Sumbangan / Donate

Donate (Libery Reserve)


U5041526

Kamis, 14 Oktober 2010

Bab 2

BAYANGAN MASA LALU

Pembicaraan tidak surut dalam sembilan, bahkan sembilan puluh sembilan, hari. Lenyapnya Mr. Bilbo Baggins untuk kedua kalinya dibahas di Hobbiton, dan bahkan di seluruh penjuru Shire, selama setahun dan sehari, dan berada dalam ingatan lebih lama lagi. Cerita itu malah menjadi dongeng dekat perapian untuk kaum hobbit muda; dan akhirnya Mr. Baggins, yang biasa menghilang mendadak, lalu muncul kembali dengan berkantong-kantong permata dan emas, menjadi tokoh legenda favorit dan tetap hidup, jauh setelah semua kejadian sebenarnya sudah dilupakan.
Sementara itu, pendapat umum di lingkungan itu adalah bahwa Bilbo, yang sejak dulu memang agak sinting, rupanya benar-benar gila pada akhirnya, dan ia menghilang entah ke mana. Pasti ia jatuh ke dalam kolam atau sungai dan menemui ajal yang tragis, walau bukan dalam usia terlalu muda. Sebagian besar kesalahan ditimpakan pada Gandalf.
"Kalau saja penyihir keparat itu tidak mengganggu Frodo, mungkin dia akan mapan dan bisa punya akal sehat, layaknya seorang hobbit," kata mereka. Dan tampaknya Gandalf memang tidak mengganggu Frodo, dan Frodo mulai mapan, tapi pertumbuhan akal sehat hobbitnya tidak begitu kentara. Malah ia langsung mulai melanjutkan reputasi Bilbo dalam hal keanehan. Ia menolak berkabung, dan tahun berikutnya ia mengadakan pesta untuk menghormati ulang tahun Bilbo yang keseratus dua belas, yang disebutnya Pesta Bobot Seratus. Tetapi sebutan itu tidak tepat sasaran, karena hanya dua puluh tamu Yang diundang, dan ada beberapa kali hidangan makanan berlimpah-limpah-salju makanan dan hujan minuman, menurut istilah para hobbit.
Beberapa orang agak terkejut, tapi Frodo tetap mempertahankan kebiasaan mengadakan Pesta Ulang Tahun Bilbo tahun demi tahun, sampai mereka terbiasa. Frodo mengatakan bahwa menurut pendapatnya, Bilbo tidak mati. Ketika mereka bertanya, "Kalau begitu, di mana dia?" Ia hanya angkat bahu.
Frodo hidup sendirian, seperti Bilbo dulu; tapi ia punya cukup banyak teman, terutama di antara para hobbit muda (kebanyakan keturunan Old Took) yang semasa kanak-kanak sangat menyukai Bilbo dan sering keluar-masuk Bag End. Folco Boffin dan Fredegar Bolger adalah dua di antaranya; tapi sahabatnya yang terdekat adalah Peregrin Took (biasanya dipanggil Pippin), dan Merry Brandybuck (nama sebenarnya Meriadoc, tapi jarang diingat orang). Frodo sering berkeliaran di seluruh Shire bersama mereka, tapi ia lebih sering berjalan-jalan sendirian. Yang mengherankan orang-orang yang berakal sehat, kadang-kadang ia terlihat jauh dari rumah, berjalan-jalan di bukit-bukit dan hutan, di bawah cahaya bintang. Merry dan Pippin menduga Frodo sesekali mengunjungi kaum Peri, seperti yang dilakukan Bilbo dulu.

Dengan berlalunya waktu, orang-orang memperhatikan bahwa Frodo juga memperlihatkan tanda-tanda "awet muda" yang bagus: dari luar ia tampak seperti hobbit usia dua puluhan yang tegap dan bersemangat. "Beberapa orang selalu beruntung," kata mereka; tapi baru ketika Frodo mendekati usia lima puluhan- yang lebih bijaksana, mereka mulai menganggap hal itu aneh.
Frodo sendiri, walau mula-mula merasa terkejut, lambat laun menyadari bahwa menjalani hidup sendiri dan dikenal sebagai Mr. Baggins dari Bag End ternyata cukup menyenangkan. Selama beberapa tahun ia cukup bahagia dan tidak begitu cemas tentang masa depan. Tapi, tanpa ia sadari, penyesalannya bahwa ia tidak pergi bersama Bilbo lambat laun semakin berkembang. Kadang-kadang ia bertanya dalam hati, terutama di musim gugur, tentang negeri-negeri liar, dan pemandangan aneh gunung-gunung yang belum pernah dilihatnya, yang muncul dalam mimpi-mimpinya. Ia mulai berkata pada dirinya sendiri, "Mungkin suatu hari nanti aku sendiri akan menyeberangi Sungai." Namun bagian pikirannya yang lain selalu menjawab, "Belum sekarang."
Begitu terus, sampai usia empat puluhannya habis dan ulang tahunnya yang kelima puluh mulai dekat: lima puluh adalah angka yang menurut perasaan Frodo sangat penting (atau mengancam); setidaknya pada usia itulah petualangan Bilbo mendadak dimulai: Frodo mulai merasa gelisah, dan semua jalan lama tampak sudah terlalu sering dijalani. Ia mengamati peta-peta, dan bertanya-tanya apa yang ada di luar perbatasannya. Ia mulai berjalan lebih jauh; dan lebih sering sendirian; Merry dan sahabat-sahabatnya yang lain memperhatikannya dengan cemas. Ia sering terlihat berjalan dan bercakap-cakap dengan pelancong-pelancong asing yang saat itu mulai bermunculan di Shire.

Banyak selentingan tentang kejadian-kejadian aneh di dunia luar; dan karena Gandalf masih belum muncul atau mengirimkan kabar selama beberapa tahun, maka Frodo mengumpulkan sebanyak mungkin berita. Kaum Peri, yang jarang berjalan di Shire, sekarang suka tampak melintas ke arah barat, melalui hutan-hutan di senja hari, lewat tapi tidak kembali; mereka meninggalkan Dunia Tengah dan sudah tidak mempedulikan masalah-masalahnya. Namun banyak sekali kurcaci-kurcaci yang ada di jalan. Jalan Timur-Barat melintasi Shire sampai ke ujungnya di Grey Havens, dan para kurcaci selama ini selalu menggunakannya dalam perjalanan ke tambang mereka di Pegunungan Biru. Merekalah sumber utama berita dari luar daerah untuk para hobbit-kalau mereka ingin tahu; biasanya kurcaci tidak banyak bicara, dan para hobbit tidak banyak bertanya. Tapi kini Frodo sering bertemu kurcaci-kurcaci asing dari negara-negara jauh yang mengungsi ke Barat. Mereka gelisah, dan beberapa berbisik-bisik tentang Musuh dan tentang Negeri Mordor.
Nama itu hanya dikenal para hobbit dalam legenda-legenda masa lalu yang gelap, seperti bayangan di latar belakang ingatan mereka, tapi terasa mengancam dan meresahkan. Dulu kekuatan jahat di Mirkwood sudah diusir oleh Dewan Penasihat Putih, tapi sekarang muncul kembali dengan kekuatan berlipat ganda di benteng-benteng kuno Mordor. Kabarnya Menara Kegelapan sudah dibangun kembali. Dari sana kekuatan jahat itu menyebar sampai jauh dan luas, di timur dan selatan banyak peperangan dan ketakutan yang semakin besar. Bangsa Orc berkembang biak lagi di pegunungan. Troll-troll berada di luar wilayah mereka, tidak lagi bodoh, tetapi cerdik dan punya senjata mengerikan. Dan ada bisik-bisik tentang makhluk-makhluk yang lebih mengerikan daripada semua yang sudah disebutkan, tetapi makhluk-makhluk itu tidak bernama.

Tentu saja hanya sedikit dari berita-berita ini yang sampai ke telinga Para hobbit. Tetapi bahkan hobbit yang paling tuli dan biasa tinggal di rumah pun mulai mendengar kisah-kisah aneh; dan mereka yang mempunyai urusan yang membawa mereka ke perbatasan, melihat hal-hal aneh. Percakapan di Naga Hijau di Bywater, pada suatu senja di tahun kelima puluh usia Frodo, menunjukkan bahwa bahkan di jantung Shire yang paling nyaman sekalipun beredar berbagai desas-desus, meskipun kebanyakan hobbit menertawakannya.
Sam Gamgee sedang duduk di pojok dekat api, di seberangnya ada Ted Sandyman, putra si penggiling; dan ada beberapa hobbit dusun mendengarkan pembicaraan mereka.
"Banyak hal aneh yang terdengar akhir-akhir ini," kata Sam.
"Ah," kata Ted, "tentu terdengar kalau kaudengarkan. Tapi aku bisa mendengar cerita-cerita dekat perapian dan dongeng anak-anak di rumah, kalau aku mau."
"Sudah pasti," jawab Sam pedas, "dan aku berani bilang cerita-cerita itu mengandung kebenaran lebih banyak daripada yang kauduga. Siapa yang mengarang cerita-cerita itu, sih? Misalnya tentang naga."
"Tidak, terima kasih," kata Ted, "aku tak mau. Aku sudah mendengar tentang naga sejak aku masih kecil, tapi talc ada alasan untuk mempercayainya sekarang. Hanya ada satu Naga di Bywater sekarang, dan dia Hijau," kata Ted, dan semua tertawa.
"Baik," kata Sam, ikut tertawa bersama yang lain. "Tapi bagaimana dengan Manusia-Manusia-pohon, yang mungkin bisa disebut raksasa itu? Kata mereka, di luar North Moors belum lama ini terlihat satu raksasa yang lebih besar daripada pohon."
"Siapa mereka?"
"Sepupuku Hal salah satunya. Dia bekerja untuk Mr. Boffin di Overhill, dan sering ke Wilayah Utara untuk berburu. Dia melihat satu."
"Mengaku-aku melihat, mungkin. Hal-mu itu selalu mengatakan melihat sesuatu; mungkin juga dia melihat hal-hal yang sebenarnya tidak ada."
"Tapi yang ini sebesar pohon elm, dan berjalan-setiap langkahnya sejauh tujuh meter, tidak main-main."
"Kalau begitu, aku bertaruh itu main-main. Yang dia lihat memang pohon elm, pasti begitu."
"Tapi yang ini berjalan, benar-benar berjalan; dan tidak ada pohon elm di North Moors."
"Kalau begitu, Hal memang tidak melihat pohon elm," kata Ted. Bunyi tawa dan tepuk tangan bergema; yang lain menganggap Ted menang satu angka.
"Bagaimanapun," kata Sam, "kau tidak bisa mengelak bahwa orang lain selain Halfast sudah melihat banyak orang aneh melintasi Shire-melintasi, perhatikan itu; lebih banyak lagi yang dilarang masuk di perbatasan. Para Penjaga Perbatasan belum pernah sesibuk ini.
"Dan kudengar para Peri pindah ke barat. Katanya mereka akan pergi ke pelabuhan, jauh di sana, di luar Menara-Menara Putih." Sam mengibaskan tangannya samar-samar: baik dia maupun yang lain tidak tahu seberapa jauh jarak ke Laut, melewati menara-menara tua di luar perbatasan barat Shire. Tapi sudah menjadi tradisi bahwa jauh di sana terdapat Grey Havens, dari mana sesekali kapal-kapal para Peri berlayar, dan tak pernah kembali.
"Mereka berlayar, berlayar, berlayar mengarungi Laut, mereka pergi ke Barat dan meninggalkan kita," kata Sam, setengah menyanyikan kata-kata itu, menggelengkan kepalanya dengan sedih dan khidmat. Tapi Ted tertawa.
"Well, itu bukan hal baru, kalau kau percaya dongeng-dongeng kuno. Dan aku tidak mengerti, apa hubungannya itu dengan kau atau aku. Biarkan mereka berlayar! Tapi aku yakin kau belum pernah melihat mereka melakukan itu; juga orang-orang lain di Shire ini."
"Well, aku tidak tahu," kata Sam sambil merenung. Ia percaya ia pernah melihat seorang Peri di hutan, dan ia masih berharap akan melihatnya lagi suatu hari nanti. Dari semua legenda yang sudah didengarnya semasa kanak-kanak, potongan-potongan dongeng dan kisah-kisah yang setengah diingatnya tentang Peri, seperti yang diketahui hobbit, itulah yang paling menyentuh hatinya. "Ada beberapa orang, bahkan di wilayah ini, yang kenal Bangsa Halus ini dan mendengar kabar tentang mereka," kata Sam. "Misalnya Mr. Baggins, pada siapa aku bekerja. Dia bercerita bahwa mereka suka berlayar, dan dia tahu sedikit tentang kaum Peri. Dan Mr. Bilbo tua tahu lebih banyak: aku banyak mengobrol dengannya ketika aku masih kecil."
"Oh, mereka berdua kan. sinting," kata Ted. "Bilbo tua jelas sinting, dan Frodo sekarang mulai sinting. Kalau kau mendapat beritamu dari sana, kau tidak bakal pernah kekurangan omong kosong. Yah, kawan-kawan, aku mau pulang. Semoga sehat selalu!" ia menghabiskan minumannya dan pergi dengan berisik.
Sam duduk diam dan tidak berbicara lagi. Banyak sekali yang perlu dipikirkannya. Salah satunya, masih banyak pekerjaannya di kebun Bag End, dan besok ia akan sibuk sekali, kalau cuaca cerah. Rumput tumbuh sangat cepat. Tapi yang dipikirkan Sam bukan sekadar berkebun. Setelah beberapa saat, ia menarik napas panjang dan bangkit berdiri, lalu keluar.
Saat itu awal April, dan langit bersih setelah hujan lebat. Matahari sudah terbenam, dan senja sejuk dan pucat diam-diam melebur menjadi malam. Sam berjalan pulang di bawah bintang-bintang, melewati Hobbiton dan naik ke Bukit, sambil bersiul perlahan dan merenung.

Pada saat itulah Gandalf muncul kembali setelah lama tidak hadir. Selama tiga tahun sejak Pesta Bilbo ia tidak datang. Lalu ia mengunjungi Frodo sebentar, dan pergi lagi setelah mengamatinya dengan saksama. Selama satu-dua tahun berikutnya ia cukup sering muncul, datang tak terduga setelah senja, dan pergi tiba-tiba sebelum fajar. Ia tidak mau membahas urusan dan perjalanan-perjalanannya sendiri, dan kelihatannya ia terutama tertarik pada berita-berita kecil tentang kesehatan dan tingkah laku Frodo.
Kemudian mendadak kunjungan-kunjungannya berhenti. Sudah lebih dari sembilan tahun Frodo tidak mendengar kabar dan Gandalf atau melihatnya, dan ia sudah mulai berpikir penyihir itu takkan kembali dan sudah kehilangan minat kepada para hobbit. Tapi sore itu, ketika Sam sudah pulang dan senja mulai memudar, terdengar bunyi ketukan yang dulu begitu akrab di jendela ruang belajar.
Frodo menyambut sahabat lamanya dengan terkejut dan sangat senang. Mereka saling menatap dengan tajam.
"Semuanya baik-baik yah?" kata Gandalf. "Kau masih tampak sama, Frodo!"
"Kau juga," jawab Frodo; tapi dalam hati ia berpikir bahwa Gandalf kelihatan lebih tua dan letih. Frodo mendesak Gandalf bercerita tentang dirinya sendiri dan kabar-kabar dari dunia luas; mereka segera terlibat pembicaraan serius, dan belum tidur sampai larut malam.

Pagi berikutnya, setelah sarapan siang sekali, penyihir itu duduk bersama Frodo di dekat jendela terbuka ruang kerja. Api terang menyala di perapian, tapi matahari terasa panas, dan angin berembus dari Selatan. Semua kelihatan segar, kehijauan musim semi yang baru berkilauan di padang rumput dan di ujung jemari pepohonan.
Gandalf memikirkan pagi musim semi hampir delapan puluh tahun yang lalu, ketika Bilbo lari keluar dari Bag End tanpa saputangan. Mungkin rambutnya sekarang sudah lebih putih daripada saat itu, janggut serta alisnya mungkin lebih panjang, dan wajahnya lebih tergurat kepedulian dan kebijaksanaan; tapi matanya masih sama jernihnya, dan ia merokok serta meniup lingkaran-lingkaran asap dengan semangat dan keceriaan yang sama.
Sekarang ia merokok dalam diam, karena Frodo juga duduk diam, merenung. Bahkan dalam cahaya pagi yang cerah itu ia bisa merasakan bayang-bayang gelap dari kabar yang dibawa Gandalf. Akhirnya ia memecah kesunyian tersebut.
"Tadi malam kau mulai menceritakan hal-hal aneh tentang cincinku, Gandalf," kata Frodo. "Lalu kau berhenti, karena menurutmu hal-hal seperti itu lebih baik dibicarakan di pagi hari. Apa tidak sebaiknya kauselesaikan ceritamu sekarang? Katamu cincin itu berbahaya, jauh lebih berbahaya daripada yang kuduga. Dalam hal apa?"
"Dalam banyak hal," jawab penyihir itu. "Cincin itu jauh lebih kuat daripada yang kusangka semula; begitu kuat, sampai akhirnya dia akan menguasai makhluk hidup mana pun yang memilikinya. Cincin itu yang akan memilikinya.
"Di Eregion, di masa lalu, banyak dibuat cincin Peri; cincin sihir, begitu kau menyebutnya, dan beragam pula macamnya: beberapa lebih ampuh dan beberapa tidak begitu ampuh. Cincin yang kurang bagus hanyalah percobaan dalam kriya ini sampai dia matang, dan bagi para pandai besi Peri, cincin semacam itu tidak ada artinya-tapi menurutku tetap sangat berbahaya bagi makhluk hidup. Tetapi Cincin-Cincin Agung, Cincin-Cincin Kekuasaan, mereka amat sangat berbahaya.
"Makhluk hidup yang menyimpan salah satu Cincin Agung itu, Frodo, tidak akan mati, tetapi dia juga tidak akan tumbuh atau memperoleh kehidupan lebih banyak, dia hanya berlanjut terus, sampai akhirnya setiap menit terasa meletihkan. Dan kalau dia sering menggunakan Cincin itu untuk membuat dirinya tidak tampak, dia akan memudar: akhirnya dia akan selamanya tidak tampak; dia akan berjalan dalam bayang-bayang, di bawah mata kekuasaan gelap yang mengendalikan Cincin-Cincin itu. Ya, cepat atau lambat-lambat, kalau dia kuat atau berniat baik pada awalnya, tetapi baik kekuatan maupun niat baik tidak akan bisa bertahan-cepat atau lambat kekuatan gelap itu akan melahapnya."
"Menakutkan sekali!" kata Frodo. Lalu keduanya kembali berdiam diri... lama. Suara Sam Gamgee memangkas kebun terdengar dari arah halaman.
"Sudah berapa lama kau mengetahui ini?" tanya Frodo akhirnya. "Dan seberapa banyak yang diketahui Bilbo?"
"Aku yakin Bilbo tidak tahu lebih dari yang diceritakannya padamu," kata Gandalf. "Dia pasti tidak akan mewariskan sesuatu yang diduganya berbahaya padamu, meski aku berjanji akan mengawasimu.
Menurutnya cincin itu indah sekali, dan sangat bermanfaat bila dibutuhkan; kalau ada sesuatu yang salah atau aneh, sesuatu itu adalah dirinya sendiri. Dia mengatakan 'cincin itu memberatkan pikirannya', dan dia selalu mencemaskannya; tapi dia tidak curiga bahwa cincin itulah penyebabnya. Tapi dia menemukan bahwa benda itu perlu dirawat; ukurannya atau bobotnya tidak selalu sama; cincin itu bisa mengecil atau membesar dengan cara yang aneh, dan bisa tiba-tiba lolos dari jari yang semula pas mengenakannya."

"Ya, dia memperingatkan aku tentang itu dalam suratnya yang terakhir," kata Frodo, "maka aku selalu menyimpannya terikat pada rantainya."
"Bijak sekali," kata Gandalf. "Tapi tentang hidupnya yang panjang, Bilbo tak pernah menghubungkannya dengan cincin itu. Dia menganggap itu kehebatannya sendiri, dan dia sangat bangga akan hal itu. Meskipun dia mulai merasa resah dan gelisah. Aku merasa tipis dan terulur, katanya. Suatu tanda bahwa cincin itu sudah mulai mengendalikannya."
"Sudah berapa lama kau tahu semua ini?" tanya Frodo lagi.
"Tahu?" kata Gandalf. "Aku sudah tahu banyak hal yang hanya diketahui kaum Bijak, Frodo. Tapi kalau maksudmu 'tahu tentang cincin ini', yah, aku masih belum tahu, bisa dikatakan begitu. Ada hal terakhir yang harus diuji. Tapi aku sudah tidak meragukan dugaanku.
"Kapan aku pertama mulai menduga?" renting Gandalf sambil mencari-cari dalam ingatannya. "Coba kuingat-ingat-Bilbo menemukan cincinnya di tahun ketika Dewan Penasihat Putih mengusir kekuatan gelap dari Mirkwood, tepat sebelum Pertempuran Lima Pasukan. Rasa takut menyelimuti hatiku saat itu, meski aku belum tahu apa yang kutakuti. Aku sering bertanya-tanya, bagaimana Gollum bisa mendapatkan Cincin Agung itu-bahwa itu Cincin Agung, setidaknya sudah jelas dari awal. Lalu aku mendengar kisah aneh dari Bilbo, tentang bagaimana dia 'memenangkannya', dan aku tidak percaya. Ketika akhirnya aku berhasil mengorek kebenarannya, langsung kusadari bahwa dia mencoba mengaku-aku kepemilikannya atas cincin itu. Mirip sekali dengan Gollum, yang mengatakan cincin itu adalah 'hadiah ulang tahunnya'. Kebohongan-kebohongan itu terlalu mirip, sehingga aku curiga. Jelas cincin itu memiliki kekuatan tak sehat yang langsung mempengaruhi pemiliknya. Itu peringatan pertama yang kudapat bahwa ada bahaya besar. Sering sekali aku mengatakan pada Bilbo bahwa cincin-cincin seperti itu lebih baik tidak digunakan; tapi dia tak senang, dan menjadi marah. Tak banyak yang bisa kulakukan. Aku tak bisa mengambil cincin itu darinya tanpa menyebabkan kerusakan lebih parah; dan bagaimanapun, aku tidak berhak melakukan itu. Aku hanya bisa memperhatikan dan menunggu. Mungkin aku bisa meminta nasihat Saruman si Putih, tapi selalu ada saja yang menahanku."
"Siapa Saruman itu?" tanya Frodo. "Aku belum pernah mendengar namanya."
"Mungkin tidak," jawab Gandalf. "Kaum hobbit tidak menjadi perhatiannya. Namun dia termasuk di antara kaum Bijak. Dia kepala ordo-ku dan ketua Dewan Penasihat. Pengetahuannya dalam sekali, tapi kesombongannya ikut tumbuh seiring pengetahuannya, dan dia sangat tidak menyukai campur tangan. Adat-istiadat dan pengetahuan tentang Cincin-Cincin Peri, besar maupun kecil, adalah wilayahnya. Dia sudah lama mempelajarinya, mencari rahasia yang hilang tentang pembuatan mereka; tapi ketika Cincin-Cincin itu dibahas dalam Dewan Penasihat, segala sesuatu yang diungkapkannya pada kami tentang cincin itu meredam ketakutanku. Maka keraguanku terlena-tapi dengan perasaan gelisah. Aku tetap memperhatikan dan menunggu.
"Dan semuanya kelihatan baik-baik saja dengan Bilbo. Tahun-tahun berlalu. Ya, berlalu, dan tampaknya tidak menyentuh Bilbo. Dia tidak kelihatan bertambah tua. Kekhawatiran itu timbul lagi di hatiku. Tapi aku berkata pada diriku sendiri, 'Bagaimanapun, dia berasal dari keturunan yang berumur panjang dari pihak ibunya. Masih ada waktu. Tunggulah!'
"Dan aku menunggu. Sampai malam itu, ketika Bilbo pergi dari rumahnya. Dia mengatakan dan melakukan hal-hal yang menimbulkan ketakutan besar dalam hatiku, yang tak bisa dihilangkan oleh kata-kata Saruman. Akhirnya tahulah aku bahwa sesuatu yang gelap dan mematikan sedang bekerja. Dan sejak itu kuhabiskan sebagian besar waktuku untuk mencari kebenaran sesungguhnya tentang cincin itu."
"Tak ada bahaya permanen, bukan?" tanya Frodo dengan cemas. "Dia akan baik-baik saja pada waktunya, bukan? Maksudku, bisa beristirahat dalam damai?"
"Dia Ian-sung merasa lebih baik," kata Gandalf. "Tapi hanya ada satu Kekuatan di dunia ini yang tahu semuanya tentang Cincin-Cincin ini dan pengaruhnya; dan sejauh yang kuketahui, tak ada Kekuatan di dunia ini yang tahu segalanya tentang hobbit. Di antara kaum Bijak, hanya aku seorang "yang man mempelajari adat-istiadat dan pengetahuan tentang hobbit: suatu cabang pengetahuan yang tak dikenal, tapi penuh kejutan. Mereka bisa selembek mentega, tapi kadang-kadang sekokoh akar-akar pohon tua. Mungkin ada hobbit yang bisa menolak Cincin-Cincin itu jauh lebih lama dari yang diyakini kaum Bijak. Kukira kau tidak perlu cemas tentang Bilbo.
"Memang dia sudah bertahun-tahun memiliki cincin itu, dan menggunakannya, jadi mungkin perlu waktu lama sampai pengaruhnya hilang-sebelum aman baginya untuk melihatnya lagi, misalnya. Bagaimanapun, dia bisa hidup bertahun-tahun lagi dengan bahagia: tetap sama seperti saat dia berpisah dengan cincin itu, karena akhirnya dia melepaskannya atas kerelaannya sendiri: ini suatu pokok penting. Tidak, aku tidak cemas lagi tentang Bilbo, begitu dia melepaskan cincin itu. Terhadap dirimulah aku merasa bertanggung jawab.
"Sejak Bilbo pergi, aku sangat khawatir tentang dirimu, dan semua hobbit yang memikat, konyol, dan tak berdaya ini. Akan menjadi suatu pukulan menyedihkan bagi dunia, kalau Kekuasaan Gelap menguasai Shire; kalau semua Bolger, Hornblower, Boffin, Bracegirdle dan yang lainnya, tak lupa para Baggins konyol, diperbudak olehnya."
Frodo menggigil. "Tapi kenapa harus begitu?" tanyanya. "Dan untuk apa dia menginginkan budak-budak seperti itu?"
"Sejujurnya," jawab Gandalf, "aku yakin selama ini-selama ini, camkan itu-dia sama sekali tidak melihat keberadaan para hobbit. Kau boleh bersyukur. Tapi keamanan kalian sudah hilang. Dia tidak membutuhkan kalian-dia punya banyak budak lain yang berguna tapi dia tidak akan melupakan kalian lagi. Dan para hobbit sebagai budak-budak sengsara akan jauh lebih menyenangkan hatinya daripada hobbit yang bebas dan bahagia. Di dunia ini ada yang namanya kedengkian dan balas dendam!"
"Balas dendam?" kata Frodo. "Balas dendam untuk apa? Aku masih belum mengerti, apa hubungannya semua ini dengan Bilbo dan aku, dan cincin kita."
"Semuanya berhubungan," kata Gandalf. "Kau belum tahu bahaya yang sebenarnya; tapi kau akan tahu. Aku sendiri belum yakin ketika terakhir aku berada di sini; tapi sekarang sudah tiba saatnya untuk mengungkapkannya. Berikan cincin itu padaku sebentar."

Frodo mengambil cincin itu dari saku celananya; cincin itu disambungkan dengan sebuah rantai yang tergantung dari ikat pinggangnya. Ia melepaskannya dan dengan perlahan memberikannya kepada penyihir itu. Mendadak cincin itu terasa lebih berat, seolah Frodo sendiri atau cincin itu sendiri agak enggan disentuh Gandalf.
Gandalf mengangkatnya. Kelihatannya cincin itu terbuat dari emas murni dan padat. "Kau bisa melihat tulisan di atasnya?" tanyanya.
"Tidak," kata Frodo. "Tidak ada apa-apa. Cincin itu polos sekali, dari tidak pernah memperlihatkan tanda goresan atau tanda usang."
"Kalau begitu, lihatlah!" Dengan tercengang dan cemas Frodo menyaksikan penyihir itu tiba-tiba melemparkan cincin tersebut ke tengah ujung api yang menyala. Frodo berteriak dari meraih penjepit, tapi Gandalf menahannya.
"Tunggu!" katanya dengan nada memerintah, sambil melirik cepat ke arah Frodo dari balik alisnya yang tebal berdiri.
Tak ada perubahan nyata pada cincin itu. Setelah beberapa saat, Gandalf berdiri dari menutup tirai. Ruangan itu menjadi gelap dan sunyi, meski bunyi gunting Sam yang sekarang lebih dekat ke jendela masih terdengar samar-samar dari arah kebun. Sejenak penyihir itu berdiri menatap api; lalu ia membungkuk, memindahkan cincin tersebut dengan penjepit ke atas perapian, dari langsung memegangnya. Frodo terkesiap.
"Cukup dingin," kata Gandalf. "Ambil!" Frodo menerimanya di atas telapak tangannya yang mengerut. Tampaknya cincin itu lebih tebal dan berat daripada sebelumnya.
"Angkat!" kata Gandalf. "Dan perhatikan dengan cermat!"
Frodo melakukannya, dan melihat garis-garis halus, lebih halus daripada sapuan pena terhalus, tertera di cincin itu, pada bagian luar maupun dalam: garis-garis api yang seperti membentuk huruf-huruf suatu tulisan yang mengalir. Garis-garis itu menyala tajam, namun jauh, seolah dari suatu kedalaman.
"Aku tidak bisa membaca huruf-huruf menyala ini," kata Frodo dengan suara gemetar.
"Tidak," kata Gandalf, "tapi aku bisa. Huruf-huruf ini tulisan Peri, dari langgam kuno, tetapi bahasanya dari Mordor, yang tidak akan kuucapkan di sini. Namun dalam Bahasa Umum artinya kira-kira begini:
Satu Cincin 'tuk membawa mereka semua
dan dalam kegelapan mengikat mereka.
Itu hanya dua baris dari syair yang sudah lama dikenal dalam adat-istiadat Peri:

Tiga Cincin untuk raja-raja Peri di bawah langit,
Tujuh untuk raja-raja Kurcaci di balairung batu mereka,
Sembilan untuk Insan Manusia yang ditakdirkan mati,
Satu untuk Penguasa Kegelapan di takhtanya yang kelam
Di Negeri Mordor di mana Bayang-bayang merajalela.
Satu Cincin 'tuk menguasai mereka semua,
Satu Cincin 'tuk menemukan mereka,
Satu Cincin 'tuk membawa mereka semua
dan dalam kegelapan mengikat mereka
Di Negeri Mordor di mana Bayang-bayang merajalela.

Gandalf berhenti, lalu berkata perlahan dengan suara dalam, "Ini adalah Cincin Utama, Cincin yang Satu untuk menguasai mereka semua. Inilah Cincin Utama yang hilang beberapa abad yang lalu, hingga sangat melemahkan kekuatannya. Dia sangat berhasrat memilikinya-tapi jangan sampai dia memperolehnya."
Frodo duduk diam tak bergerak. Ketakutan seolah mengulurkan tangannya, seperti awan gelap yang terbit di Timur, dan bayangannya seakan-akan hendak menelannya. "Cincin ini!" ia berkata terbata-bata. "Bagaimana, bagaimana sampai bisa jatuh ke tanganku?"

"Ah!" kata Gandalf. "Ceritanya panjang sekali. Awalnya dimulai pada Tahun-Tahun Hitam, yang sekarang hanya diingat para ahli dongeng. Jika aku harus menceritakan seluruh kisah itu padamu, bisa-bisa kita masih duduk di sini saat Musim Semi berganti ke Musim Dingin.
"Tapi tadi malam aku sudah menceritakan tentang Sauron yang Perkasa, Penguasa Kegelapan. Selentingan-selentingan yang sudah kaudengar memang benar: dia memang sudah bangkit kembali dan meninggalkan kubunya di Mirkwood, kembali ke wilayah kekuasaannya yang luas di masa lampau di Menara Kegelapan di Mordor. Pasti nama itu sudah pernah terdengar oleh kaum hobbit, seperti sebuah bayangan di perbatasan kisah-kisah kuno. Selalu setelah kalah dan beristirahat, sang Bayangan berubah wujud dan tumbuh lagi."
"Seandainya hal ini tak perlu terjadi di masa hidupku," kata Frodo.
"Aku pun berharap begitu," kata Gandalf, "begitu pula semua orang yang hidup dan mengalami masa-masa seperti itu. Tapi bukan hak mereka untuk menentukan. Yang perlu kita putuskan adalah apa
yang akan kita lakukan dengan waktu yang diberikan pada kita. Dan Frodo, waktu kita sudah mulai gelap. Musuh dengan cepat bertambah kuat. Rencana-rencananya masih jauh dari matang, tapi sedang menuju kematangan. Kita akan sangat kesulitan. Kita akan sangat kesulitan, meski tidak terjadi kebetulan yang mengerikan ini.
"Musuh masih kekurangan satu hal untuk memberinya kekuatan dan pengetahuan untuk mematahkan semua perlawanan, meruntuhkan pertahanan terakhir, dan menyelimuti semua negeri dalam kegelapan kedua. Dia tidak mempunyai Cincin Utama.
"Tiga Cincin, yang paling indah, disembunyikan oleh para Raja Peri, dan tangannya belum pernah menyentuh atau menodai ketiganya. Tujuh menjadi milik kaum Kurcaci, tapi dia sudah berhasil mendapatkan tiga, dan yang lainnya dimakan naga-naga. Sembilan diberikannya kepada Makhluk Manusia yang angkuh dan agung, untuk menjerat mereka. Lama berselang mereka jatuh di bawah kekuasaan yang Satu itu, dan mereka menjadi Hantu Cincin, bayang-bayang di bawah Bayangan-nya yang besar, pelayan-pelayannya yang paling mengerikan. Sudah lama sekali. Sudah lama sekali sejak kaum Sembilan itu pergi ke luar wilayah mereka. Tapi siapa tahu? Kalau Bayangan itu tumbuh lagi, mungkin mereka juga akan berkeliaran lagi. Tapi ayolah! Kita tidak akan membahas hal-hal semacam itu di pagi hari di Shire.
"Jadi, begitulah sekarang: yang Sembilan sudah dikumpulkannya sendiri; yang Tujuh juga, atau kalau tidak mereka sudah hancur. Yang Tiga masih tersembunyi. Tapi itu sudah bukan masalah untuknya. Dia hanya membutuhkan yang Utama; karena dia sendiri yang membuat Cincin itu, cincin itu miliknya, dan dia memasukkan sebagian besar kekuatannya di masa lalu ke dalam cincin itu, agar bisa mengendalikan semua yang lain. Kalau dia menemukannya, dia akan kembali memerintah mereka semua, di mana pun mereka berada, bahkan juga yang Tiga itu, dan semua yang sudah dibuat bersamaan dengan mereka akan terbuka, dan dia akan semakin kuat.
"Dan inilah kemungkinan yang mengerikan, Frodo. Semula dia menyangka Cincin Utama sudah hancur; bahwa kaum Peri sudah menghancurkannya, seperti seharusnya. Tapi kini dia tahu bahwa cincin itu tidak hancur, bahwa cincin itu ditemukan. Jadi, sekarang dia mencarinya, mencarinya, dan seluruh tekadnya ditujukan pada cincin itu. Cincin itu menjadi harapannya yang besar, dan ketakutan kita yang besar."
"Kenapa, kenapa tidak dihancurkan?" seru Frodo. "Dan bagaimana Musuh sampai bisa kehilangan cincin itu kalau dia begitu kuat, dan kalau cincin itu begitu berharga baginya?" Frodo menggenggam erat Cincin itu, seolah ia sudah melihat jari-jari gelap yang menggapai-gapai untuk merebutnya.
"Cincin itu diambil darinya," kata Gandalf. "Kekuatan kaum Peri zaman dulu lebih besar untuk melawannya; dan tidak semua Manusia terasing dari mereka. Orang-Orang Westernesse datang membantu mereka. Itu suatu bab yang patut diingat dalam sejarah kuno; karena di masa itu juga ada kesengsaraan, dan kegelapan yang semakin meluas, tapi juga ada keberanian dan perbuatan-perbuatan besar yang tidak sia-sia. Suatu hari nanti mungkin aku akan menceritakan seluruh kisah ini, atau kau akan mendengar keseluruhannya dari dia yang paling tahu.
"Tapi untuk sementara ini, yang paling perlu kauketahul hanyalah bagaimana cincin ini sampai kepadamu; aku saja sudah merupakan kisah panjang, jadi itu saja yang akan kuceritakan. Adalah Gil-galad, raja Peri, dan Elendil dari Westernesse yang menggulingkan Sauron. meski mereka sendiri tewas dalam pertempuran itu; putra Elendil, Isildur, memotong cincin aku dari jari tangan Sauron dan mengambilnya. Lalu Sauron ditaklukkan dan rohnya lari bersembunyi lama sekali, sampai bayangannya mulai berwujud kembali di Mirkwood.
"Tetapi Cincin itu hilang. Dia jatuh ke dalam Sungai Besar Anduin, dan lenyap, karena Isildur berjalan ke utara, sepanjang tepi sebelah timur Sungai. Di dekat Gladden Fields dia dihadang kaum Orc dari Pegunungan; hampir semua pengikutnya dibantai. Dia melompat ke dalam air, tetapi Cincin aku terlepas ketika dia berenang, lalu para Orc melihatnya dan membunuhnya dengan anak panah."
Gandalf berhenti. "Dan di sana, di kolam-kolam gelap di tengah Gladden Fields," katanya, "Cincin itu hilang dari pengetahuan dan legenda; riwayatnya hanya diketahui sedikit orang, dan Dewan Penasihat tak bisa menemukan lebih banyak dari itu. Tapi kupikir akhirnya aku bisa melanjutkan kisah itu."

"Jauh setelah itu, tetapi masih lama berselang, di tepi Sungai Besar di perbatasan Belantara tinggal suatu bangsa yang terampil dengan tangan mereka, dan bisa berjalan tanpa bersuara. Kukira mereka semacam hobbit; bersanak dengan para ayah dari ayah kaum Stoor, karena mereka mencintai Sungai, dan sering berenang di dalamnya, atau membuat perahu-perahu kecil dari ilalang. Di antara mereka ada sebuah keluarga yang sangat terhormat, karena besar dan lebih kaya daripada kebanyakan keluarga lain, dan diperintah oleh seorang nenek kaum itu, keras dan bijak dalam adat-istiadat kuno yang mereka miliki. Yang berwatak paling ingin tahu dan selalu mencari tahu dari keluarga itu adalah Smeagol. Dia tertarik pada akar-akar dan sumber segala sesuatu; dia suka menyelam ke dalam telaga-telaga dalam; dia menggali di bawah pohon-pohon dan tanaman; dia membuat terowongan di dalam bukit-bukit hijau; dan dia berhenti melihat ke atas, ke puncak-puncak bukit, atau dedaunan di pohon, atau bunga-bunga yang mekar di udara: kepala dan matanya tertuju ke bawah.
"Dia mempunyai seorang teman bernama Deagol, dari bangsa yang sama, lebih tajam matanya, tapi tidak begitu cepat dan kuat. Pada suatu hari, mereka naik perahu ke Gladden Fields, di mana banyak kumpulan bunga iris dan ilalang berbunga. Di sana Smeagol keluar dan menyelidiki tepi sungai, tetapi Deagol duduk di dalam perahu dan memancing. Tiba-tiba seekor ikan besar tersangkut pada kailnya, dan sebelum Deagol sadar, dia sudah terseret keluar, masuk ke dalam air, ke dasar sungai. Lalu dia melepaskan pancingnya, karena merasa melihat sesuatu yang berkilauan di dasar sungai; sambil menahan napas, dia memungutnya.
"Lalu dia naik- ke atas sambil megap-megap, dengan alang-alang di dalam rambutnya dan segenggam lumpur; dia berenang ke pinggir. Dan lihat! Ketika dia mencuci lumpurnya, di sana, di tangannya, ada cincin emas yang sangat indah; berkilauan dan bercahaya di bawah sinar matahari, membuat Deagol bahagia sekali. Tetapi Smeagol memperhatikannya dari balik pohon, dan sementara Deagol memandangi cincin itu dengan tamak, Smeagol diam-diam mendekatinya.
"'Berikan itu padaku, Deagol sayang,' kata Smeagol dari balik bahu temannya.
"'Kenapa?'
"'Karena ini hari ulang tahunku, Sayang, dan aku menginginkannya,' kata Smeagol.
"'Aku tak peduli,' kata Deagol. 'Aku sudah memberikan hadiah padamu, lebih dari yang sanggup kuberikan. Aku menemukan ini, dan aku akan menyimpannya.'
"'Oh, begitu, Sayang,' kata Smeagol; lalu dia meraih leher Deagol dan mencekiknya, karena emas itu tampak begitu cemerlang dan indah. Lalu dia mengenakan cincin itu di jarinya.
"Tak ada yang tahu, apa yang terjadi dengan Deagol; dia dibunuh Jauh dari rumah, dan mayatnya disembunyikan dengan cerdik. Tetapi Smeagol pulang sendirian, dan dia menemukan bahwa tak ada keluarganya yang bisa melihatnya kalau dia memakai cincin itu. Dia sangat puas dengan penemuannya, dan dia merahasiakannya; dia menggunakan cincin aku untuk mengorek rahasia-rahasia, dan dia menggunakan pengetahuannya untuk tujuan yang licik dan jahat. Penglihatan dan pendengarannya menjadi tajam untuk segala sesuatu yang menyakitkan. Cincin itu memberinya kekuatan sesuai dengan wataknya. Tak ?~ heran dia menjadi sangat tidak disukai dan dihindari (bila sedang tampak) oleh semua handai taulannya. Mereka menendangnya, dan Smeagol menggigit kaki mereka. Dia mulai mencuri, suka berjalan sambil menggumam sendiri, dan membuat bunyi berkumur. Maka mereka memanggilnya Gollum, dan mengutuknya, menyuruhnya pergi jauh; neneknya, yang menginginkan kedamaian, mengasingkannya dari keluarga dan mengusirnya dari rumah.
"Dia mengembara dalam kesepian, menangis sedikit karena kekejaman dunia, dan dia berkelana menyusuri Sungai, sampai tiba di sebuah sungai kecil yang mengalir turun dari pegunungan; ke sanalah dia pergi. Dia menangkap ikan di telaga-telaga yang dalam, dengan jari-jarinya yang tidak tampak, dan memakannya mentah-mentah. Suatu hari cuaca panas sekali, dan saat dia membungkuk di atas telaga, bagian belakang kepalanya serasa terbakar, dan cahaya menyilaukan dari dalam air memedihkan matanya yang basah. Dia terheran-heran, dia hampir lupa tentang Matahari. Lalu untuk terakhir kali dia menengadah dan mengayunkan tinjunya kepada Matahari.
"Tapi ketika dia menurunkan pandangan matanya, di kejauhan tampak olehnya puncak Pegunungan Berkabut, dari mana aliran sungai berasal. Dan terpikir olehnya, 'Akan sejuk dan dingin di bawah pegunungan itu. Di sana Matahari tak bisa melihatku. Akar-akar pegunungan itu pasti benar-benar akar; pasti banyak rahasia hebat terkubur di sana, yang belum ditemukan sejak awal.'
"Maka dia melanjutkan perjalanannya di malam hari ke dataran tinggi, dan dia menemukan sebuah gua kecil tempat aliran sungai kecil itu berasal; bagai seekor belatung, dia menyelinap masuk ke dalam jantung perbukitan, dan lenyap sama sekali. Cincin itu masuk ke dalam kegelapan bersamanya, dan bahkan pembuatnya sendiri, ketika kekuatannya mulai tumbuh lagi, tak tahu sedikit pun kabar tentang cincin itu."

"Gollum!" seru Frodo. "Gollum? Maksudmu Gollum yang dulu ditemui Bilbo? Betapa menjijikkan!"
"Menurutku kisah itu sedih," kata Gandalf, "dan itu bisa saja terjadi pada orang lain, bahkan pada beberapa hobbit yang kukenal."
"Aku tak bisa percaya Gollum bersanak dengan para hobbit, walau hanya sanak jauh sekalipun," kata Frodo agak panas. "Gagasan yang buruk sekali!"
"Tapi itu benar," jawab Gandalf. "Tentang asal-usul mereka, setidaknya aku tahu lebih banyak daripada kaum hobbit sendiri. Dan bahkan cerita Bilbo menunjukkan ikatan persaudaraan di antara mereka. Banyak hal yang sangat mirip dalam latar belakang benak dan ingatan mereka. Mereka saling mengerti dengan baik, jauh lebih baik daripada seorang hobbit bisa memahami seorang Kurcaci, atau Orc, atau bahkan Peri. Pikirkan teka-teki yang sama-sama mereka ketahui, sebagai contoh."
"Ya," kata Frodo. "Tapi bangsa-bangsa lain juga suka main teka-teki dari jenis yang sama. Dan kaum hobbit tidak pernah menipu. Gollum berniat menipu. Dia terus berusaha membuat Bilbo tidak waspada. Aku yakin watak jahatnyalah yang mendorongnya memulai permainan yang kira-kira bisa memberinya seorang korban yang mudah, tapi tidak bakal merugikannya seandainya dia kalah."
"Kurasa itu benar sekali," kata Gandalf. "Tapi ada satu hal lain di dalamnya, yang belum kausadari. Bahkan Gollum tidak sepenuhnya hancur. Terbukti dia lebih tahan banting daripada yang bisa diduga salah seorang kaum Bijak sekalipun-seperti yang bisa diduga seorang hobbit. Ada sudut kecil di benaknya yang masih miliknya sendiri, dan seberkas cahaya masuk ke dalamnya, seperti melalui celah di kegelapan: cahaya dari masa lalu. Kurasa mungkin menyenangkan mendengar suara ramah lagi, yang menimbulkan ingatan tentang angin, pohon, matahari di atas rumput, dan hal-hal lain yang sudah terlupakan.
"Tapi, pada akhirnya, itu hanya membuat bagian dirinya yang jahat semakin marah kecuali bila bagian yang jahat itu bisa dikalahkan. Bisa disembuhkan." Gandalf mendesah. "Sayang! Kecil sekali harapan untuk itu baginya. Tapi bukan sama sekali tidak ada harapan. Tidak, meski dia sudah sekian lama memiliki Cincin itu, hampir sepanjang ingatannya. Sudah lama sekali dia tidak lagi memakainya: dalam kegelapan, cincin itu jarang dibutuhkan. Jelas dia tidak pernah 'meredup'. Dia masih kurus dan liat. Tapi benda itu sudah menguasai pikirannya, tentu saja, dan siksaannya sudah hampir tak tertahankan.
"Semua 'rahasia besar' yang dikiranya ada di bawah pegunungan ternyata hanya malam kosong: tak ada lagi yang bisa ditemukan, tak ada lag, yang berharga untuk dilakukan, hanya makan makanan menjijikkan dengan sembunyi-sembunyi dan ingatan penuh dendam. Dia sangat menderita. Dia benci kegelapan, dan terlebih lagi membenci cahaya: dia benci semuanya, dan Cincin itu yang paling dibencinya."
"Apa maksudmu?" kata Frodo. "Bukankah Cincin itu kesayangannya dan satu-satunya yang dia pedulikan? Kalau dia membencinya, mengapa dia tidak membuangnya, atau pergi meninggalkannya?"
"Seharusnya kau mulai mengerti, Frodo, setelah semua yang kaudengar," kata Gandalf. "Dia membenci dan mencintai cincin itu, seperti dia membenci dan mencintai dirinya sendiri. Dia tak bisa membuangnya. Dia tak punya kemauan tersisa untuk itu."
"Cincin Kekuasaan itu mengendalikan dirinya sendiri, Frodo. Dia bisa melepaskan diri dengan lick tapi pemiliknya tidak akan pernah meninggalkannya. Paling-paling si pemilik hanya bermain-main dengan gagasan untuk menyerahkannya pada orang lain-itu pun hanya pada tahap awal, ketika cincin itu baru mulai menancapkan pengaruhnya. Setahuku sepanjang sejarah hanya Bilbo yang benar-benar melepaskannya. Itu pun dengan pertolonganku. Bahkan saat itu pun dia tak mau begitu saja menyerahkannya, atau melepaskannya. Bukan Gollum, Frodo, tapi Cincin itu sendiri yang menentukan segala sesuatunya. Cincin itu yang meninggalkannya."
"Apa? Tepat pada waktunya untuk bertemu Bilbo?" kata Frodo. "Tidakkah seorang Orc lebih sesuai untuknya?"
"Ini bukan masalah main-main," kata Gandalf. "Bukan untukmu. Ini peristiwa paling aneh dalam seluruh riwayat Cincin tersebut, sejauh itu: kedatangan Bilbo tepat pada waktu itu, dan bagaimana tangannya tepat menyentuh cincin itu, dalam kegelapan.
"Ada lebih dari satu kekuatan yang bekerja, Frodo. Cincin itu sedang berusaha kembali ke majikannya. Dia terlepas dari tangan Isildur dan mengkhianatinya; lain, ketika ada kesempatan, dia menjerat Deagol yang malang, dan membuatnya terbunuh; setelah itu dia melahap Gollum. Namun kemudian Gollum sudah tak bisa dimanfaatkan lagi: Gollum terlalu kecil dan licik; selama cincin itu tetap bersamanya, dia takkan pernah meninggalkan telaganya yang dalam. Jadi, sekarang, saat majikannya sudah bangkit kembali dan mengirimkan pikiran jahatnya dari Mirkwood, dia meninggalkan Gollum. Tapi justru dia dipungut oleh orang yang paling tak terduga yang bisa terbayang: Bilbo dari Shire!
"Di balik itu ada kekuatan lain yang bekerja, di luar rencana si pembuat Cincin. Aku hanya bisa mengatakan bahwa memang Bilbo sudah ditakdirkan untuk menemukan Cincin itu, dan bukan oleh pembuatnya. Dalam hal itu, berarti kau juga sudah ditakdirkan memilikinya. Ini mungkin bisa membangkitkan semangatmu."
"Tidak," kata Frodo. "Meski aku tidak yakin memahamimu. Tap, bagaimana kau belajar semua tentang Cincin ini, dan tentang Gollum? Apa kau benar-benar tahu semuanya, atau hanya masih menduga-duga?"
Gandalf memandang Frodo, matanya bersinar-sinar. "Aku sudah tahu banyak, dan aku belajar banyak," jawabnya. "Tapi aku tidak akan menceritakan semua tindakanku kepadamu. Sejarah Elendil dan Isildur dan Cincin Utama sudah dikenal semua kaum Bijak. Cincinmu terbukti sebagai Cincin Utama dari tulisan api-nya saja, terlepas dari bukti-bukti lain."
"Dan kapan kau menemukan itu?" Frodo menyela.
"Baru saja, di ruangan ini, tentu," jawab Gandalf tajam. "Tapi aku sudah menduga akan menemukan bukti itu. Aku sudah kembali dari perjalanan-perjalanan gelap dan pencarian panjang untuk melakukan ujian terakhir itu. Itu bukti terakhir, dan sekarang semuanya sudah jelas. Mereka-reka bagian Gollum dan mencocokkannya ke dalam celah sejarah membutuhkan sedikit pemikiran. Awalnya aku memang sekadar menduga-duga tentang Gollum, tapi sekarang aku sudah tidak menduga-duga lagi. Aku sudah tahu. Aku sudah bertemu dengannya."
"Kau bertemu Gollum?" seru Frodo tercengang.
"Ya. Itu jelas perlu, kalau bisa. Dulu aku pernah mencobanya, tapi baru belakangan ini akhirnya aku berhasil."
"Jadi, apa yang terjadi setelah Bilbo lolos darinya? Kau tahu ceritanya?"
"Tidak begitu jelas. Yang kuceritakan padamu hanyalah apa-apa yang mau dibeberkan Gollum-meski ceritanya tidak persis seperti yang kusampaikan padamu. Gollum itu pembohong, dan kita hams menyaring kata-katanya. Misalnya saja, dia menyebut Cincin itu sebagai 'hadiah ulang tahun'-nya, dan dia bertahan pada versinya itu. Dia bilang dia mendapatkannya dari neneknya, yang punya banyak benda indah semacam itu. Kisah yang konyol. Aku percaya nenek Smeagol seorang pemimpin keluarga, seorang yang agung dengan caranya sendiri, tapi tak masuk akal kalau mengatakan dia punya banyak cincin Peri, dan bahwa neneknya membagi-bagikan cincin-cincin itu, itu bohong. Tapi ada sepercik kebenaran dalam kebohongan itu.
"Pembunuhan Deagol menghantui Gollum, dan dia sudah membangun pertahanannya, mengulangi terus ceritanya kepada 'cincin tersayang'-nya, sambil mengunyah tulang dalam kegelapan; sampai dia hampir-hampir mempercayai ceritanya sendiri. Memang saat itu ulang tahunnya. Deagol memang seharusnya memberikan cincin itu kepadanya. Ternyata cincin itu memang muncul sebagai hadiah ulang tahunnya Itu memang hadiah ulang tahunnya, dan seterusnya, dan seterusnya.
"Aku berusaha bersabar semampuku, tapi kebenarannya sangat Penting, dan akhirnya aku terpaksa bersikap keras. Kuancam dia dengan kengerian akan api, dan kuperas keluar cerita sebenarnya, sedikit demi sedikit, dengan banyak sedu-sedan dan geraman. Dia menganggap orang-orang salah paham terhadapnya dan telah bersikap jahat pada dirinya. Tapi akhirnya dia menceritakan seluruh kisahnya hanya sejauh akhir permainan Teka-Teki dan pelarian Bilbo dan setelah itu dia tidak mau mengungkapkan lebih banyak lagi, kecuali dengan petunjuk-petunjuk gelap. Dia punya ketakutan lain yang lebih besar daripada ketakutannya akan diriku. Dia bergumam bahwa dia akan mengambil kembali miliknya. Orang-orang akan melihat nanti, apakah dia akan membiarkan saja dirinya ditendang, didorong ke dalam lubang, lalu dirampok. Gollum sekarang punya sahabat-sahabat baik, sangat baik dan sangat kuat. Mereka akan membantunya. Baggins akan membayar mahal. Itu pikirannya yang utama. Dia membenci Bilbo dan mengutuknya. Selain itu, dia tahu dari mana asal Bilbo."
"Tapi bagaimana dia bisa tahu itu?" tanya Frodo.
"Well, tentang nama, bodohnya Bilbo sendiri yang memberitahukannya pada Gollum; setelah itu, tidak sulit untuk menemukan negerinya, begitu Gollum keluar. Oh ya, dia keluar. Kerinduannya pada Cincin itu ternyata lebih kuat daripada ketakutannya pada Orc, atau bahkan cahaya. Setelah setahun-dua tahun, dia meninggalkan pegunungan. Meski dia masih terikat pada hasrat untuk memilikinya, Cincin itu tidak lagi menggerogotinya; dia mulai pulih sedikit. Dia merasa tua, amat sangat tua, tapi ketakutannya berkurang, dan dia lapar.
"Cahaya, cahaya Matahari dan Bulan, masih ditakuti dan dibencinya, dan akan begitu selamanya, kukira; tapi dia cerdik. Dia menemukan bahwa dia bisa bersembunyi dari cahaya siang dan cahaya bulan, berjalan cepat dan tak terdengar di larut malam dengan matanya yang dingin dan pucat, dan bisa menangkap makhluk-makhluk kecil yang tidak waspada. Dia semakin kuat dan berani dengan makanan dan udara baru. Dia berhasil masuk ke Mirkwood, sebagaimana bisa did uga."
"Di sanakah kau bertemu dengannya?" tanya Frodo.
"Aku melihatnya di sana," jawab Gandalf, "tapi sebelum itu dia sudah mengembara jauh sekali, mengikuti jejak Bilbo. Sulit sekali memperoleh informasi pasti darinya, karena pembicaraannya selalu dipotong oleh makian dan ancaman. 'Ada apa di dalam saku bajunya?' katanya. 'Dia tidak man bilang, heh, Sayang? Penipu kecil. Bukan pertanyaan yang adil. Dia lebih dulu menipu, benar. Dia melanggar aturan. Seharusnya kita mencekiknya, ya, Sayang. Dan kita akan mencekiknya, Sayang!'
"Itu contoh omongannya. Kurasa kau tidak bakal mau mendengar lebih dari itu. Aku sangat letih mendengarnya. Tapi dari celotehan-celotehan yang dikeluarkannya di antara geramannya, aku menyimpulkan bahwa dia sudah pergi ke Esgaroth, dan bahkan ke jalan-jalan di Dale, mendengarkan diam-diam dan mengintip. Well, berita tentang peristiwa-peristiwa besar menyebar jauh dan luas di Belantara, banyak yang sudah mendengar nama Bilbo dan tahu dari mana asalnya. Kami tidak merahasiakan perjalanan pulang kami ke rumahnya di Barat. Dengan telinganya yang tajam, Gollum akan segera mendapatkan keterangan yang diinginkannya."
"Kalau begitu, kenapa dia tidak meneruskan mengikuti jejak Bilbo?" tanya Frodo. "Kenapa dia tidak datang ke Shire?"
"Ah," kata Gandalf, "ini dia. Kukira Gollum berusaha. Dia pergi dan datang ke arah barat, sejauh Sungai Besar. Tapi kemudian dia menyimpang. Aku yakin dia bukannya enggan menempuh jarak jauh. Bukan, ada hal lain yang menariknya pergi. Begitulah menurut teman-temanku, mereka yang memburu Gollum untukku.
"Para Peri Hutan yang pertama menemukan jejaknya; pekerjaan mudah bagi mereka, karena saat itu jejaknya masih segar. Melalui Mirkwood dan kembali lagi, meski mereka tak pernah berhasil menangkapnya. Hutan penuh dengan berita tentang dia, kisah-kisah mengerikan bahkan di antara para binatang dan burung. Para penghuni hutan mengatakan ada teror baru di luar sana, hantu yang minum darah. Memanjat pohon untuk mencari sarang-sarang; merangkak ke dalam lubang-lubang untuk mencari anak-anak binatang; dia menyelinap melalui jendela-jendela untuk mencari keranjang bayi.
"Tetapi di perbatasan barat Mirkwood jejaknya menyimpang ke arah lain. Jejaknya mengembara ke arah selatan, keluar dari penglihatan para Peri Hutan, dan lenyap. Lalu aku membuat kesalahan besar. Ya, Frodo, dan bukan yang pertama, meski aku khawatir mungkin akan terbukti sebagai yang paling berat. Aku membiarkannya. Aku membiarkan dia pergi; karena masih banyak hal lain yang harus kupikirkan saat itu, dan aku masih merppercayai pengetahuan Saruman.
"Yah, itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Aku sudah membayarnya sejak itu, dengan banyak hari-hari gelap dan berbahaya. Jejaknya sudah dingin ketika aku mulai mengikutinya lagi, setelah Bilbo pergi dari sini. Dan pencarianku pasti akan sia-sia, kalau bukan karena bantuan seorang sahabat: Aragorn, pengembara dan pemburu terbesar abad ini di dunia. Bersama-sama kami mencari Gollum di seantero Belantara, tanpa harapan, dan tanpa hasil. Tapi akhirnya, ketika aku sudah menghentikan perburuan dan pergi ke wilayah lain, Gollum ditemukan. Sahabatku datang kembali dari bahaya besar, sambil membawa makhluk menyedihkan itu bersamanya.
"Apa yang sudah dilakukannya, dia tak mau bilang. Dia hanya menangis dan menyebut kami kejam, dengan banyak gollum di tenggorokannya; ketika kami mendesaknya, dia merengek dan membungkuk, dan menggosok tangannya yang panjang, menjilati jemarinya seolah terasa pedih, seakan-akan dia ingat suatu siksaan lama. Tapi aku tak punya keraguan lagi: dia sudah berjalan perlahan-lahan, selangkah demi selangkah, mil demi mil, ke selatan, dan akhirnya tiba di Negeri Mordor."

Keheningan yang terasa menekan menyelimuti ruangan itu. Frodo bisa mendengar detak jantungnya sendiri. Bahkan di luar segalanya terasa sunyi. Tak terdengar lagi bunyi gunting Sam.
"Ya, ke Mordor," kata Gandalf. "Aduh! Mordor menarik semua hal yang keji, dan Kekuasaan Gelap mengerahkan kemampuannya untuk mengumpulkan mereka semua di sana. Cincin Musuh juga akan meninggalkan jejaknya, membuatnya terbuka untuk panggilan itu. Dan semua orang berbisik tentang Bayangan baru di Selatan, serta kebenciannya kepada Barat. Di sanalah teman-temannya yang baru, yang akan membantunya membalas dendam!
"Si tolol yang menyedihkan! Di negeri itu dia belajar terlalu banyak, terlalu banyak hingga membuatnya merasa tak nyaman. Dan cepat atau lambat, saat dia bersembunyi dan mengintai di perbatasan, dia akan tertangkap dan dibawa untuk penyelidikan. Begitulah jalannya, kukira. Ketika ditemukan, dia sudah lama berada di sana, dan sedang dalam perjalanan kembali. Untuk melakukan suatu mat jahat. Tapi itu sudah tidak penting sekarang. Kejahatan paling berat sudah dilakukannya.
"Ya, sayang sekali! Melalui dia, Musuh jadi tahu bahwa Cincin Utama sudah ditemukan lagi. Dia tahu di mana Isildur jatuh. Dia tahu di mana Gollum menemukan cincinnya. Dia tahu bahwa itulah Cincin Agung, karena dia memberikan umur panjang. Dia tahu itu bukan salah satu dari Tiga Cincin, karena mereka tak pernah hilang, dan mereka tidak tahan terhadap kejahatan. Dia tahu itu bukan salah satu dari Tujuh atau Sembilan cincin lainnya, karena keberadaan mereka diketahui. Dia tahu inilah Cincin Utama. Dan kurasa begitulah akhirnya dia mendengar tentang hobbit dan Shire.
"Shire-mungkin dia sedang mencarinya sekarang, kecuali kalau dia sudah menemukan letaknya. Bahkan, Frodo, aku cemas kalau-kalau dia sekarang menganggap penting nama Baggins yang semula tidak diperhatikannya."
"Mengerikan sekali!" seru Frodo. "Jauh lebih mengerikan daripada bayanganku yang paling buruk, setelah mendengar petunjuk dan peringatan-peringatanmu. Oh, Gandalf, sahabatku yang terbaik, apa yang harus kulakukan? Karena sekarang aku benar-benar takut. Apa yang harus kulakukan? Sayang sekali Bilbo tidak menusuk makhluk menjijikkan itu, ketika ada kesempatan!"
"Sayang? Perasaan Welas Asih-lah yang menahan tangannya. Perasaan Welas Asih dan Pengampunan: untuk tidak memukul bila tak perlu. Dan dia mendapatkan balasan yang pantas, Frodo. Percayalah, dia hanya sedikit menderita oleh kejahatan itu, dan akhirnya dia lolos, karena dia memulai kepemilikannya atas cincin itu dengan Rasa Welas Asih."
"Aku menyesal," kata Frodo. "Tapi aku ketakutan; dan aku tidak merasa kasihan sedikit pun pada Gollum."
"Kau belum melihatnya," sela Gandalf.
"Tidak, dan aku tak ingin," kata Frodo. "Aku tidak mengerti. Apa maksudmu bahwa kau dan kaum Peri membiarkan dia tetap hidup setelah semua tindakannya yang mengerikan itu? Boleh dibilang dia sama jahatnya dengan kaum Orc, dan dia seorang musuh. Dia pantas mati."
"Pantas mati! Menurutku memang begitu. Banyak yang hidup sepantasnya mail. Dan beberapa yang mati sepantasnya tetap hidup. Apa kau bisa memberikan kehidupan pada mereka? Jadi, jangan terlalu bersemangat memberi penilaian. Karena bahkan kaum Bijak tak bisa tahu semua tujuan akhir. Aku tidak menaruh harapan besar bahwa Gollum bisa disembuhkan sebelum dia mati, tapi kemungkinan itu ada. Dan dia terkait erat dengan nasib Cincin ini. Hatiku mengatakan dia masih akan memainkan peranan, entah untuk kebaikan atau kejahatan, sebelum kisah ini berakhir; dan kalau akhir itu sudah tiba, perasaan welas asih Bilbo mungkin akan menentukan nasib banyak pihak-termasuk nasibmu. Yang jelas, kami tidak membunuh Gollum. Dia sudah sangat tua dan -sangat sengsara. Para Peri Hutan memenjarakannya, tapi mereka memperlakukannya seramah mungkin."
"Bagaimanapun," kata Frodo, "meski Bilbo tak sampai hati membunuh Gollum, mestinya dia tidak mengambil Cincin itu. Mestinya dia tak pernah menemukan cincin itu, dan mestinya aku tidak memperolehnya! Kenapa kaubiarkan aku menyimpannya? Kenapa kau tidak menyuruhku membuangnya, atau... atau menghancurkannya?"
"Membiarkanmu? Menyuruhmu?" kata penyihir itu. "Apa kau tidak mendengarkan kata-kataku tadi? Apa yang ada dalam pikiranmu tidak sama dengan apa yang kauucapkan. Tentang masalah membuangnya, itu jelas salah. Cincin-Cincin ini punya cara ampuh untuk ditemukan. Di tangan yang jahat, dia bisa sangat berbahaya. Paling buruk, dia mungkin jatuh ke tangan Musuh. Dan itu akan terjadi; karena ini Cincin Utama, dan Musuh sedang memakai seluruh kekuatannya untuk menemukan Cincin ini-, atau menariknya kepadanya.
"Memang cincin ini sangat berbahaya bagimu, Frodo; dan itu sangat menyusahkan hatiku. Tapi begitu banyak yang dipertaruhkan, sehingga aku harus mengambil risiko-meski begitu, ketika aku sedang pergi jauh, selalu ada mata-mata yang waspada untuk menjaga Shire ini. Selama kau tidak memakainya, kupikir Cincin ini tidak akan mempunyai pengaruh kuat atas dirimu, tidak untuk kejahatan, setidaknya untuk waktu lama. Dan kau perlu ingat bahwa sembilan tahun yang lalu, ketika terakhir aku melihatmu, aku baru tahu sedikit sekali dengan jelas."
"Tapi mengapa tidak menghancurkannya? Katamu seharusnya cincin ini sudah lama dihancurkan!" seru Frodo lagi. "Seandainya kau memperingatkanku, atau mengirimkan pesan, aku pasti sudah membuangnya."
"Betulkah? Bagaimana kau akan melakukan itu? Apa kau sudah pernah mencoba?"
"Belum. Tapi kupikir kita bisa memukulnya dengan palu, atau meleburnya."
"Coba saja!" kata Gandalf. "Cobalah sekarang!"

Frodo mengeluarkan lagi Cincin itu dari saku celananya dan memandangnya. Sekarang benda itu tampak polos dan licin, tanpa tanda atau apa pun yang terlihat. Emasnya kelihatan sangat indah dan murni, dan di mata Frodo warnanya begitu kaya dan indah, dan betapa sempurna lingkarannya. Benda mengagumkan yang sangat berharga. Tadi, ketika mengeluarkannya, ia berniat melemparkannya ke dalam bagian api yang paling panas. Tapi sekarang ia sadar bahwa ia tak bisa melakukannya, tidak tanpa perjuangan berat. Ia menimbang-nimbang Cincin aku di tangannya, bimbang, dan memaksa dirinya mengingat semua yang diceritakan Gandalf; dengan kemauan keras ia bergerak, seolah hendak melemparkannya-tapi ia menyadari bahwa ia justru memasukkan cincin aku kembali ke sakunya.
Gandalf tertawa sedih. "Kaulihat? Kau juga sudah tak bisa melepaskannya begitu saja, Frodo, dan tak punya kemauan untuk menghancurkannya. Dan aku tak bisa 'menyuruhmu'-kecuali dengan paksaan, yang akan mematahkan pikiranmu. Tapi untuk mematahkan Cincin itu tidak bisa dengan kekuatan fisik. Sekalipun kau mengambilnya dan memukulnya dengan palu godam, takkan ada cacatnya. Cincin itu tak bisa dirusak oleh tanganmu, maupun tanganku.
"Apimu yang kecil tentu saja tak bisa melebur emas biasa sekalipun. Cincin ini sudah melewatinya tanpa cedera, bahkan tidak sampai panas. Tapi tak ada bengkel pandai besi di Shire yang bisa mengubahnya. Bahkan landasan dan tungku para Kurcaci pun tak bisa. Konon hanya api naga yang bisa melebur dan melahap Cincin-Cincin Kekuasaan ini, tapi kini sudah tidak ada naga di dunia yang mempunyai api cukup panas; dan belum pernah ada naga, tidak juga Ancalagon si Hitam, yang bisa mencederai Cincin Utama, Cincin Penguasa ini, karena dia dibuat oleh Sauron sendiri.
"Hanya ada satu cara: menemukan Celah Ajal di kedalaman Orodruin, Gunung Api, dan melemparkan Cincin aku ke dalamnya, kalau benar-benar mau dihancurkan, agar dia berada di luar jangkauan Musuh untuk selamanya."
"Aku benar-benar ingin menghancurkannya!" seru Frodo. "Atau, yah, menyuruh menghancurkannya. Aku tidak cocok untuk pencarian berbahaya. Seandainya aku tak pernah melihat Cincin ini! Mengapa dia datang padaku? Mengapa aku yang dipilih?"
"Pertanyaan seperti itu tak bisa dijawab," kata Gandalf. "Kau harus yakin itu bukan karena suatu kelebihan yang tidak dipunyai orang lain: bukan karena kekuatan atau kebijakan, setidaknya. Tapi karena kau sudah dipilih, dan karenanya kau harus menggunakan kekuatan dan kecerdasan yang kaumiliki."
"Tapi aku hanya punya sedikit sekali dari keduanya! Kau bijaksana dan kuat. Apa kau tidak man mengambil Cincin ini?"
"Tidak!" sent Gandalf, sambil melompat berdiri. "Dengan kekuatan itu, kekuasaanku bakal terlalu besar dan mengerikan. Dan melalui aku, Cincin itu akan memperoleh kekuatan lebih besar dan lebih mematikan." Mata Gandalf berkilat-kilat dan wajahnya bercahaya, seolah ada api memancar dari dalam dirinya. "Jangan menggodaku! Karena aku tak ingin jadi seperti Penguasa Kegelapan. Walau Cincin itu memasuki hatiku melalui jalan welas asih, welas asih kepada kelemahan dan hasrat kekuatan untuk melakukan kebajikan. Jangan goda aku! Aku tak berani mengambilnya, walau untuk mengamankannya sekalipun; tanpa menggunakannya. Hasrat untuk menggunakannya akan terlalu besar untuk kulawan. Padahal aku membutuhkan seluruh kekuatanku, karena banyak bahaya di depanku."
Gandalf berjalan ke jendela, menyibakkan tirai-tirai dan penutup Jendela. Cahaya matahari mengalir kembali ke dalam ruangan. Sam melewati jalan setapak di luar sambil bersiul. "Dan kini," kata penyihir itu, berbicara lagi kepada Frodo, "keputusan ada di tanganmu. Tapi aku akan selalu membantumu." Ia meletakkan tangannya di bahu Frodo. "Aku akan membantumu menanggung beban ini, selama dia menjadi bebanmu. Tapi kita harus segera bertindak. Musuh sudah mulai bergerak."

Ada keheningan lama sekali. Gandalf duduk kembali dan mengisap pipanya, seolah termenung. Matanya seakan terpejam, tapi dari bawah kelopak matanya ia memperhatikan Frodo dengan tajam. Frodo terpaku menatap bara api di pendiangan, sampai pemandangan itu memenuhi seluruh pandangannya, dan ia seolah sedang melihat ke dalam sumur api yang dalam. Ia sedang memikirkan Celah Ajal dan kengerian Gunung Api.
"Well!" kata Gandalf akhirnya. "Apa yang kaupikirkan? Apa kau sudah memutuskan akan berbuat apa?"
"Belum!" jawab Frodo, tersadar kembali dari kegelapan; dengan kaget ia menyadari bahwa hari belum gelap, dan dari jendela ia bisa melihat kebun yang disinari cahaya matahari. "Atau mungkin, sudah. Sejauh yang kupahami dari ucapanmu, kurasa aku harus menyimpan Cincin ini dan menjaganya, setidaknya untuk sementara, apa pun pengaruhnya padaku."
"Apa pun pengaruhnya, akan berjalan lambat, lambat ke arah kejahatan, kalau kau menyimpannya dengan niat seperti itu," kata Gandalf.
"Mudah-mudahan begitu," kata Frodo. "Tapi kuharap kau bisa segera menemukan penjaga lain yang lebih baik. Sementara itu, kelihatannya aku merupakan bahaya, bahaya bagi semua yang hidup di dekatku. Aku tak bisa menyimpan Cincin itu dan tetap tinggal di sini. Seharusnya aku meninggalkan Bag End, meninggalkan Shire, meninggalkan semuanya dan pergi," Frodo mengeluh.
"Aku ingin menyelamatkan Shire ini, kalau bisa-meski kadang-kadang kupikir penduduknya terlalu bodoh dan menjemukan, dan mungkin bagus juga kalau mereka kena gempa bumi atau diserang naga-naga. Tapi sekarang aku tidak merasa seperti itu. Aku menyadari bahwa selama Shire kutinggal dalam keadaan aman dan nyaman, aku akan merasa lebih senang dalam pengembaraanku: aku tahu bahwa ada pertahanan kuat, meski kakiku tidak menginjak Shire lagi.
"Tentu saja, kadang-kadang terpikir olehku untuk pergi, tapi kubayangkan kepergianku seperti semacam liburan, serangkaian petualangan seperti pengembaraan Bilbo, atau bahkan lebih bagus, yang berakhir dengan tenteram. Tapi itu akan berarti pengucilan, pelarian dari satu bahaya ke dalam bahaya lainnya, menarik bahaya menguntitku. Dan aku harus pergi sendirian, kalau ingin menyelamatkan Shire. Tapi aku merasa sangat kecil dan terasing, dan yah... putus asa. Musuh sangat kuat dan mengerikan."
Frodo tidak mengatakannya pada Gandalf, tapi sementara ia berbicara, suatu hasrat besar untuk mengikuti Bilbo menyala dalam hatinya-untuk mengikuti Bilbo, dan bahkan mungkin menemuinya lagi. Hasrat itu begitu kuat, sampai-sampai mengalahkan ketakutannya: hampir saja ia lari keluar saat itu juga, melintasi jalan tanpa mengenakan topi, seperti pernah dilakukan Bilbo di suatu pagi lama berselang.
"Frodo-ku yang baik!" seru Gandalf. "Hobbit benar-benar makhluk yang mengherankan, seperti sudah kukatakan sebelumnya. Kita bisa belajar segala sesuatu tentang watak dan adat-istiadat mereka dalam sebulan, tapi setelah seratus tahun pun mereka masih bisa memberi kejutan. Aku tidak berharap mendapat jawaban seperti itu, tidak juga darimu. Rupanya Bilbo tidak salah memilih ahli waris, meski dia tidak tahu betapa pentingnya hal ini. Aku khawatir kau benar. Cincin itu tak bisa tetap disembunyikan lebih lama lagi di Shire; demi keselamatanmu sendiri, dan juga yang lain, kau harus pergi dan menanggalkan nama Baggins. Nama itu tidak akan aman untuk dimiliki, di luar Shire atau di wilayah Belantara. Aku akan memberimu nama pengembaraan. Kalau kau pergi, pergilah dengan nama Mr. Underhill.
"Tapi menurutku kau tidak harus pergi sendirian. Tidak bila kau kenal seseorang yang bisa kaupercayai, yang bersedia menemanimu dan yang mau kaubawa ke dalam bahaya tak dikenal. Tapi hati-hatilah memilih pendamping! Dan hati-hatilah dengan ucapanmu, meski pada sahabat-sahabat terdekat! Musuh mempunyai banyak mata-mata dan banyak cara untuk menguping."
Mendadak Gandalf berhenti, seolah mendengarkan. Frodo sadar bahwa di dalam maupun.di luar rumah sangat hening. Gandalf merangkak ke salah satu sisi jendela, lalu ia meloncat ke arah kusen dan mengulurkan tangannya yang panjang ke luar, ke bawah. Terdengar pekikan, dan kepala Sam Gamgee muncul ditarik pada sebelah telinganya.
"Wah, wah, siapa sangka?" kata Gandalf. "Sam Gamgee rupanya? Sedang apa kau di situ?"
"Aduh, Mr. Gandalf, Sir!" kata Sam. "Tidak! Aku hanya sedang memangkas batas rumput di bawah jendela, sungguh." Ia memungut guntingnya sebagai bukti.
"Masa!" kata Gandalf keras. "Rasanya sudah cukup lama bunyi guntingmu tidak kedengaran. Sudah berapa lama kau menguping?"
"Menguping, Sir? Aku tidak paham, maaf. Tidak ada kuping di Bag End, sungguh."
"Jangan bodoh! Apa yang kaudengar, dan kenapa kau mendengarkan?" Mata Gandalf bersinar-sinar dan alisnya berdiri bagai sikat.
"Mr. Frodo, Sir!" kuak Sam. "Jangan biarkan dia menyakiti aku, Sir! Jangan biarkan dia mengubahku menjadi sesuatu yang tidak wajar! Ayahku yang tua akan sangat sedih. Aku tidak bermaksud jahat, aku bersumpah, Sir!"
"Dia tidak akan menyakitimu," kata Frodo, hampir tak bisa menahan tawanya, meski ia sendiri terkejut dan agak heran. "Dia tahu, seperti halnya aku, bahwa kau tidak bermaksud jahat. Tapi segeralah jawab pertanyaannya!"
"Yah, Sir," kata Sam sambil agak menggigil. "Aku mendengar banyak hal yang tidak kupahami betul, tentang musuh, dan cincin, dan Mr. Bilbo, Sir, dan naga-naga, gunung api, dan... dan kaum Peri, Sir. Aku mendengarkan tanpa sengaja, mudah-mudahan Anda paham. Sungguh, Sir, aku suka sekali dongeng-dongeng semacam itu. Dan '; aku percaya itu, meski apa pun yang dikatakan Ted. Kaum Peri, Sir! Aku sangat ingin melihat mereka. Apa Anda bisa membawaku melihat mereka, Sir, kalau Anda pergi?"
Mendadak Gandalf tertawa. "Masuklah!" ia berteriak; lalu ia mengulurkan-ulurkan kedua tangannya dan mengangkat Sam yang tercengang, dengan gunting dan pemotong rumputnya sekalian, melalui jendela dan meletakkannya berdiri di lantai. "Membawamu untuk melihat Peri, ya?" katanya, menatap Sam dengan tajam, tapi dengan senyuman bergetar pada wajahnya. "Jadi, kau mendengar Mr. Frodo akan pergi?"
"Aku dengar, Sir. Itu sebabnya aku tersedak: rupanya Anda mendengar itu. Aku berusaha tidak begitu, Sir, tapi tak sengaja keluar: aku resah sekali."
"Memang terpaksa, Sam," kata Frodo sedih. Mendadak ia menyadari bahwa kepergiannya dari Shire menyangkut banyak perpisahan menyakitkan, bukan sekadar berpamitan dengan kenyamanan Bag End yang sudah akrab. "Aku terpaksa pergi. Tapi"-dan ia menatap San, dengan tajam-"kalau kau benar-benar peduli padaku, kau akan merahasiakannya. Paham? Kalau tidak, kalau kau membocorkan sedikit saja apa yang kaudengar tadi, kuharap Gandalf mengubahmu menjadi kodok berbintik dan mengisi seluruh kebun dengan ular."
Sam bertekuk lutut sambil gemetar. "Bangkit, Sam!" kata Gandalf. "Aku sudah memikirkan sesuatu yang lebih baik daripada itu. Sesuatu untuk menutup mulutmu dan menghukummu karena menguping. Kau akan pergi bersama Mr. Frodo!"
"Aku, Sir!" teriak Sam, melompat-lompat seperti anjing yang diajak jalan-jalan. "Aku pergi melihat Peri dan sebagainya! Hore!" ia berteriak, lalu tangisnya meledak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar