Sumbangan / Donate

Donate (Libery Reserve)


U5041526

Kamis, 14 Oktober 2010

Bab 5

KOMPLOTAN TERBONGKAR

"Sekarang sebaiknya kita sendiri juga pulang," kata Merry. "Rasanya ada yang aneh tentang ini semua; tapi ini harus menunggu sampai kita masuk ke rumah."
Mereka melangkah melewati jalan Ferry yang lurus dan terawat baik, dengan pinggiran bebatuan yang dikapur putih. Kira-kira seratus meter kemudian, mereka tiba di tepi sungai, di mana ada dermaga kayu lebar. Sebuah kapal feri datar besar tertambat di sampingnya. Tonggak-tonggak putih dekat tepi air berkilauan dalam cahaya dua buah lampu pada tiang-tiang tinggi. Di belakang mereka, kabut di ladang-ladang datar sekarang sudah melayang di atas pagar-pagar; tapi air di depan mereka gelap, dengan hanya beberapa untai nap keriting di antara rumput-rumput ilalang di tepinya. Kelihatannya di seberang sana kabut lebih tipis.
Merry menuntun kudanya melewati jembatan ke atas feri, dan yang lainnya menyusul. Merry kemudian mendorong feri itu perlahan dengan tongkat panjang. Sungai Brandywine mengalir perlahan dan lebar di depan mereka. Di tepi sebelah sana tebingnya curam, dan sebuah jalan mendaki berkelok-kelok dari dermaganya. Lampu-lampu berkelip di sana. Di belakang menjulang Bukit Buck; dan dari situ, melalui selubung kabut sana-sini, banyak jendela bundar menyala, kuning dan merah. Itulah jendela-jendela Brandy Hall, tempat tinggal zaman kuno kaum Brandybuck.

Lama berselang Gorhendad Oldbuck, kepala keluarga Oldbuck, salah satu yang tertua di Marish atau bahkan di Shire, menyeberangi sungai yang dulu menjadi perbatasan tanah sebelah timur. Ia membangun (dan menggali) Brandy Hall, mengganti namanya menjadi Brandybuck, dan menetap serta kelak menjadi pemimpin dari sebuah negeri kecil yang merdeka. Keluarganya terus berkembang, bahkan setelah ia meninggal, sampai Brandy Hall memenuhi seluruh bukit rendah itu, dan mempunyai tiga pintu depan besar, banyak pintu samping, dan sekitar seratus jendela. Kaum Brandybuck dan para pengikut mereka yang tak, terhitung banyaknya lalu mulai menggali liang, dan di kemudian hari membangun di seluruh penjuru. Itulah asal-muasal Buckland, sebuah petak berpenduduk padat di antara sungai dengan Old Forest, semacam koloni dari Shire. Desanya yang terbesar adalah Bucklebury, bergerombol di tebing dan lereng di belakang Brandy Hall.
Orang-orang di Marish bergaul akrab dengan kaum Buckland, dan wibawa Penguasa Hall (sebutan untuk kepala keluarga Brandybuck) masih diakui petani-petani antara Stock dan Rushey. Tapi kebanyakan orang Shire lama menganggap kaum Buckland agak aneh, bahkan setengah asing. Meski sebenarnya mereka tidak jauh berbeda dengan hobbit-hobbit lain dari Keempat Wilayah. Kecuali dalam satu hal: mereka senang perahu, dan beberapa di antara mereka bisa berenang.
Tanah mereka pada mulanya tidak terlindung dari Timur; tapi pada sisi itu mereka telah membuat pagar tanaman: High Hay. Sudah bergenerasi-generasi yang lain mereka menanamnya; sekarang pagar itu tebal dan tinggi, karena selalu dirawat. Ia membentang mulai dari Jembatan Brandywine, membelok dalam lingkaran besar menjauh dari sungai, ke Haysend (di mana Withywindle mengalir keluar dari hutan, masuk ke Brandywine): lebih dari dua puluh mil dari ujung ke ujung. Tapi tentu saja itu bukan perlindungan yang sempurna. Di banyak tempat, hutan tumbuh rapat dengan pagar itu. Kaum Buckland mengunci pintu mereka setelah gelap, dan itu juga hal yang tidak biasa di Shire.

Kapal feri itu bergerak perlahan di atas air. Pantai Buckland semakin dekat. Sam satu-satunya anggota rombongan yang belum pernah menyeberangi sungai itu. Suatu perasaan aneh merambati dirinya ketika aliran perlahan sungai mendeguk melewatinya; kehidupannya yang lama tertinggal di belakang, di dalam kabut, dan petualangan gelap terhampar di depan. Ia menggaruk kepalanya, dan sesaat ia menyesali kenapa Mr. Frodo tidak tetap tinggal dengan tenang di Bag End.
Keempat hobbit itu turun dari feri. Merry menambatkannya, dan pippin sudah menuntun kuda mendaki jalan setapak, ketika Sam (yang terus menoleh ke belakang, seolah parrot kepada Shire) berkata dengan bisikan parau, "Lihat ke belakang, Mr. Frodo! Apa Anda melihat sesuatu?"
Di atas dermaga jauh di sana, di bawah lampu-lampu, mereka bisa melihat suatu sosok: tampaknya seperti buntalan hitam gelap yang tertinggal. Tapi ketika mereka menatapnya, ia kelihatan bergerak dan bergoyang ke sana kemari, seolah mencari jejak di tanah. Lalu ia merangkak, atau pergi sambil membungkuk, kembali ke dalam keremangan di luar cahaya lampu-lampu.
"Apa pula itu?" seru Merry.
"Sesuatu yang mengejar kami," kata Frodo. "Tapi jangan banyak tanya dulu sekarang! Mari kita segera pergi!" Mereka bergegas mendaki jalan ke puncak tebing, tapi ketika mereka menoleh ke belakang, pantai seberang terselubung kabut, dan tak ada yang tampak.
"Untungnya kau tidak menyimpan perahu di tebing barat!" kata Frodo. "Apa kuda bisa menyeberangi sungai?"
"Mereka bisa berjalan dua puluh mil ke Jembatan Brandywine atau mereka bisa berenang," jawab Merry. "Meski aku belum pernah mendengar ada kuda berenang di Brandywine. Tapi apa hubungannya kuda dengan ini?"
"Nanti akan kuceritakan. Mari kita masuk ke dalam, lalu barulah kita bicara."
"Baiklah! Kau dan Pippin tahu jalan; jadi aku akan jalan lebih dulu dan memberitahu Fatty Bolger bahwa kau akan datang. Kami akan menyiapkan makan malam dan sebagainya."
"Kami sudah makan malam dengan Petani Maggot," kata Frodo, "tapi kami masih bisa makan lagi."
"Baiklah! Berikan keranjang itu!" kata Merry, lalu ia melaju di depan, memasuki kegelapan.

Dari Brandywine ke rumah Frodo yang baru di Crickhollow masih cukup jauh jaraknya. Mereka melewati Bukit Buck dan Brandy Hall di sebelah kiri mereka, dan di pinggiran Bucklebury mereka bertemu jalan raya dari Buckland yang menjalar ke selatan dari Jembatan. Setengah mil ke arah utara menyusuri jalan ini, mereka sampai ke suatu jalan di sebelah kanan. Mereka mengikuti jalan itu beberapa mil, mendaki naik-turun, masuk ke pedalaman.
Akhirnya mereka tiba di sebuah gerbang sempit dalam sebuah pagar tebal. Tak ada yang bisa dilihat dari rumah itu dalam kegelapan: ia berdiri jauh dari jalan, di tengah halaman rumput berupa lingkaran besar, dikelilingi lajur pohon-pohon rendah di sebelah dalam pagar luar. Frodo memilihnya karena berada di sudut negeri yang jauh dari mana-mana, dan tidak ada human lain di dekatnya. Orang bisa keluar-masuk tanpa terlihat. Rumah itu sudah lama dibangun oleh kaum Brandybuck, untuk digunakan para tamu atau anggota keluarga yang ingin istirahat sementara dari kehidupan ramai di Brandy Hall. Rumah itu kuno, dan sedapat mungkin dibuat menyerupai liang tempat tinggal hobbit: panjang dan rendah, tanpa tingkat; atapnya dari lempeng tanah, jendela bundar, dan pintu bundar lebar.
Saat mereka menapaki jalan setapak hijau dari gerbang, tidak tampak cahaya sama sekali; jendela-jendela gelap dan tertutup. Frodo mengetuk pintu, dan Fatty Bolger membukanya. Cahaya yang ramah memancar keluar. Mereka menyelinap masuk dengan cepat, dan mengurung diri sendiri serta cahaya di dalam. Mereka berada di dalam sebuah balairung, dengan pintu pada kedua sisinya; di depan mereka sebuah selasar mengarah ke belakang, melewati tengah rumah.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Merry yang datang dari selasar. "Kami sudah berupaya keras membuatnya tampak seperti rumah tinggal dalam waktu singkat. Bagaimanapun, Fatty dan aku baru kemarin sampai di sini dengan muatan kereta terakhir."
Frodo melihat sekeliling. Memang tampak seperti rumah. Banyak benda kesukaannya-atau barang-barang Bilbo (barang-barang itu sangat mengingatkannya pada Bilbo)-sudah disusun semirip mungkin dengan susunan di Bag End. Tempat itu nyaman, menyenangkan, dan terasa hangat menyambut; dan Frodo berharap ia benar-benar datang ke sini untuk menetap dengan tenteram. Rasanya tidak adil sudah menyusahkan teman-temannya; ia bertanya lagi dalam hati, bagaimana harus menyampaikan pada mereka bahwa ia harus segera pergi lagi. Namun ia terpaksa mesti berpamitan, sebelum mereka semua pergi tidur.
"Sangat menyenangkan!" katanya memaksakan diri. "Rasanya tidak seperti pindah rumah."
Mereka menggantungkan jubah dan menumpuk ransel di lantai. Merry menuntun mereka melewati selasar, dan membuka pintu di ujung terjauh. Nyala api keluar, berikut embusan uap. '
"Air mandi!" seru Pippin. "Bagus sekali, Meriadoc!"
"Siapa yang masuk lebih dulu?" tanya Frodo. "Yang paling tua dulu, atau yang paling cepat? Bagaimanapun, kau akan menjadi yang terakhir, Master Peregrin."
"Percayalah, aku bisa mengaturnya dengan lebih baik!" kata Merry. "Kita tidak bisa mulai hidup di Crickhollow dengan bertengkar tentang mandi. Di ruangan itu ada tiga bak mandi dan satu teko penuh air mendidih. Juga ada handuk, keset, dan sabun. Masuklah, dan cepatlah mandi!"
Merry dan Fatty masuk ke dapur yang ada di ujung lain selasar itu, dan menyibukkan diri dengan persiapan-persiapan terakhir untuk makan malam. Potongan-potongan lagu terdengar saling bersaing dari kamar mandi, bercampur dengan bunyi kecipak air dan gelak tawa. Suara Pippin tiba-tiba terdengar lebih keras dari yang lain, ketika menyanyikan salah satu lagu mandi kesukaan Bilbo.
Ayo nyanyi, nyanyi sambil mandi,
mandi Air Panas di penghujung hari!
Sintinglah dia yang tak mau bernyanyi:
mandi Air Panas bukankah enak sekali!

Oh! Manisnva titik rintik air hujan,
dan sungai yang melompat dari bukit ke hutan;
api mandi Air Panas jelas lebih nyaman
kepulan asapnya menyegarkan badan.

Oh! Air dingin bolehlah dituang
ke tenggorokan haus dan kita pun senang;
tapi minum Bir tentu lebih nikmat,
dan mandi Air Panas 'tuk mengusir penat.

Oh! Air jernih yang melompat menari
di bawah langit meliak-liuk tinggi;
tapi mandi Air Panas sungguh tak tertandingi
alirannya hangat di sela jari-jari kaki!

Ada bunyi cemplungan hebat, dan teriakan Hai! dari Frodo. Kelihatannya air mandi Pippin banyak meniru air mancur dan melompat tinggi.
Merry mendekati pintu. "Bagaimana kalau makan dan menuang bir ke tenggorokan?" serunya. Frodo keluar sambil mengeringkan rambutnya.
"Begitu banyak air beterbangan, jadi aku man ke dapur saja untuk menyelesaikan mandiku," kata Frodo.
"Wah-wah!" kata Merry, sambil melihat ke dalam. Lantai batu terendam air. "Kau harus mengepel lantai itu, Peregrin. Kalau tidak, kau tidak boleh makan," katanya. "Cepatlah, atau kami tidak akan menunggumu.'

Mereka makan malam di dapur, di meja dekat perapian. "Kukira kalian bertiga tidak man makan jamur lagi," kata Fredegar tanpa banyak harapan.
"Ya, kami mau makan jamur," seru Pippin.
"Itu punyaku!" kata Frodo. "Diberikan padaku oleh Mrs. Maggot, ratu di antara istri-istri petani. Singkirkan tanganmu yang serakah, biar aku yang membagi-bagikannya."
Hobbit sangat suka jamur, bahkan melebihi kerakusan Makhluk Besar sekalipun. Itu sebabnya dulu Frodo suka berpetualang ke ladang-ladang tersohor di Marish, dan itu pula sebabnya Maggot merasa sangat dirugikan. Tapi pada kesempatan ini jamurnya cukup banyak untuk mereka semua, bahkan menurut ukuran hobbit sekalipun. Banyak hidangan lain menyusul, dan saat mereka selesai, bahkan Fatty Bolger menarik napas puas.- Mereka mendorong meja dan menempatkan kursi-kursi di sekeliling api.
"Nanti saja beres-beresnya," kata Merry. "Sekarang ceritakan semuanya! Kuduga kalian mengalami petualangan, yang sebenarnya tidak adil bila tanpa aku. Aku ingin cerita lengkap; dan terutama aku ingin tahu ada apa dengan Maggot tua, dan mengapa dia bicara seperti itu padaku. Dia hampir-hampir seperti ketakutan, kalau itu mungkin."
"Kami semua ketakutan," kata Pippin setelah hening sejenak, sementara Frodo memandangi api dan tidak berbicara. "Kau pun pasti begitu, kalau kau dikejar selama dua hari oleh para Penunggang Hitam."
"Siapa mereka?"
"Sosok-sosok hitam menunggang kuda hitam," jawab Pippin. "Kalau Frodo tidak man bicara, aku akan menceritakan semuanya dari awal." Lalu ia membeberkan kisah lengkap perjalanan mereka, . sejak saat mereka berangkat dari Hobbiton. Sam mengangguk-angguk dan berseru memberi dukungan sesekali. Frodo tetap diam.
"Aku pasti akan menyangka kalian cuma mengada-ada," kata Merry, "kalau aku tidak melihat sosok hitam di dermaga itu-dan mendengar nada aneh dalam suara Maggot. Menurutmu ada apa sebenarnya, Frodo?"
"Sepupu Frodo terus menutup mulut," kata Pippin. "Tapi sudah saatnya dia membuka diri. Sejauh ini kami hanya tahu berdasarkan tebakan Petani Maggot bahwa semua ini ada hubungannya dengan harta Bilbo."
"Itu hanya dugaan," kata Frodo cepat. "Maggot tidak tahu apa pun."
"Maggot tua itu cerdik sekali," kata Merry. "Dia punya banyak akal yang tidak dia tunjukkan di balik wajahnya yang bundar itu. Kudengar dulu dia sering masuk ke Old Forest, dan kabarnya dia tahu banyak hal aneh. Tapi setidaknya kau bisa menceritakan pada kami, Frodo, apakah menurutmu dugaannya benar atau salah."
"Kupikir," jawab Frodo perlahan, "dugaannya benar, sejauh itu. Ada hubungannya dengan petualangan Bilbo di masa lalu, dan para Penunggang itu sedang mencari, atau lebih tepatnya nienehisuri, dia atau aku. Aku juga khawatir bahwa ini bukan mainmain, dan bahwa aku tidak aman di sini atau di mana pun." ia memandang ke dinding-dinding dan jendela, seolah takut tiba-tiba mereka runtuh. Yang lain menatapnya dalam diarn, dan saling bertukar pandang penuh arti.
"Sebentar lagi dia pasti bicara," bisik Pippin pada Merry. Merry mengangguk.
"Well!" kata Frodo akhirnya; ia menegakkan punggung, seolah sudah mengambil keputusan. "Aku tak bisa menutupinya lagi. Aku harus menceritakan sesuatu pada kalian semua. Tapi aku tidak tahu bagaimana harus memulainya."
"Kurasa aku bisa menolongmu," kata Merry tenang, "dengan menceritakan sebagian."
"Apa maksudmu?" kata Frodo, memandang Merry dengan cemas.
"Hanya ini, Frodo yang baik: kau sedih, karena kau tidak tahu bagaimana harus pamit. Kau sudah berniat meninggalkan Shire, tentu. Tapi bahaya lebih cepat datang daripada yang kaukira, dan kini kau memutuskan untuk segera pergi. Walau kau sebenarnya tak ingin. Kami kasihan padamu."
Frodo membuka mulutnya, dan menutupnya lagi. Ekspresi keheranannya begitu lucu, sampai mereka semua tertawa. "Frodo yang baik!" kata Pippin. "Kaupikir kau bisa mengelabui kami semua? Kau kurang hati-hati atau kurang cerdik untuk itu! Jelas sekali selama ini kau sudah mengucapkan selamat tinggal pada semua tempat yang sering kaukunjungi sepanjang tahun ini sejak April. Kami sering sekali mendengarmu menggumam, 'Apa aku akan pernah memandang ke dalam lembah itu lagi,' dan hal-hal semacamnya. Dan kau pura-pura sudah kehabisan uang, hingga menjual Bag End tersayang pada keluarga Sackville-Baggins! Dan semua pembicaraan seriusmu itu dengan Gandalf."
"Ya ampun!" kata Frodo. "Kupikir aku sudah cukup hati-hati dan pintar. Aku tidak tahu apa yang akan dikatakan Gandalf. Kalau begitu, apakah seluruh Shire membahas kepergianku?"
"Oh, tidak!" kata Merry. "Jangan khawatir tentang itu! Tentu saja rahasianya tak bisa ditutupi lama-lama, tapi saat ini yang tahu hanya komplotan kami, kukira. Bagaimanapun, kau harus ingat bahwa kami kenal baik denganmu, dan sering bersamamu. Kami biasanya bisa menduga apa yang kaupikirkan. Aku juga kenal Bilbo. Sejujurnya, aku sudah memperhatikanmu dengan cermat sejak Bilbo pergi. Aku sudah menduga, cepat atau lambat kau akan menyusulnya; bahkan aku menyangka kau akan pergi lebih cepat, dan akhir-akhir ini kami sudah sangat cemas. Kami takut kau akan memperdaya kami, dan mendadak pergi sendirian seperti Bilbo. Sejak musim semi ini kami membuka mata lebar-lebar, dan membuat rencana-rencana sendiri juga. Kau tidak bisa semudah itu melarikan diri!"
"Tapi aku harus pergi," kata Frodo. "Mau tak mau, kawan-kawan yang baik. Memang sangat menyedihkan bagi kita semua, tapi tak ada gunanya mencoba menahanku di sini. Karena kalian sudah bisa menduga sejauh ini, tolonglah aku dan jangan halangi aku!"
"Kau tidak mengerti!" kata Pippin. "Kau hams pergi, dan karenanya kami juga. Merry dan aku akan ikut bersamamu. Sam memang bisa diandalkan; dia pasti rela melompat ke dalam mulut buaya demi menyelamatkanmu, kalau dia tidak tersandung kakinya sendiri; tapi kau perlu lebih dari satu pendamping dalam petualanganmu yang penuh bahaya."
"Hobbit-hobbit-ku tersayang!" kata Frodo dengan terharu. "Aku tak bisa mengizinkan itu. Aku sudah lama memutuskan hal ini. Kau berbicara tentang bahaya, tapi kau tidak mengerti. Ini bukan pencarian harta, bukan perjalanan ke sana lalu kembali. Aku berlari dari bahaya mematikan, masuk ke bahaya maut lain."
"Tentu saja kami mengerti," kata Merry tegas. "Itulah sebabnya kami memutuskan untuk ikut. Kami tahu Cincin itu bukan soal mainmain, tapi kami akan berupaya sebaik mungkin untuk membantumu melawan Musuh."
"Cincin!" kata Frodo, sekarang benar-benar kaget.
"Ya, Cincin," kata Merry. "Hobbit-ku yang baik, kau tidak memperkirakan rasa ipgin tahu kawan-kawanmu. Aku sudah tahu keberadaan Cincin itu selama bertahun-tahun-sebelum Bilbo pergi bahkan; tapi karena kelihatannya dia menganggap itu rahasia, aku menyimpan pengetahuan itu untuk diriku sendiri, sampai kami membentuk komplotan. Tentu aku tidak kenal Bilbo sebaik aku kenal kau; aku terlalu muda, dan dia juga lebih hati-hati-tapi tidak cukup hati-hati. Kalau kau ingin tahu bagaimana aku mula-mula tahu tentang cincin itu, akan kuceritakan."
"Ceritakanlah!" kata Frodo lemah.
"Keluarga Sackville-Baggins-lah yang menimbulkan kejatuhannya, seperti mungkin sudah kauduga. Suatu hari, setahun sebelum Pesta, kebetulan aku sedang berjalan-jalan ketika kulihat Bilbo di depanku. Tiba-tiba di kejauhan keluarga S.-B.s muncul, berjalan ke arah kami. Bilbo memperlambat langkahnya, lalu... hai, presto! Dia lenyap. Aku begitu kaget, sampai hampir tak bisa berpikir untuk menyembunyikan diri dengan cara yang lebih wajar; maka aku menerobos pagar tanaman, dan berjalan sepanjang ladang sebelah dalam. Aku mengintip ke jalan, setelah keluarga S.-B.s lewat, dan memandang lurus ke Bilbo ketika dia mendadak muncul lagi. Aku menangkap sekilas kilatan emas saat dia memasukkan sesuatu ke dalam sakunya.
"Setelah itu aku terus mengawasinya. Kuakui, aku memata-matainya. Tapi peristiwa itu memang sangat membuatku penasaran, dan aku masih remaja waktu itu. Pasti aku satu-satunya orang di Shire, selain kau, Frodo, yang pernah melihat buku rahasia si tua itu."
"Kau sudah membaca bukunya?" seru Frodo. "Ya ampun! Apakah tidak ada yang aman?"
"Tidak terlalu aman, menurutku," kata Merry. "Tapi aku hanya melihat sekilas, dan itu sulit sekali. Dia tak pernah membiarkan bukunya tergeletak di sembarang tempat. Aku ingin tahu, apa yang terjadi dengan buku itu. Aku ingin sekali melihatnya lagi. Apakah ada padamu, Frodo?"
"Tidak. Buku itu tidak ada di Bag End. Pasti dia membawanya pergi."
"Well, seperti kataku tadi," lanjut Merry, "aku menyimpan pengetahuanku untuk diriku sendiri, sampai saat musim Semi ini, ketika keadaan mulai gawat. Saat itu kami membentuk komplotan kami; dan karena kami serius sekali dan benar-benar mau menanganinya, maka kami tidak terlalu hati-hati dan cermat. Kau bukan teka-teki yang mudah ditebak, apalagi Gandalf. Tapi kalau kau mau diperkenalkan pada detektif utama kami, aku bisa menunjukkannya."
"Di mana dia?" kata Frodo, melihat sekeliling, seolah berharap melihat sosok bertopeng dan menyeramkan muncul dari dalam lemari.
"Maju ke depan, Sam!" kata Merry, dan Sam berdiri dengan wajah merah sampai ke telinganya. "Inilah sumber informasi kami! Dan dia mengumpulkan banyak sekali informasi, sebelum akhirnya tertangkap. Setelah itu, dia kelihatannya menganggap dirinya dalam pembebasan bersyarat, dan dia diam saja."
"Sam!" seru Frodo, merasa tak bisa lebih kaget lagi, dan tidak tahu apakah ia merasa marah, geli, lega, atau hanya bodoh.
"Ya, Sir!" kata Sam. "Minta maaf, Sir! Tapi aku bukan bermaksud jahat terhadap Anda, Mr. Frodo, maupun pada Mr. Gandalf. Dia punya akal sehat, camkan itu; dan ketika Anda bilang akan pergi sendirian, dia bilang tidak! bawalah seseorang yang bisa kaurpercayai."
"Tapi kelihatannya aku tak bisa mempercayai siapa pun," kata Frodo.
Sam memandangnya dengan sedih. "Itu semua tergantung apa yang kauinginkan," tambah Merry. "Kau bisa mempercayai kami untuk mendampingimu dalam semua kesulitan-sampai akhir yang pahit. Dan kau bisa mempercayai kami untuk menyimpan rahasiamu yang mana pun lebih rapat daripada kau sendiri bisa menyimpannya. Tapi kau tak bisa menyuruh kami membiarkanmu menghadapi masalahmu sendirian, dan pergi tanpa kabar. Kami sahabat-sahabatmu, Frodo. Bagaimanapun: begitulah. Kami sudah tahu sebagian besar dari apa yang diceritakan Gandalf padamu. Kami tahu cukup banyak tentang Cincin itu. Kami sangat takut, tapi kami akan mendampingimu; atau mengikutimu seperti anjing pemburu."
"Dan bagaimanapun, Sir," tambah Sam, "Anda seharusnya mengikuti nasihat para Peri. Gildor mengatakan Anda harus mengajak mereka yang man ikut, dan aku tidak bisa Anda bantah."
"Aku tidak membantahnya," kata Frodo, sambil memandang Sam yang sekarang nyengir. "Aku tidak membantahnya, tapi aku tidak akan pernah percaya lagi bahwa kau sedang tidur, meski kau mendengkur atau tidak. Aku akan menendangmu dengan keras, agar yakin.
"Kalian sekelompok bajingan penipu!" katanya kepada yang lainnya. "Tapi terpujilah kalian!" tawanya sambil bangkit berdiri dan mengibaskan tan-an. "Aku menyerah. Aku akan mengikuti nasihat Gildor. Seandainya bahaya ini tidak begitu gelap, aku akan menari-nari kegirangan. Bagaimanapun, man tak man aku merasa bahagia; lebih bahagia daripada yang sudah lama kurasakan. Aku sudah ketakutan menghadapi sore ini."
"Bagus! Sudah diputuskan. Tiga kali sorak-sorai untuk Kapten Frodo dan rombongannya!" teriak mereka; lalu mereka menari-nari mengitarinya. Merry dan Pippin memulai suatu nyanyian, yang rupanya Sudah mereka siapkan untuk kesempatan itu.
Lagunya menuruti langgam lagu kurcaci yang dulu mengawali petualangan Bilbo, dan mengikuti irama yang sama:

Selamat tinggal rumah dan perapian!
Meski angin berembus dan turun hujan,
Kita harus pergi sebelum fajar
Jauh sekali lewat gunung dan hutan.

Ke Rivendell, tempat Peri
Di lapangan bawah bukit-bukit tinggi.
Lewat padang dan semak kami melaju,
Lalu ke mana kami tak tahu lagi.

Menerobos hutan, menyeberangi ngarai,
Di bawah langit ranjang kami,
Sampai kerja keras kami usai,
Perjalanan kami berakhir; urusan selesai.

Kami harus pergi! Kami harus pergi!
Kami melaju sebelum fajar pagi!

"Bagus sekali!" kata Frodo. "Tapi kalau begitu banyak yang harus kita lakukan sebelum tidur-di bawah atap, setidaknya malam ini."
"Oh! Itu kan hanya puisi!" kata Pippin. "Apa kau benar-benar berniat berangkat sebelum fajar?"
"Aku tidak tahu," jawab Frodo. "Aku takut pada para Penunggang Hitam itu, dan aku yakin tidak aman bila terlalu lama tetap di satu tempat, terutama kalau orang-orang sudah tahu aku akan datang ke sana. Gildor juga menasihatiku agar tidak menunggu. Tapi aku ingin sekali bertemu Gandalf. Kulihat Gildor juga resah ketika tahu Gandalf belum datang. Sebenarnya tergantung dua hal. Seberapa cepat para Penunggang itu bisa sampai di Bucklebury? Dan seberapa cepat kita bisa berangkat? Itu memerlukan persiapan besar."
"Jawaban untuk pertanyaan kedua," kata Merry, "adalah kita bisa berangkat dalam waktu satu jam. Aku sudah menyiapkan semuanya. Ada enam kuda di kandang di seberang padang; persediaan makanan dan perbekalan sudah dikemas, kecuali beberapa pakaian ekstra, dan makanan yang tidak tahan lama."
"Rupanya komplotan kalian sangat efisien," kata Frodo. "Tapi bagaimana dengan Penunggang Hitam? Apakah aman bila kita menunggu Gandalf satu hari?"
"Itu tergantung apa yang menurutmu akan dilakukan para Penunggang Hitam kalau mereka menemukanmu di sini," jawab Merry. "Mereka mungkin sudah sampai di sini sekarang, kalau tidak dihentikan di Gerbang Utara, di mana High Hay terbentang sampai ke tebing sungai, di sisi sebelah sini Jembatan. Para penjaga gerbang tidak akan membiarkan mereka masuk di malam hari, meski mungkin mereka akan berusaha mendobrak pagar itu. Bahkan kurasa siang hari pun para penjaga akan mencoba mencegah orang-orang itu masuk, setidaknya sampai mereka telah memberitahu Penguasa Hall-mereka pasti tidak menyukai penampilan para Penunggang itu, dan pasti ketakutan melihat mereka. Tapi tentu saja Buckland tidak bakal bisa menolak serangan gencar untuk waktu lama. Dan mungkin saja di pagi hari mereka akan membiarkan masuk seorang Penunggang Hitam yang datang menanyakan Mr. Baggins. Sudah banyak yang tahu bahwa kau akan datang untuk tinggal di Crickhollow."

Frodo duduk merenung beberapa saat. "Aku sudah mengambil keputusan," akhirnya ia berkata. "Aku akan berangkat besok, begitu hari terang. Tapi aku tidak akan melewati jalan: lebih aman menunggu di sini daripada berada di jalan. Kalau aku pergi melalui Gerbang Utara, kepergianku dari Buckland akan segera ketahuan, padahal mestinya bisa dirahasiakan selama beberapa hari. Terlebih lagi, Jembatan dan Jalan Timur dekat perbatasan pasti akan diawasi, entah ada Penunggang yang masuk ke Buckland atau tidak. Kita tidak tahu berapa Penunggang yang ada; tapi setidaknya ada dua, dan mungkin lebih. Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah pergi ke arah yang sangat tak terduga."
"Tapi itu berarti masuk ke Old Forest!" kata Fredegar ketakutan. "Kau tidak berniat melakukan itu, kan? Itu sama berbahayanya dengan Penunggang Hitam."
"Tidak persis sama," kata Merry. "Kedengarannya memang nekat sekali, tapi aku yakin Frodo benar. Itu satu-satunya jalan untuk berangkat tanpa segera dikuntit. Kalau beruntung, kita bisa cukup jauh mendahului mereka."
"Tapi kau tidak akan beruntung di dalam Old Forest," bantah Fredegar. "Tidak ada yang pernah beruntung di dalam sana. Kau akan tersesat. Orang-orang tidak berani masuk ke sana."
"Oh, mereka masuk!" kata Merry. "Para Brandybuck sering masuk bila sedang ingin. Kami punya jalan masuk pribadi. Frodo pernah masuk, sudah lama sekali. Aku juga pernah masuk beberapa kali; biasanya siang hari, tentu, bila pepohonan sedang mengantuk dan suasananya cukup tenang."
"Well, lakukanlah yang terbaik menurutmu!" kata Fredegar. "Aku lebih takut pada Old Forest daripada apa pun: cerita-cerita tentangnya seperti mimpi buruk; tapi suaraku tidak bisa masuk hitungan, karma aku tidak akan ikut dalam perjalanan. Meski begitu, aku sangat senang masih ada yang tinggal, untuk menceritakan pada Gandalf apa yang kalian lakukan, kalau dia datang; dan aku yakin tak lama lagi dia akan datang.
Meski Fatty Bolger sangat menyayangi Frodo, ia tak ingin meninggalkan Shire, juga tak ingin melihat apa yang ada di luarnya. Keluarganya berasal dari Wilayah Timur, dari Budgeford di Bridgefields sebenarnya, tapi ia belum pernah melintasi Jembatan Brandywine. Tugasnya, sesuai rencana semula komplotan itu, adalah tetap tinggal di sana untuk menangani orang-orang yang ingin tahu, dan untuk selama mungkin berpura-pura bahwa Mr. Baggins masih tinggal di Crickhollow. Ia bahkan membawa beberapa pakaian lama Frodo untuk membantunya memainkan peran itu. Mereka sama sekali tak menduga peran itu akan terbukti sangat berbahaya.
"Bagus!" kata Frodo setelah memahami rencana mereka. "Kalau tidak, kita tak bisa meninggalkan pesan untuk Gandalf. Aku tidak tahu apakah para Penunggang ini bisa membaca atau tidak, tapi aku tidak akan berani mengambil risiko meninggalkan pesan tertulis, seandainya mereka masuk dan menggeledah rumah ini. Tapi kalau Fatty bersedia mempertahankan benteng, dan aku bisa yakin Gandalf tahu ke mana kita pergi, aku jadi lebih mantap. Aku akan masuk Old Forest besok pagi-pagi."
"Yah, begitulah," kata Pippin. "Secara keseluruhan, aku lebih senang mendapat tugas kami daripada togas Fatty menunggu di sini sampai Penunggang Hitam datang."
"Tunggu sampai kau sudah jauh masuk ke dalam Forest," kata Fredegar, "besok, sebelum jam ini, kau akan berharap masih bersamaku di sini."
"Tak ada gunanya berdebat tentang itu," kata Merry. "Kita masih harus beres-beres dan mengepak, sebelum tidur. Aku akan membangunkan kalian semua sebelum fajar."

Ketika akhirnya ia berbaring di ranjang, Frodo tak bisa tidur untuk beberapa lama. Kakinya sakit. Ia senang besok akan naik kuda. Akhirnya ia tenggelam dalam mimpi samar-samar, di mana ia seperti sedang memandang dari jendela di atas lautan gelap pepohonan kusut. Di bawah sana, di antara akar-akar, ada bunyi makhluk-makhluk yang merangkak dan mengendus-endus. Ia merasa cepat atau lambat mereka akan mengendusnva.
Lalu ia mendengar suara di kejauhan. Mula-mula ia mengira itu suara angin keras yang berembus di atas dedaunan hutan. Lalu ia tahu itu bukan bunyi dedaunan, tetapi bunyi Laut nun jauh di sana; bunyi yang belum pernah didengarnya dalam keadaan terjaga, meski bunyi itu Bering mengganggu mimpinya. Mendadak ia menyadari bahwa ia berada di ruang terbuka. Tak ada pohon lama sekali. Ia berada di padang rumput liar yang gelap, dan ada ban asin yang aneh di udara. Ketika menengadah, ia melihat di hadapannya sebuah menara tinggi putih menjulang sendiri di punggung sebuah bukit tinggi. Dalam dirinya muncul hasrat yang sangat besar untuk memanjat menara itu dan melihat Laut. Ia mulai berjuang mendaki bukit, menuju menara: tapi mendadak seberkas cahaya muncul di langit, dan terdengar bunyi halilintar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar