka dipelihara untuk sementara oleh Tom Bombadil, dan bisa hidup senang. Tapi ketika kabar tentang kejadian di Bree terdengar oleh Tom, ia mengirimkan mereka ke Mr. Butterbur, yang dengan demikian mendapat lima hewan bagus dengan harga sangat lumayan. Kuda-kuda itu memang harus bekerja lebih keras di Bree, tapi Bob memperlakukan. mereka dengan baik; jadi, secara keseluruhan mereka beruntung: mereka lepas dari perjalanan gelap dan berbahaya. Tapi mereka tidak pernah sampai ke Rivendell.
Namun, sementara itu, Mr. Butterbur hanya tahu ia kehilangan uang selamanya. Dan ada kesulitan lain. Keadaan langsung hiruk-pikuk begitu tamu-tamu lain bangun dan mendengar kabar penyerangan ke Penginapan tersebut. Pelancong-pelancong dari selatan kehilangan beberapa kuda dan dengan nyaring menyalahkan si pemilik penginapan, Sampai ketahuan bahwa salah satu di antara mereka juga hilang malam itu, tak lain tak bukan pendamping Bill Ferny yang juling. Kecurigaan langsung tertuju padanya.
"Kalau kalian bergaul dengan maling kuda, dan membawanya ke rumahku," kata Butterbur marah, "kalian harus bayar sendiri segala kerugian, bukannya datang meneriaki aku! Pergi sana, tanyakan pada Bill Ferny, ke mana kawan kalian yang ganteng itu!" Tapi ternyata orang itu bukan kawan siapa pun, dan tidak ada yang ingat kapan ia bergabung dengan rombongan mereka.
Setelah sarapan, para hobbit harus mengepak ulang barang-barang mereka, dan mengumpulkan persediaan tambahan untuk perjalanan yang sekarang akan lebih panjang. Sudah mendekati jam sepuluh ketika akhirnya mereka berangkat. Saat itu seluruh Bree sudah berdengung penuh gairah. Pertunjukan lenyapnya Frodo; kedatangan para Penunggang Hitam; perampokan kandang kuda; dan yang juga menarik adalah berita bahwa Strider sang Penjaga Hutan bergabung dengan hobbit-hobbit misterius itu-semua itu menjadi suatu kisah yang melegenda selama bertahun-tahun kemudian. Kebanyakan penduduk Bree dan Staddle, dan bahkan banyak dari Combe dan Archet, berkerumun di jalan untuk melihat keberangkatan para pengembara tersebut. Tamu-tamu lain di penginapan bergerombol di pintu atau bergelantungan dari jendela-jendela.
Strider berubah pikiran, dan memutuskan meninggalkan Bree melalui jalan utama. Setiap usaha berjalan langsung melintasi pedalaman justru akan memperparah keadaan: separuh penduduk akan mengikuti mereka, untuk melihat rencana mereka, dan mencegah mereka masuk ke tanah milik pribadi.
Mereka pamit pada Nob dan Bob, dan kepada Mr. Butterbur dengan banyak terima kasih. "Kuharap kita bertemu lagi suatu hari nanti, kalau keadaan sudah gembira lagi," kata Frodo. "Aku ingin sekali tinggal di rumahmu dengan tenteram untuk beberapa waktu."
Mereka melaju pergi, cemas dan patah hati, di bawah tatapan kerumunan orang. Tidak semua wajah tampak ramah, juga kata-kata yang diteriakkan.. Tapi Strider kelihatannya dihormati kebanyakan orang Bree, dan mereka yang ditatapnya menutup mulut dan mundur. Strider berjalan di depan dengan Frodo; berikutnya Merry dan Pippin; dan terakhir Sam menuntun kuda, yang mengangkut bawaan sebanyak yang tega mereka bebankan padanya; tapi kuda itu sudah tidak kelihatan terlalu sedih lagi, seolah ia setuju dengan perubahan nasibnya. Sam menggigit sebutir apel sambil merenung. Ia membawa apel satu saku penuh: hadiah perpisahan dari Nob dan Bob. "Apel untuk berjalan, dan pipa untuk duduk," katanya. "Tapi kuduga tak lama lagi aku akan kehilangan keduanva."
Hobbit-hobbit itu tidak menghiraukan kepala-kepala yang ingin tahu, yang mengintip dari balik pintu atau menjulur di atas tembok atau pagar ketika mereka lewat. Tapi, ketika mereka semakin dekat ke gerbang terjauh, Frodo melihat sebuah rumah gelap dan tidak terawat di balik sebuah pagar tebal: rumah terakhir di desa. Di dalam salah satu jendela ia menangkap sekilas wajah pucat dengan mata juling yang lick tapi wajah itu segera menghilang.
"Jadi, di situlah orang selatan bersembunyi!" pikirnya. "Dia mirip sekali dengan goblin."
Dari atas pagar, seorang pria menatap dengan berani. Ia mempunyai alis tebal dan mata mencemooh berwarna gelap; mulutnya yang lebar terkulum mengejek. Ia mengisap pipa hitam pendek. Ketika mereka mendekat, ia mengeluarkan pipa itu dari mulutnya dan meludah.
"Pagi, Longshanks!" katanya. "Berangkat pagi? Dapat teman akhirnya?" Strider mengangguk, tapi tidak menjawab.
"Pagi, kawan-kawan kecil!" ia berkata pada yang lain. "Kuduga kalian tahu siapa yang mendampingi kalian? Dia itu Stick-at-naught Strider! Meski aku pernah mendengar nama lain yang tidak begitu bagus. Waspadalah nanti malam! Dan kau, Sammie, jangan memperlakukan kudaku yang malang dengan kasar! Pah!" ia meludah lagi.
Sam menoleh cepat. "Dan kau, Ferny," katanya, "simpanlah wajah jelekmu itu, atau kau akan tahu rasa." Dengan jentikan mendadak, cepat bagai kilat, sebutir apel melayang dari tangan Sam dan tepat mengenai hidung Bill. Bill terlambat menunduk, dan terdengar makian dari balik pagar. "Sayang apel bagus disia-siakan," kata Sam menyesal, dan berjalan terus.

Akhirnya desa sudah tertinggal di belakang mereka. Anak-anak dan orang-orang lain yang mengikuti mereka akhirnya jemu, dan pulang kembali sesampainya di Gerbang Selatan. Rombongan hobbit melewati gerbang, dan menyusuri Jalan sepanjang beberapa mil. Jalan itu menikung ke kiri, melingkar kembali ke garisnya yang menuju timur, sambil memutari kaki Bree-hill, lalu menurun tajam ke dalam wilayah berhutan. Di sebelah kiri, mereka bisa melihat beberapa rumah dan lubang hobbit di Staddle, di lereng tenggara bukit yang landai; di dasar lembah yang dalam di sebelah utara Jalan ada untaian asap membubung yang menunjukkan letak Combe; Archet tersembunyi di dalam pepohonan di luar sana.
Setelah Jalan menurun untuk beberapa lama, dan Bree-hill sudah tertinggal di belakang, tinggi dan cokelat, mereka sampai ke suatu jalan sempit yang mengarah ke Utara. "Di sini kita meninggalkan jalan terbuka dan melalui jalan tersembunyi," kata Strider.
"Bukan 'jalan pintas', kuharap," kata Pippin. "Jalan pintas kan-ii yang terakhir, yang melintasi hutan, hampir saja berakhir dengan bencana."
"Ah, tapi waktu itu aku tidak bersama kalian," tawa Strider. "Jalan pintasku, pendek ataupun panjang, tidak akan keliru." ia menengok ke semua sisi sepanjang jalan. Tidak ada makhluk lain kelihatan, dan dengan cepat ia memimpin jalan menuju lembah berhutan.
Rencana Strider, sejauh yang mereka pahami, adalah pergi ke Archet dulu, tapi mengambil jalan ke arah kanan dan melewatinya dari sebelah timur, lalu mengarah selurus mungkin melewati belantara ke Bukit Weathertop. Dengan cara itu, kalau semua berjalan lancar, mereka akan memotong lengkungan besar Jalan, yang setelah itu menikung ke selatan untuk menghindari Rawa-Rawa Midgewater. Tapi, tentu saja, mereka harus melintasi rawa-rawa itu sendiri, dan uraian Strider tentang rawa-rawa tersebut tidak menggembirakan.
Sementara itu, berjalan kaki bukannya tidak nyaman. Bahkan, seandainya tidak ada peristiwa-peristiwa menggegerkan pada malam sebelumnya, mereka pasti akan menikmati bagian perjalanan ini, lebih daripada yang sebelum-sebelumnya. Matahari bersinar, cerah tapi tidak terlalu panas. Hutan di lembah masih penuh dedaunan dan berwarna-warni, kelihatan tenteram dan segar. Strider menuntun mereka dengan yakin melewati banyak persimpangan, yang pasti akan membuat mereka tersesat, seandainya mereka pergi sendiri. Strider mengambil jalan berkelok-kelok dengan banyak putaran, dan kembali ke arah semula, demi menyesatkan para pengejar.
"Pasti Bill Ferny memperhatikan di mana kita meninggalkan Jalan," katanya, "meski kuduga bukan dia sendiri yang menguntit kita. Dia cukup kenal pedalaman sekitar sini, tapi dia tahu dia bukan tandinganku di dalam hutan. Yang kukhawatirkan adalah apa yang akan diceritakannya pada yang lain. Kuduga mereka berada tidak begitu jauh dari sini. Lebih baik kalau mereka mengira kita pergi ke Archet."

Entah karena keahlian Strider, atau karena alasan lain, mereka tidak melihat tanda-tanda ataupun mendengar bunyi makhluk hidup lain se panjang hari itu: baik yang berkaki dua, kecuali burung, ataupun yang berkaki empat, kecuali seekor rubah dan beberapa ekor bajing. Hari berikutnya mereka mulai berjalan dengan arah tetap ke timur; semuanva masih tetap tenang dan damai. Pada hari ketiga keluar dan Bree, mereka meninggalkan Chetwood. Tanah semakin menurun selama itu, sejak mereka menyimpang dari Jalan, dan sekarang mereka masuk ke suatu dataran luas yang jauh lebih sulit dilewati. Mereka sudah jauh sekali di luar perbatasan Bree, di alam liar tanpa jalan jelas, dan sedang mendekati Rawa-Rawa Midgewater.
Sekarang tanah menjadi lembap, di beberapa tempat berair, dan di sana-sini mereka menjumpai genangan air, hamparan luas alang-alang, dan rumput yang dipenuhi celoteh burung-burung tersembunyi. Mereka harus memilih jalan dengan hati-hati, agar kaki tetap kering dan agar tetap pada arah yang mereka tuju. Mulanya kemajuan mereka cukup bagus, tapi semakin jauh jalan mereka semakin lambat dan berbahaya. Rawa-rawa itu membingungkan dan berbahaya, bahkan para Penjaga Hutan pun sulit menemukan jalan pasti di antara tanah lembut basah yang selalu berpindah-pindah. Lalat-lalat mulai menyiksa, dan udara penuh kawanan serangga kecil yang merangkak ke bawah lengan baju dan celana, serta ke dalam rambut mereka.
"Aku dimakan hidup-hidup!" teriak Pippin. "Midgewater! Lebih banyak serangganya daripada airnya!"
"Mereka hidup dari apa kalau tidak bisa mendapat hobbit?" tanya Sam sambil menggaruk lehernya.
Mereka menghabiskan hari yang sengsara di pedalaman sepi dan tidak nyaman itu. Tempat mereka berkemah lembap, dingin, dan tidak nyaman; serangga-serangga yang terus menggigiti membuat mereka tak bisa tidur. Juga banyak makhluk mengerikan berkeliaran di antara alang-alang dan rumput tebal; rupanya mereka saudara-saudara yang jahat dari jangkrik, kalau menilai bunyinya. Jumlah mereka ribuan, dan mereka berdecit terus, niik-briik, briik-niik, tanpa henti sepanjang malam, sampai hobbit-hobbit hampir kalut.
Hari berikutnya, hari keempat, agak lebih baik, tapi malamnya tetap tidak nyaman. Meski Neekerbreeker (sebutan Sam untuk mereka) sudah ditinggal di belakang, serangga-serangga kecil masih mengejar mereka.
Saat Frodo berbaring, letih tapi tak bisa memejamkan mata, tampak seberkas cahaya di langit timur di kejauhan: cahaya yang menyala dan menghilang berkali-kali. Bukan cahaya fajar, karena fajar baru datang beberapa jam lagi.
"Cahaya apa itu?" katanya pada Strider, yang bangkit dan sedang berdiri memandang ke dalam kegelapan malam.
"Aku tidak tahu," jawab Strider. "Terlalu jauh untuk dilihat. Seperti kilat yang meloncat dari puncak-puncak bukit."
Frodo berbaring lagi, tapi untuk waktu lama ia masih bisa melihat kilatan cahaya putih itu, dan di depan cahaya itu sosok Strider yang tinggi gelap, berdiri diam dan waspada. Akhirnya Frodo tertidur dengan gelisah.

Mereka belum berjalan jauh di hari kelima, saat mereka meninggalkan genangan air yang bertebaran di mana-mana dan rumpun-rumpun ilalang terakhir di rawa-rawa di belakang. Tanah di depan mulai menanjak lagi dengan teratur. Jauh di timur, mereka bisa melihat barisan bukit. Yang tertinggi di antaranya berada di sebelah kanan barisan, agak terpisah dari yang lain. Puncaknya berbentuk kerucut, agak datar pada ujungnya.
"Itu Weathertop," kata Strider. "Jalan Lama yang sudah kita tinggalkan jauh di sebelah kanan kita, membentang ke selatannya dan lewat tidak jauh dari kakinya. Mungkin kita bisa sampai di sana tengah hari besok, kalau kita berjalan lurus ke sana. Kusarankan kita melakukan itu."
"Apa maksudmu?" tanya Frodo.
"Maksudku, kalau kita sudah sampai di sana, kita tidak tahu apa yang akan kita temukan. Tempat itu dekat sekali ke Jalan."
"Tapi kan kita berharap bertemu Gandalf di sana?"
"Ya, tapi harapannya kecil sekali. Kalau toh dia pergi ke sini, mungkin dia tidak lewat Bree, sehingga dia tidak tahu apa yang kita, lakukan. Dan bagaimanapun, kecuali kalau kita beruntung datang hampir bersamaan waktu, bisa saja kita tidak saling bertemu; tidak aman bagi dia atau kita untuk menunggu lama di sana. Kalau para Penunggang gagal menemukan kita di belantara ini, kelihatannya sangat mungkin mereka juga akan pergi ke Weathertop. Dari atas sana, pemandangannya luas sekali ke semua arah. Bahkan banyak sekali burung dan hewan di pedalaman yang bisa melihat kita saat kita berdiri di sini, dari atas puncak bukit. Tidak semua burung bisa dipercaya, dan ada mata-mata lain yang jauh lebih jahat daripada mereka."
Para hobbit memandang cemas ke arah bukit-bukit di kejauhan. Sam memandang ke langit yang pucat, khawatir melihat elang atau rajawali melayang di atas mereka, dengan mata tajam dan tidak bersahabat. "Kau benar-benar membuatku merasa kesepian dan tidak nyaman, Strider!" kata Sam.
"Apa saranmu?" tanya Frodo.
"Kupikir," kata Strider perlahan, seolah tidak begitu yakin, "kurasa hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah sebisa mungkin berjalan lurus ke timur dari sini, ke arah perbukitan di sana, jangan ke Weathertop. Di sana kita bisa menemukan jalan yang kukenal, yang menyusuri kaki perbukitan; jalan itu akan membawa kita ke Weathertop dari arah utara, dan tidak begitu kelihatan. Lalu kita bisa melihat apa yang bisa kita lihat."
Sepanjang hari itu mereka berjalan lambat dan susah payah, sampai senja yang dingin turun. Tanah semakin kering dan lebih gersang; tapi kabut dan uap sudah mereka tinggalkan di rawa-rawa di belakang. Beberapa burung sedih berbunyi nyaring dan meratap, sampai matahari merah bulat tenggelam perlahan ke dalam bayang-bayang di sebelah barat; lalu keheningan kosong mengelilingi mereka. Para hobbit teringat cahaya lembut matahari terbenam yang melirik melalui jendela-jendela riang di Bag End nun jauh di sana.
Di penghujung hari itu, mereka sampai ke sebuah sungai yang mengembara turun dari perbukitan, dan hilang di tengah genangan rawa-rawa. Mereka mendaki tebingnya sementara hari masih terang. Sudah malam ketika mereka akhirnya berhenti dan bersiap-siap berkemah di bawah beberapa pohon alder kerdil di pinggir sungai. Di depan berdiri punggung perbukitan yang suram dan tidak berpohon, berlatar belakang langit senja. Malam itu mereka bergantian berjaga, dan Strider tampaknya sama sekali tidak tidur. Bulan bertambah besar, dan pada jam-jam awal malam cahaya kelabu dingin menggantung di atas tanah.
Keesokan paginya mereka berangkat begitu matahari terbit. Udara dipenuhi embun beku, dan langit berwarna biru- pucat jernih. Para hobbit merasa segar, seolah sudah tidur semalaman tanpa terputus. Mereka sudah mulai terbiasa berjalan jauh dengan makanan terbatas-setidaknya lebih terbatas daripada yang biasa mereka makan di Shire yang, menurut mereka, tidak akan. cukup untuk membuat mereka kuat berdiri. Pippin menyatakan Frodo tampak dua kali lebih besar daripada biasanya.
"Aneh sekali," kata Frodo sambil mengencangkan ikat pinggangnya, "mengingat justru sekarang badanku menyusut. Kuharap proses penyusutan ini tidak berlangsung terus-menerus, kalau tidak, bisa-bisa aku menjadi hantu!"
"Jangan membicarakan hal-hal semacam itu!" kata Strider cepat, dengan nada serius yang agak mengherankan.

Bukit-bukit semakin dekat, membentuk punggung berombak, sering menjulang sampai hampir seribu kaki, dan di sana-sini terjun lagi ke celah atau bukaan rendah yang mengantar ke negeri timur di sebelah sana. Sepanjang puncak punggung bukit, para hobbit bisa melihat pemandangan yang tampaknya seperti sisa-sisa tembok yang dipenuhi tanaman hijau dan tanggul-tanggul, di celah-celahnya masih berdiri puing-puing bangunan batu lama. Di malam hari, mereka sudah sampai di kaki lereng sebelah barat, dan di sanalah mereka bermalam. Malam itu malam kelima bulan Oktober, dan mereka sudah enam, hari keluar dari Bree.
Pagi harinya, untuk pertama kali sejak meninggalkan Chetwood, mereka menemukan jejak jalan yang jelas terlihat. Mereka membelok ke kanan dan menyusurinya ke arah selatan. Jalur itu menjalar dengan cerdik, mengambil garis yang tampaknya dipilih agar sedapat mungkin tersembunyi dari pandangan, baik dari atas bukit maupun dari dataran di barat. Jalur itu terjun ke dalam lembah-lembah kecil, memeluk tebing-tebing curam; di bagian yang melewati tanah yang lebih datar dan terbuka, pada kedua sisinya ada barisan batu besar dan batu pahat yang menutupi pelancong yang lewat, hampir seperti pagar.
"Aku ingin tahu, siapa yang membuat jalan ini, dan untuk apa," kata Merry, saat mereka menyusuri salah satu jalur tersebut, yang bebatuannya sangat besar dan rapat. "Aku tidak menyukainya: kelihatannya agak... yah, berbau barrow-wight. Apakah ada barrow di Weathertop?"
"Tidak. Tidak ada barrow di Weathertop, maupun di perbukitan ini;" jawab Strider. "Manusia dari Barat tidak hidup di sini, meski di hari-hari akhir, untuk beberapa saat mereka mempertahankan perbukitan terhadap kejahatan yang datang dari Angmar. Jalan ini dibuat untuk kepentingan benteng-benteng di sepanjang tembok. Tapi jauh sebelumnya, di masa-masa awal Kerajaan Utara, mereka membangun menara pengawasan besar di Weathertop, Amon Sul namanya. Menara itu sudah dibakar dan hancur, dan tidak ada yang tersisa sekarang, kecuali sebuah lingkaran yang terjungkir, seperti mahkota kasar pada kepala bukit tuanya. Namun dulu ia pernah menjulang tinggi dan indah. Konon Elendil berdiri di sana, memperhatikan kedatangan Gil-galad dari Barat, di masa Persekutuan Terakhir."
Para hobbit menatap Strider. Kelihatannya ia pakar dongeng-dongeng kuno, selain piawai hidup di tanah liar. "Siapa Gil-galad?" tanya Merry; tapi Strider tidak menjawab, tampaknya tenggelam dalam pikirannva sendiri. Tiba-tiba sebuah suara rendah bergumam,

Gil-galad Raja Peri
Tentangnya para pemetik harpa bernyanyi sedih:
kerajaannya yang terakhir, indah merdeka antara
Pegunungan dan Samudra.

Panjang pedangnya, tajam tombaknya,
kemilau dari kejauhan, topi bajanya;
hamparan bintang di langit luas
di perisai peraknya terpantul jelas.

Tapi lama sudah ia pergi,
entah di mana ia tinggal kini;
dalam kegelapan bintangnya menghilang
di tanah Mordor, negeri bayang-bayang.

Yang lain menoleh penuh keheranan, karena suara itu suara Sam.
"Jangan berhenti!" kata Merry.
"Hanya itu yang kutahu," kata Sam terbata-bata, wajahnya memerah. "Aku belajar itu dari Mr. Bilbo, ketika aku masih kecil. Dia biasa menceritakan dongeng-dongeng seperti itu, karena tahu aku suka sekali mendengarkan tentang bangsa Peri. Mr. Bilbo yang mengajariku menulis. Dia sangat terpelajar, Mr. Bilbo yang budiman. Dan dia suka menulis puisi. Dialah yang menulis syair itu tadi."
"Dia tidak mengarang-ngarang," kata Strider. "Syair itu bagian dari syair tentang Kejatuhan Gil-galad, yang tertulis dalam bahasa kuno. Pasti Bilbo menerjemahkannya. Aku tidak tahu itu."
"Masih banyak sekali lanjutannya," kata Sam, "semua tentang Mordor. Aku tidak belajar bagian itu, aku menggigil kalau mendengar bagian itu. Aku tak pernah mengira akan pergi ke sana sendiri!"
"Pergi ke Mordor!" teriak Pippin. "Kuharap tidak sampai terjadi!"
"Jangan sebut nama itu keras-keras!" kata Strider.

Sudah tengah hari ketika mereka hampir mencapai ujung selatan jalan itu. Di depan mereka, dalam cahaya pucat jernih matahari Oktober, tampak sebuah tebing hijau-kelabu, menjulur naik seperti jembatan ke lereng utara bukit. Mereka memutuskan langsung mendaki ke puncaknya, sementara hari masih terang benderang. Tak mungkin lagi menyembunyikan diri, dan mereka hanya bisa berharap tidak ada musuh atau mata-mata yang melihat. Tak kelihatan ada yang bergerak di perbukitan. Juga tidak tampak tanda-tanda kehadiran Gandalf di sekitar situ.
Di sisi barat Weathertop, mereka menemukan sebuah cekungan terlindung, dengan lembah berbentuk mangkuk di dasarnya, dan pinggiran berumput. Di sana mereka meninggalkan Sam dan Pippin dengan kuda dan muatannya, serta ransel-ransel. Tiga yang lainnya berjalan terus. Setelah setengah jam mendaki dengan susah payah, Strider mencapai mahkota bukit; Frodo dan Merry menyusul, lelah dan terengah-engah. Lereng terakhir curam sekali dan berbatu-batu.
Di puncaknya, seperti sudah dikatakan Strider, mereka menemukan sebuah lingkaran sisa bangunan batu kuno, sekarang remuk atau tertutup rumput panjang. Tapi di tengahnya tersusun setumpukan batu. Warnanya kehitaman, seolah kena api. Di sekitarnya tanah kering terbakar sampai ke akarnya, dan di dalam lingkaran itu rumputnya hangus dan mengerut, seolah nyala api telah menyapu puncak bukit itu; tapi tidak ada tanda-tanda makhluk hidup.
Berdiri di pinggir puing lingkaran itu, mereka melihat pemandangan luas di bawah, kebanyakan tanah kosong tanpa ciri-ciri khusus, kecuali beberapa bercak hutan jauh di selatan, dengan kilauan air di sana-sini di kejauhan. Di bawah mereka, pada sisi selatan ini, Jalan Lama tergelar bagai sebuah pita, muncul dari Barat dan melingkar-lingkar naik-turun, sampai menghilang di balik punggung tanah gelap di sebelah timur. Tidak ada yang bergerak di atasnya. Mengikuti garisnya ke arah timur, mereka melihat Pegunungan: kaki bukit yang lebih dekat tampak cokelat dan suram; di belakangnya berdiri bentuk-bentuk tinggi kelabu, dan di belakangnya lagi ada puncak-puncak tinggi putih berkilauan di antara awan-awan.
"Nah, di sinilah kita!" kata Merry. "Sangat muram dan tidak mengundang tampaknya! Tidak ada air dan tidak ada naungan. Dan tidak ada tanda-tanda dari Gandalf. Tapi aku tidak menyalahkannya kalau dia tidak menunggu-kalau dia memang sudah ke sini."
"Aku jadi bertanya-tanya," kata Strider, menatap sekelilingnya sambil merenung. "Meski dia sehari-dua hari di belakang kita di Bree, dia bisa datang ke sini lebih dulu. Dia bisa menunggang kuda sangat cepat kalau perlu." Mendadak ia berhenti dan memandang batu di atas tumpukan; lebih datar daripada yang lain, dan lebih putih, seolah tidak terkena api. Ia memungutnya dan mengamatinya, membalikkan batu itu di tangannya. "Batu ini belum lama dipegang,' katanya. "Bagaimana dengan tanda-tanda ini?"
Pada permukaan bawah yang datar, Frodo melihat beberapa goresan: I"•III. "Kelihatannya ada garis tegak, titik, lalu tiga garis tegak lagi," kata Frodo.
"Garis tegak di sebelah kiri mungkin lambang G dengan cabang tipis" kata Strider. "Mungkin itu tanda yang ditinggalkan Gandalf, meski kita tak bisa yakin. Goresannya halus, dan memang kelihatan masih baru. Tapi tanda-tanda itu bisa juga punya arti yang lain sama sekali, dan tidak berhubungan dengan kita. Para Penjaga Hutan juga menggunakan lambang, dan mereka sesekali juga datang ke sini."
"Apa artinya, kalau misalnya Gandalf yang membuatnya?" tanya Merry.
"Menurutku," jawab Strider, "maksudnya G 3, dan merupakan tanda bahwa Gandalf ada di sini tanggal 3 Oktober: tiga hari yang lain. Itu juga menunjukkan dia sedang terburu-buru dan bahaya mengancamnya, sehingga dia tak punya waktu atau tidak berani menulis sesuatu yang lebih panjang atau lebih jelas. Kalau memang begitu, maka kita harus hati-hati."
"Kalau saja kita bisa yakin bahwa memang Gandalf yang membuat goresan itu, apa pun artinya," kata Frodo. "Akan sangat menghibur kalau tahu dia sedang dalam perjalanan, di depan atau di belakang kita."
"Mungkin," kata Strider. "Aku sendiri yakin dia sudah ke sini, dan berada dalam bahaya. Pernah ada kobaran api di sini saat itu, dan aku jadi teringat cahaya yang kita lihat tiga hari yang lalu di langit timur. Kuduga dia diserang di puncak bukit ini, tetapi apa hasilnya aku tidak tahu. Ia sudah tidak di sini lagi, dan sekarang kita harus menjaga diri sendiri dan pergi sendiri ke Rivendell, sebaik mungkin."
"Berapa jauhkah Rivendell?" tanya Merry sambil melihat sekelilingnya dengan letih. Dunia terlihat liar dan luas dari atas Weathertop.
"Aku tidak tahu apakah Jalan ini pernah diukur dalam mil setelah melewati Penginapan Terlupakan, satu hari perjalanan dari Bree ke timur," jawab Strider. "Ada yang bilang itu jauh sekali, dan ada yang bilang sebaliknya. Jalan ini aneh, dan orang-orang senang kalau sudah sampai di akhir perjalanan mereka, baik waktunya panjang ataupun pendek. Tapi aku tahu berapa lama waktu untuk menempuhnya bila aku sendiri berjalan kaki, dengan cuaca bagus dan tidak ada musibah: dua belas hart dari sini sampai Ford Bruinen, di mana Jalan melintasi Loudwater yang mengalir keluar dari Rivendell. Setidaknya masih ada perjalanan dua minggu di depan kita, karena kupikir kita tidak akan bisa menggunakan Jalan."
"Dua minggu!" kata Frodo. "Banyak yang bisa terjadi dalam waktu itu."
"Memang," kata Strider.
Mereka berdiri diam sejenak di puncak bukit, dekat ujung selatan. Di tempat sepi itu, Frodo untuk pertama kali menyadari bahwa ia tak punya rumah dan berada dalam bahaya. Dengan getir ia menyesali, kenapa ia tidak bisa tetap berada di Shire yang tenang dan dicintainya ia menatap ke bawah, ke Jalan yang dibencinya, matanya tertuju ke barat-ke rumahnya. Mendadak ia menyadari ada dua bercak hitam bergerak perlahan menyusurinya, pergi ke barat; dan ketika ia memandang lagi, ia melihat tiga bercak lain merangkak ke timur untuk menghadang mereka. Frodo berteriak dan memegang tangan Strider.
"Lihat," katanya sambil menunjuk ke bawah.
Strider segera menjatuhkan diri ke tanah di belakang puing lingkaran, sambil menarik Frodo di sebelahnya. Merry juga menjatuhkan diri di sampingnya.
"Apa itu?" bisiknya.
"Aku tidak tahu, tapi aku mengkhawatirkan hal terburuk," jawab Strider.
Perlahan mereka merangkak ke pinggir lingkaran lagi, dan mengintip melalui celah antara dua batu runcing. Cahaya sudah tidak begitu terang, karena pagi yang cerah sudah memudar, dan awan-awan yang merangkak keluar dari Timur sudah menyusul matahari yang akan terbenam. Mereka semua bisa melihat bercak-bercak hitam itu, tapi baik Frodo maupun Merry tidak bisa melihat jelas bentuk mereka; namun perasaan mereka mengatakan bahwa di sana, jauh di bawah, para Penunggang Hitam berkumpul di Jalan di bawah kaki bukit.
"Ya," kata Strider, yang dengan penglihatannya yang tajam tidak ragu lagi. "Musuh ada di sini!"
Bergegas mereka merangkak pergi, menuruni sisi utara bukit, untuk mencari kawan-kawan mereka.

Sam dan Peregrin tidak tinggal diam. Mereka sudah menjelajahi lembah kecil dan lereng-lereng sekitamya. Tak jauh dari sana, mereka menemukan sumber mata air jernih di sisi bukit, dan di dekatnya jejak kaki yang belum berusia lebih dari dua hari. Di lembahnya sendiri mereka menemukan bekas api yang belum lama, dan tanda-tanda lain dari perkemahan yang terburu-buru. Ada beberapa batuan yang sudah jatuh di ujung lembah yang paling dekat ke bukit. Di belakangnya Sam menemukan kayu-kayu api yang ditumpuk rapi.
"Aku ingin tahu, apakah Gandalf sudah ke sini," katanya pada Pippin. "Siapa pun yang menyimpan barang-barang ini di sini, berniat kembali ke sini rupanya."
Strider sangat tertarik dengan penemuan-penemuan itu. "Coba tadi aku menunggu dan menjelajahi sendiri tanah di bawah sini," katanya, bergegas ke mata air untuk memeriksa jejak kaki.
"Seperti sudah kukhawatirkan," katanya ketika ia kembali. "Sam dan Pippin menginjak tanah lembek, dan jejaknya sudah rusak atau bercampur. Para Penjaga Hutan datang ke sini baru-baru ini. Merekalah yang meninggalkan kayu api di tempat ini. Tapi juga ada beberapa jejak yang lebih baru, yang bukan dibuat oleh para Penjaga Hutan. Setidaknya satu set baru, hanya sehari-dua hari yang lalu, dibuat oleh sepatu bot berat. Setidaknya satu. Aku belum yakin saat ini, tapi kurasa ada banyak kaki bersepatu bot." ia berhenti bicara dan tenggelam dalam pikiran cemas.
Masing-masing hobbit membayangkan para Penunggang berjubah dan bersepatu bot. Kalau para Penunggang sudah menemukan lembah itu, semakin cepat Strider menuntun mereka ke tempat lain semakin baik. Sam memandang cekungan itu dengan rasa sangat tak suka, setelah mendengar kabar musuh mereka ada di Jalan, hanya beberapa mil dari sana.
"Tidakkah kita sebaiknya cepat pergi dari sini, Mr. Strider?" tanya Sam tak sabar. "Sudah mulai sore, dan aku tidak suka tempat ini: entah mengapa membuat semangatku patah."
"Ya, kita memang harus memutuskan apa yang mesti dilakukan segera," jawab Strider sambil mendongak, mempertimbangkan waktu dan cuaca. "Yah, Sam," katanya akhirnya, "aku juga tidak suka tempat ini, tapi aku tidak tahu tempat lain yang lebih baik, yang bisa kita capai sebelum malam. Setidaknya kita berada di luar pandangan untuk sementara, dan kalau kita bergerak, kita akan jauh lebih mungkin terlihat oleh mata-mata. Yang bisa kita lakukan hanyalah menyimpang dari jalan kita, kembali ke utara, di sisi bukit sebelah sini, yang tanahnya sedikit-banyak sama seperti di sini. Jalan sudah diawasi, tapi kita harus melintasinya, kalau ingin mencoba bersembunyi di semak-semak sebelah selatan. Di sebelah utara Jalan, di seberang bukit, tanahnya kosong dan datar sepanjang bermil-mil."
"Apakah para Penunggang itu bisa melihat?" tanya Merry. "Maksudku, sepertinya mereka lebih banyak menggunakan hidung daripada mata, untuk mengendus-endus mencari kita, kalau mengendus adalah kata yang tepat untuk itu, setidaknya di waktu terang. Tapi kau menyuruh kami tiarap ketika kau melihat mereka di bawah; dan sekarang katamu kita bisa terlihat kalau bergerak."
"Aku terlalu ceroboh di atas- bukit," jawab Strider. "Aku begitu bersemangat ingin mencari tanda dari Gandalf; tapi kita salah, naik bertiga dan berdiri begitu lama di sana. Karena kuda-kuda hitam bisa melihat, dan para Penunggang itu bisa menggunakan manusia dan makhluk-makhluk lain sebagai mata-mata, seperti sudah terbukti di Bree. Mereka sendiri tidak melihat dunia sebagaimana kita melihatnya, tapi bentuk-bentuk kita melontarkan bayangan ke dalam benak mereka, yang hanya bisa dihancurkan oleh matahari tengah hari; dan dalam gelap mereka menerima banyak tanda dan bentuk yang tersembunyi bagi kita: saat itulah mereka perlu paling ditakuti. Dan sepanjang waktu mereka mencium darah makhluk hidup, menginginkannya dan membencinya. Ada indra-indra lain selain penglihatan dan penciuman, Kita bisa merasakan kehadiran mereka-meresahkan hati kita, begitu kita sampai di sini, dan sebelum kita melihat mereka: mereka bisa lebih tajam lagi merasakan kehadiran kita. Juga," tambahnya, dan suaranya menjadi bisikan, "Cincin itu menarik mereka."
"Apakah tidak ada cara untuk lari?" kata Frodo, melihat dengan kalut ke sekelilingnya. "Kalau aku bergerak, aku akan kelihatan dan diburu!"
Strider meletakkan tangannya di bahu Frodo. "Masih ada harapan," katanya. "Kau tidak sendirian. Mari kita ambil kayu yang sudah disiapkan di sini untuk api, sebagai suatu tanda. Hanya sedikit perlindungan atau pertahanan di sini, tapi api bisa dimanfaatkan. Sauron bisa memakai api, dan hal-hal lainnya, untuk maksud jahatnya, tapi para Penunggang ini tidak menyukai api, dan takut terhadap mereka yang menggunakannya. Api adalah sahabat kita di hutan belantara."
"Mungkin," gerutu Sam. "Tapi api itu juga bisa menunjukkan dengan jelas di mana kita berada, selain kalau kita berteriak."

Di pojok paling rendah dan paling terlindung di lembah itu, mereka menyalakan api dan menyiapkan makanan. Bayang-bayang senja mulai turun, dan hawa mulai dingin. Tiba-tiba mereka menyadari bahwa mereka sudah lapar sekali, karena mereka tidak makan apa pun sejak sarapan; tapi mereka hanya berani membuat makan malam sederhana saja. Negeri di depan mereka kosong dari semua makhluk hidup, kecuali burung dan hewan, tempat-tempat tidak ramah yang ditinggalkan semua bangsa di dunia. Kadang-kadang para Penjaga Hutan lewat di seberang perbukitan, tapi jumlahnya hanya sedikit dan mereka tidak bermalam. Pengembara lain sangat langka, dan dari jenis jahat: sesekali bangsa troll berkeliaran keluar dari lembah-lembah utara Pegunungan Berkabut. Hanya di Jalan bisa ditemukan pelancong, paling sering orang-orang kerdil, bergegas untuk urusan mereka sendiri, dan tidak suka memberikan pertolongan atau berbicara dengan orang asing
"Entah apakah persediaan makanan kita bisa mencukupi," kata Frodo. "Kita sudah cukup hati-hati dalam beberapa hari terakhir, dan makan malam ini bukan pesta; tapi kita sudah menghabiskan lebih banyak daripada seharusnya, kalau kita masih harus berjalan selama dua minggu, dan mungkin lebih."
"Ada makanan di belantara," kata Strider, "buah berry, akar-akaran, dan tanaman; dan aku punya keterampilan sebagai pemburu bila diperlukan. Kau tidak perlu takut mati kelaparan sebelum musim dingin tiba. Tapi mengumpulkan dan menangkap makanan adalah pekerjaan panjang dan melelahkan, dan kita perlu buru-buru. Jadi, kencangkan ikat pinggang kalian, dan pikirkan penuh harapan meja-meja makan di rumah Elrond!"
Hawa dingin semakin menusuk, sementara hari semakin gelap. Mengintip keluar dari lembah, mereka sekarang hanya bisa melihat tanah kelabu yang menghilang cepat ke dalam bayang-bayang. Langit di alas sudah jernih lagi, dan perlahan-lahan terisi bintang-bintang yang berkelap-kelip. Frodo dan kawan-kawannya meringkuk mengelilingi api, terbungkus dengan segala macam busana dan selimut yang mereka miliki; tapi Strider sudah puas dengan satu mantel, dan duduk agak menjauh, sambil mengisap pipanya dengan termenung.
Saat malam tiba dan nyala api mulai terang Strider menceritakan dongeng-dongeng pada mereka, untuk mengalihkan benak mereka dari ketakutan. Ia tahu banyak riwayat dan legenda dari zaman dulu, tentang Peri dan Manusia, perbuatan baik dan jahat di Zaman Peri. Mereka bertanya dalam hati, berapa usia Strider, dan di mana ia belajar semua kisah itu.
"Ceritakan tentang Gil-galad," kata Merry tiba-tiba, ketika Strider berhenti sebentar di akhir cerita tentang Kerajaan-Kerajaan Peri. "Apakah kau tahu lebih banyak tentang syair kuno yang kaubicarakan tadi?"
"Memang," jawab Strider. "Begitu juga Frodo, karena itu berhubungan erat dengan kita." Merry dan Pippin memandang Frodo yang sedang menatap ke dalam api.
"Aku hanya tahu sedikit yang diceritakan Gandalf padaku," kata Frodo perlahan. "Gil-galad adalah yang terakhir dari raja-raja agung bangsa Peri di Dunia Tengah. Gil-galad berarti sinar bintang dalam bahasa Peri. Dengan Elendil, sahabat kaum Peri, dia pergi ke negeri..."
"Jangan!" Strider memotong, "menurutku dongeng itu jangan diceritakan sekarang, saat anak buah Musuh berada di dekat kita. Kalau kita berhasil mencapai rumah Elrond, kalian bisa mendengarnya di sana, diceritakan selengkapnya."
"Kalau begitu, ceritakan dongeng lain dari masa lalu," pinta Sam, 'dongeng tentang bangsa Peri sebelum masa hilangnya. Aku ingin sekali mendengar lebih banyak tentang kaum Peri; kegelapan terasa begitu mencekam."
"Akan kuceritakan kisah Tinuviel," kata Strider, "singkat saja, karena ini kisah panjang yang akhirnya tidak diketahui; dan sekarang tidak ada yang ingat dengan betul kisah ini, seperti diceritakan di masa lalu, kecuali Elrond. Suatu kisah indah, meski sedih, seperti semua dongeng Dunia Tengah, namun mungkin kisah ini bisa membangkitkan semangat kalian." ia diam sejenak, lalu mulai menyanyi perlahan, bukannya berbicara,

Dedaunan panjang, rumput hijau,
Tinggi indah pepohonan cemara,
Dan di padang tampak cahaya kemilau
Bintang-bintang berkelip di keremangan
Tinuviel menari di sana
Diiringi nada suling indah memukau,
Cahaya bintang gemerlap di rambutnya,
Pun di pakaiannya berkilauan.

Datang Beren dari pegunungan dingin nan sepi,
Di bawah dedaunan tersesat mengembara,
Menyusuri sepanjang tepi Sungai Peri
Melangkah sendiri, dicekam kepedihan.
Mengintip di antara ranting-ranting cemara
Terpesona oleh bunga-bunga emas indah tak terperi
Pada jubah dan lengan si gadis jelita,
Dan rambutnya yang terurai, sekelam bayangan.

Terpesona ia oleh pemandangan itu
Kakinya yang letih seketika pulih;
Kuat dan tangkas, ia bergegas maju,
Menggapai alur-alur sinar bulan kemilau.
Di rimba belantara hutan Peri
Tinuviel lari dengan kaki-kaki lincah berpacu,
Dan tinggallah Beren mengembara sendiri
Di belantara sepi, mendengarkan terpukau.

Sering ia dengar tapak-tapak lincah
Kaki-kaki ringan bagai tanpa suara,
Atau musik yang memancar di bawah tanah,
Tersembunyi bergetar di liang-liang.
Kini layu tergeletak berkas-berkas cemara,
Berguguran satu per satu sambil mendesah
Daun-daun beech ikut berjatuhan pula
Di hutan musim dingin melayang-layang.

Beren s'lalu mencari si gadis Peri
Di hamparan tebal daun-daun berguguran,
Di bawah cahaya bulan dan bintang yang berseri
Di angkasa dingin dan berembun beku.
Jubah Tinuviel gemerlap di bawah sinar rembulan,
Seperti di puncak bukit nan jauh dan tinggi
Ia menari, dan di kakinya bertaburan
Kabut perak yang gemetar malu-malu.

Musim dingin berlalu, Tinuviel datang lagi,
Nyanyiannya membangunkan musim semi,
Bagai hujan rintik dan burung penyanyi,
Mencairkan air yang dingin beku.
Di kakinya merekah bunga-bunga Peri
Berkembang indah dan berseri kembali
Ingin Beren menari dan bernyanyi
Di atas rumput bersamanya selalu.

Beren datang menghampiri, namun Tinuviel lari.
Tinuviel! Tinuviel!
Dipanggilnya nama si gadis Peri;
Si gadis pun berhenti, bagai tersihir
Sesaat tertegun si gadis Tinuviel
Terpikat suara Beren yang menggugah hati,
Beren mendatangi, dan luluhlah Tinicviel
Oleh pesona yang mengikatnya sampai akhir.

Kala menatap mata Tinuviel si Jelita
Yang tersembunyi bayangan rambutnya,
Tampak oleh Beren tercermin di dalamnya.
Kemilau bintang-bintang yang gemetar perlahan
Tinuviel nan cantik memesona,
Gadis Peri yang bijaksana,
Mengurai rambutnya menutupi dirinya
Dan lengan-lengannya yang gemerlap keperakan.

Nasib membawa mereka mengembara,
Lewat gunung berbatu dingin kelabu,
Lewat lorong besi dan pintu kegelapan nan menyiksa,
Dan hutan bayangan tanpa harapan.
Dipisahkan Samudra luas yang menderu,
Sebelum akhirnya kembali berjumpa,
Kini mereka t'lah lama berlalu
Bernyanyi tanpa duka, di dalam hutan.

Strider menarik napas panjang, dan berhenti sebelum berbicara lagi. "Itu sebuah lagu," katanya, "di antara kaum Peri disebut anntennath, tapi sulit diterjemahkan ke dalam Bahasa Umum, dan ini hanya gema kasar dari lagu itu. Lagu ini menceritakan perjumpaan Beren, putra Barahir, dengan Luthien Tinuviel. Beren manusia biasa, tapi Luthien adalah putri Thingol, raja Peri di Dunia Tengah, ketika dunia masih muda; dia gadis tercantik yang pernah ada di antara anak-anak dunia. Kecantikannya seperti bintang-bintang di atas kabut negeri-negeri Utara, dan wajahnya bercahaya. Di masa itu, Musuh Besar tinggal di Angband di Utara, dan Sauron hanyalah anak buahnya. Bangsa Peri dari Barat kembali ke Dunia Tengah untuk berperang dengannya, demi merebut kembali Silmaril yang telah dicurinya; nenek moyang Manusia mendukung para Peri. Tapi Musuh menang dan Barahir tewas dibunuh. Beren, yang melarikan diri melalui bahaya besar, pergi lewat Pegunungan Teror, masuk ke Kerajaan Thingol yang tersembunyi di hutan Neldoreth. Di sana dia melihat Luthien menyanyi dan menari di padang, di sisi Sungai Esgalduin yang tersihir; Beren menamainya Tinuviel, artinya burung bulbul dalam bahasa kuno. Banyak penderitaan menimpa mereka setelah itu, dan mereka terpisah untuk waktu lama. Tinuviel menyelamatkan Beren dari penjara bawah tanah Sauron, dan bersama-sama mereka melewati bahaya-bahaya besar, bahkan menjatuhkan Musuh Besar dan takhtanya, dan mengambil dan mahkota besinya satu dari tiga Silmaril, yang paling cemerlang di antara semua berlian, untuk maskawin Luthien kepada Thingol ayahnya. Namun pada akhirnya Beren dibunuh Serigala yang datang dari gerbang Angband, dan dia mail di pelukan Tinuviel. Tapi Tinuviel memilih menjadi manusia biasa, dan mati di dunia, agar bisa menyusul Beren; dalam lagunya dikatakan bahwa mereka berjumpa lagi di seberang Samudra Pemisah, hidup lagi bersama-sama selama suatu masa singkat di hutan hijau, mereka mati lama berselang, meninggalkan dunia fana ini. Begitulah, hanya Luthien Tinuviel dan bangsa Peri yang mati dan meninggalkan dunia, dan mereka kehilangan dia yang paling mereka cintai. Tapi dari keturunannya muncul garis silsilah bangsawan Peri masa lampau yang turun di antara Manusia. Sampai sekarang keturunannya masih hidup, dan konon silsilahnya tidak akan pernah berhenti. Elrond dan Rivendell termasuk sanaknya. Karena dan Beren dan Luthien lahirlah ahli waris Dior Thingol; dan dari dia turun Elwing the White yang dinikahi Earendil, dia yang berlayar dengan kapalnya, keluar dari kabut dunia, masuk ke lautan surga, dengan Silmaril di dahinya. Dan dari Earendil lahirlah Raja-raja dan Numenor, yaitu Westernesse."
Sementara Strider berbicara, mereka memperhatikan wajahnya yang bergairah aneh, disinari cahaya remang-remang nyala api merah. Matanya berbinar, suaranya dalam dan gagah. Di atasnya terbentang langit gelap berbintang. Mendadak cahaya pucat muncul dari atas mahkota Weathertop di belakang Strider. Bulan yang semakin besar mendaki perlahan ke atas bukit yang melindungi mereka, dan bintang-bintang di atas puncak bukit memudar.
Kisah itu berakhir. Para hobbit bergerak dan meregangkan tubuh. "Lihat!" kata Merry. "Bulan sudah tinggi: pasti sudah larut malam."
Yang lain juga menengadah. Ketika itulah mereka melihat di puncak bukit sesuatu yang kecil dan gelap, berlatar belakang kilauan bulan yang sedang naik. Mungkin juga sesuatu itu hanya sebuah baru besar atau karang menonjol yang kena cahaya pucat.
Sam dan Merry bangkit dan menjauh dari api. Frodo dan Pippin tetap duduk diam. Strider memperhatikan cahaya bulan di atas bukit dengan cermat. Semua diam dan tenang, tapi Frodo merasa ketakutan, setelah Strider tidak berbicara lagi. Ia meringkuk lebih dekat ke api. Pada saat itu Sam berlari kembali dari pinggir lembah.
"Aku tidak tahu apa itu," katanya, "tapi tiba-tiba aku merasa takut. Aku tidak berani keluar dan lembah ini; aku merasa sesuatu sedang merangkak naik di lerengnya."
"Apakah kau melihat sesuatu?" tanya Frodo sambil melompat bangkit.
"Tidak, Sir. Aku tidak melihat apa pun, tapi aku tidak berhenti untuk melihat."
"Aku melihat sesuatu," kata Merry, "atau kupikir begitu di sebelah barat sana, di mana sinar bulan jatuh ke atas dataran rendah di balik bayangan puncak bukit, aku menyangka ada dua atau tiga sosok hitam. Kelihatannya mereka bergerak ke arah sini."
"Tetaplah dekat ke api, dengan wajah menghadap ke luar!" teriak Strider. "Siapkan beberapa tongkat panjang di tangan kalian!"
Untuk waktu lama, hampir tanpa bernapas, mereka duduk di sana, diam dan waspada, membelakangi api, masing-masing menatap ke dalam kekelaman di sekitar. Tak ada yang terjadi. Tak ada bunyi atau gerakan di malam itu. Frodo bergerak, merasa perlu memecah kesunyian: ia ingin sekali berteriak keras.
"Sst!" bisik Strider. "Apa itu?" Pippin menarik napas kaget pada saat bersamaan.
Dari atas bibir lembah kecil itu, di sisi yang jauh dari bukit, mereka merasa sebuah bayangan muncul, satu bayangan atau lebih dari satu. Mereka mengamati lebih tajam, dan bayangan-bayangan itu seolah bertambah. Tak lama kemudian, tak bisa diragukan lagi: tiga atau empat sosok tinggi gelap berdiri di lereng, memandang mereka. Begitu hitam, hingga tampak bagaikan lubang hitam dalam keremangan di belakang. Frodo merasa mendengar desis samar-samar, seperti napas beracun, dan ada hawa dingin yang menusuk tajam. Lalu sosok-sosok itu perlahan-lahan mendekat.
Kengerian melanda Pippin dan Merry, dan mereka tiarap ke tanah. Sam mengerut ke sisi Frodo. Frodo sama ngerinya dengan kawan-kawannya; ia gemetar, seakan-akan sangat kedinginan, tapi ketakutannya tertelan dalam suatu godaan mendadak untuk memasang Cincin-nya. Hasrat ini mencengkeramnya, dan ia tak bisa memikirkan hal lain. Ia tidak lupa Barrow, juga tidak lupa pesan Gandalf; tapi seolah ada yang mendorongnya untuk tidak mengacuhkan semua peringatan, dan ia sangat ingin menyerah. Bukan karena berharap bisa melarikan diri, atau melakukan sesuatu, baik ataupun buruk: ia hanya merasa harus mengambil Cincin itu dan memasangnya di jarinya. Ia tak mampu berbicara. Ia merasa Sam memandangnya, seolah tahu bahwa majikannya sedang dalam kesulitan besar, tapi Frodo tak bisa menoleh kepadanya. Ia memejamkan mata dan berjuang untuk beberapa saat; tapi kemudian ia tak tahan lagi. Akhirnya perlahan-lahan ia mengeluarkan rantainya, dan menyelipkan Cincin itu di jari telunjuk tangan kirinya.
Dalam sekejap, meski semua yang lain tetap seperti sebelumnya, remang-remang dan gelap, sosok-sosok itu menjadi jelas sekali. Ia mampu melihat menembus selubung hitam mereka. Ada lima sosok tinggi: dua berdiri di bibir lembah, tiga maju mendekat. Pada wajah putih mereka menyala mata yang tajam dan tidak kenal kasihan; di bawah mantel mereka ada jubah kelabu panjang; di atas rambut mereka yang kelabu ada topi baja dari perak; di tangan mereka yang kurus kering ada pedang baja. Mata mereka menemukan dirinya dan menusuknya, saat mereka lari mendekati. Dengan nekat ia menghunus pedangnya. Pedang itu menyala merah, seperti sebatang puntung berapi. Dua dari sosok itu berhenti. Yang ketiga lebih tinggi daripada yang lain: rambutnya panjang mengilat, dan di atas topi bajanya ada mahkota. Di satu tangan ia memegang pedang panjang, dan di tangan lainnya sebilah pisau; pisau dan tangan yang memegangnya sama-sama bersinar dengan cahaya pucat. Ia melompat maju dan menghantam Frodo.
Tepat pada saat itu Frodo melemparkan diri ke depan, ke atas tanah, dan ia mendengar dirinya sendiri berteriak nyaring, Oh Elbereth! Gilthoniel! Pada saat yang sama ia memukul kaki musuhnya. Teriakan nyaring terdengar di malam kelam, dan Frodo merasa perih, seakan-akan sebatang anak panah dari es beracun menembus pundak kirinya. Ketika pingsan, ia menangkap sekilas-seolah melalui kabut yang berputar-putar-sosok Strider meloncat keluar dari kegelapan dengan tongkat kayu menyala di kedua tangannya. Dengan upaya terakhir, sambil menjatuhkan pedangnya, Frodo melepaskan Cincin di jarinya dan menggenggamnya erat-erat dalam kepalan tangannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar