BANYAK PERTEMUAN
Frodo bangun dan mendapati dirinya berbaring di tempat tidur. Mulanya ia mengira ia bangun kesiangan, setelah suatu mimpi panjang yang tidak menyenangkan, yang masih melayang-layang di batas ingatannya. Atau mungkin ia sakit? Tapi langit-langit kelihatan aneh; datar, dan ada balok-balok gelap yang dipenuhi ukiran. Ia: masih berbaring beberapa lama sambil memandangi bercak-bercak sinar matahari pada dinding, dan mendengarkan bunyi air terjun. °
"Di mana aku, dan jam berapa sekarang?" ia berkata keras-keras pada langit-langit.
"Di Rumah Elrond, dan sekarang jam sepuluh pagi," sebuah suara berkata. "Sekarang pagi tanggal dua puluh empat Oktober, kalau kau mau tahu."
"Gandalf!" teriak Frodo sambil bangkit duduk. Penyihir itu duduk di kursi dekat jendela tebuka.
"Ya," kata Gandalf, "aku di sin'. Dan kau beruntung berada di sini juga, setelah semua hal tidak masuk akal yang sudah kaulakukan sejak kau meninggalkan rumahmu."
Frodo berbaring kembali. Ia merasa terlalu nyaman dan damai untuk berdebat, dan bagaimanapun rasanya ia tidak akan menang ber-debat. Ia sudah sadar sepenuhnya sekarang, dan ingatan tentang perjalanannya kembali bangkit: "jalan pintas" melalui Old Forest yang membawa bencana; "kecelakaan" di Kuda Menari; dan kegilaannya memakai Cincin di lembah di bawah Weathertop. Ada kesunyian panjang yang hanya dipecahkan oleh isapan-isapan lembut pipa Gandalf saat ia mengembuskan cincin-cincin asap putih ke luar jendela, sementara Frodo memikirkan semua itu, dan dengan sia-sia mencoba membawa ingatannya sampai kepada saat ia tiba di Rivendell.
"Di mana Sam?" tanya Frodo akhirnya. "Dan apakah semua yang lain baik-baik saja?"
"Ya, mereka semua aman dan selamat," jawab Gandalf. "Sam ada di sini, sampai aku menyuruhnya keluar untuk beristirahat sebentar, kira-kira setengah jam yang lalu."
"Apa yang terjadi di Ford?" tanya Frodo. "Semua terasa kabur, dan masih begitu sampai sekarang."
"Ya, memang begitu. Kau sudah mulai memudar," jawab Gandalf. "Luka itu akhirnya menguasaimu. Kalau lewat beberapa jam lagi, kami sudah tak bisa membantumu. Tapi dalam dirimu ada kekuatan, hobbit yang budiman! Seperti yang kautunjukkan di Barrow. Di situ keadaan tak menentu: mungkin saat paling berbahaya dari semuanya. Kalau saja kau bisa bertahan ketika di Weathertop."
"Rupanya kau sudah tahu banyak," kata Frodo. "Aku belum bicara dengan yang lain tentang Barrow. Mula-mula terlalu mengerikan, dan sesudahnya banyak hal lain yang harus dipikirkan. Bagaimana kau tahu tentang itu?"
"Kau berbicara panjang dalam tidurmu, Frodo," kata Gandalf lembut, "dan tidak sulit bagiku untuk membaca pikiran dan ingatanmu. Jangan khawatir! Meski barusan aku bilang 'tidak masuk akal', aku tidak bermaksud begitu. Penilaianku terhadapmu baik juga tentang yang lain. Bukan prestasi kecil untuk datang sejauh ini, dan melalul bahaya yang begitu besar, dan masih membawa Cincin."
"Kami tak mungkin berhasil tanpa Strider," kata Frodo. "Tapi kami membutuhkanmu. Aku tidak tahu harus berbuat apa tanpa kau."
"Aku terhalang," kata Gandalf, "dan itu hampir saja menyebabkan kehancuran kita. Tapi aku tidak yakin; mungkin memang lebih baik begitu."
"Kuharap kau menceritakan apa yang terjadi!"
"Nanti saja! Kau tidak perlu berbicara atau mengkhawatirkan apa pun hari ini, sesuai perintah Elrond."
"Tapi berbicara akan membuatku berhenti berpikir dan bertanya-tanya; dua hal itu sama melelahkannya," kata Frodo. "Aku sadar penuh sekarang, dan aku ingat banyak sekali hal yang membutuhkan penjelasan. Mengapa kau tertahan? Setidaknya kau harus menceritakan itu padaku."
"Sebentar lagi kau akan mendengar semua yang ingin kauketahui," kata Gandalf. "Kita akan mengadakan rapat Dewan, setelah kau cukup sehat. Saat ini aku hanya akan mengatakan bahwa aku ditawan.
"Kau?" seru Frodo.
"Ya, aku, Gandalf si Kelabu," kata tukang sihir tersebut dengan khidmat. "Banyak sekali kekuatan di dalam dunia, untuk kebaikan atau untuk kejahatan. Beberapa lebih hebat daripada aku. Ada beberapa yang belum pernah kucoba tandingi. Tapi saatku akan tiba. Penguasa dari Morgul dan para Penunggang Hitam sudah muncul. Perang akan meletus!"
"Kalau begitu, kau sudah tahu tentang para Penunggang itu-sebelum aku berjumpa dengan mereka?"
"Ya, aku tahu tentang mereka. Bahkan aku pernah membicarakannya denganmu; karena para Penunggang Hitam itu adalah Hantu-Hantu Cincin, Sembilan Pelayan dari Penguasa Cincin. Tapi aku tidak tahu bahwa mereka sudah bangkit lagi; kalau tidak, aku sudah langsung mendampingimu dalam pelarianmu. Aku baru mendengar berita tentang mereka setelah aku meninggalkanmu di bulan Juni; tapi kisah itu harus menunggu. Untuk sementara ini, kita sudah diselamatkan dari bencana oleh Aragorn."
"Ya," kata Frodo, "memang Strider yang menyelamatkan kami. Meski begitu, mula-mula aku takut padanya. Sam tak pernah sepenuhnya mempercayai dia, kukira, setidaknya sebelum kami bertemu Glorfindel."
Gandalf tersenyum. "Aku sudah dengar semuanya tentang Sam," katanya. "Sekarang dia sudah tidak menyimpan keraguan lagi."
"Aku senang," kata Frodo. "Karena aku jadi sangat sayang pada Strider. Yah, sayang mungkin bukan kata yang tepat. Maksudku, dia sangat berharga bagiku; meski dia aneh, dan kadang-kadang muram. Sebenarnya dia sering mengingatkanku padamu. Aku tidak tahu bahwa di antara Makhluk-Makhluk Besar ada yang seperti dia. Dulu kupikir mereka, yah, hanya besar, dan agak bodoh: ramah dan bodoh seperti Butterbur, atau bodoh dan jahat seperti Bill Ferny. Tapi memang kita tidak tahu banyak tentang Manusia di Shire, kecuali mungkin bangsa Bree."
"Bahkan tentang mereka pun kau tidak tahu banyak, kalau kaupikir Barliman tua itu bodoh," kata Gandalf. "Dia cukup bijak dengan caranya sendiri. Dia memang lebih banyak bicara daripada berpikir, dan lebih lamban; tapi dia bisa melihat menembus tembok bata bila perlu (seperti kata orang-orang Bree). Tapi hanya sedikit tersisa orang di Dunia Tengah yang menyamai Aragorn, putra Arathorn. Bangsa Raja-Raja dari seberang Laut sudah hampir punah. Mungkin sekali Perang Cincin ini akan menjadi petualangan mereka yang terakhir."
"Maksudmu Strider salah satu manusia dab bangsa Raja-Raja kuno?" kata Frodo dengan kagum. "Kukira mereka semua sudah lenyap lama sekali. Kukira dia hanya seorang Penjaga Hutan."
"Hanya Penjaga Hutan!" seru Gandalf. "Frodo-ku yang baik, justru itulah kaum Penjaga Hutan: sisa-sisa terakhir di Utara dari bangsa besar, Manusia dari Barat. Mereka sudah pernah membantuku, dan aku akan membutuhkan bantuan mereka di masa depan, karena kita sudah sampai di Rivendell, tapi Cincin itu masih belum tenang."
"Kurasa memang belum," kata Frodo. "Tapi sejauh ini pikiranku satu-satunya hanyalah untuk bisa sampai di sini; dan kuharap aku talc perlu pergi lebih jauh lagi. Nikmat sekali kalau bisa beristirahat saja. Sudah sebulan aku melarikan diri dan menjalani petualangan, dan kusadari itu sudah lebih dari cukup untukku."
Frodo terdiam dan memejamkan mata. Setelah beberapa saat, ia berbicara lagi. "Aku sudah hitung-hitung," katanya, "dan aku tak bisa menjumlah semuanya sampai mencapai dua puluh empat Oktober. Seharusnya masih tanggal dua puluh satu. Kita pasti mencapai Ford sekitar tanggal dua puluh."
"Kau bicara dan menghitung lebih banyak daripada seharusnya," kata Gandalf. "Bagaimana rasanya bagian samping tubuhmu dan pundakmu sekarang?"
"Aku tidak tahu," jawab Frodo. "Sama sekali tidak terasa apa-apa: itu suatu kemajuan, tapi" ia mencobanya "aku bisa menggerakkan tanganku sedikit. Ya, sudah mulai hidup kembali. Tidak dingin," tambahnya, menyentuh tangan kirinya dengan tangan kanan.
"Bagus!" kata Gandalf. "Sudah sembuh dengan cepat. Tak lama lagi kau akan sehat kembali. Elrond yang menyembuhkanmu: dia merawatmu berhari-hari, sejak kau dibawa masuk."
"Berhari-hari?" kata Frodo.
"Ya, empat malam dan tiga hari, tepatnya. Para Peri membawamu dari Ford pada malam kedua puluh, dan itulah saatnya kau kehilangan hitungan. Kami sangat cemas, dan Sam hampir tak pernah meninggalkan sisimu, kecuali kalau disuruh. Elrond penyembuh yang hebat, tapi senjata Musuh kita sangat mematikan. Sebenarnya, aku hampir tak punya harapan, karena aku menduga masih ada pecahan pisau dalam luka yang sudah tertutup. Tapi tak bisa ditemukan sampai tadi malam. Lalu Elrond mengeluarkan serpihan itu. Letaknya sangat dalam, dan bekerja di dalam."
Frodo menggigil, teringat pisau kejam dengan pangkal bergores yang lenyap di tangan Strider. "Jangan cemas!" kata Gandalf. "Sudah hilang sekarang. Sudah dilebur. Dan kelihatannya hobbit tidak mudah memudar. Aku kenal pejuang-pejuang kuat dari antara Makhluk-Makhluk Besar yang pasti cepat kalah oleh serpihan itu, tapi kau sanggup menahankannya selama tujuh belas hari."
"Apa yang akan mereka lakukan padaku?" tanya Frodo. "Apa yang penunggang itu coba lakukan?"
"Mereka berusaha menusuk jantungmu dengan pisau Morgul yang tertinggal di dalam luka. Kalau mereka berhasil, kau akan jadi seperti mereka, hanya lebih lemah dan di bawah kekuasaan mereka. Kau akan menjadi hantu di bawah pemerintahan Penguasa Kegelapan, dan dia akan menyiksamu karena mencoba menyimpan Cincin-nya-itu kalau ada siksaan yang lebih berat daripada melihat cincin itu dirampok dan dipakai olehnya."
"Syukurlah aku tidak tahu bahaya mengerikan itu!" kata Frodo lemah. "Memang aku sangat ketakutan, tapi seandainya aku tahu lebih banyak, aku tidak bakal berani bergerak. Sungguh suatu mukjizat bahwa aku bisa selamat!"
"Ya, kau tertolong oleh keberuntungan atau nasibmu," kata Gandalf, "juga keberanianmu. Sebab jantungmu tidak kena, dan hanya pundakmu yang tertembus; dan itu karena kau bertahan sampai titik penghabisan. Tapi kau memang nyaris kena. Kau dalam bahaya sangat besar sementara memakai Cincin itu, karena saat itu kau setengah berada di dalam dunia hantu, dan mereka bisa menangkapmu. Kau bisa melihat mereka, dan mereka bisa melihatmu."
"Aku tahu," kata Frodo. "Tampang mereka seram sekali! Tapi kenapa kami semua bisa melihat kuda mereka?"
"Karena mereka kuda-kuda sungguhan; seperti halnya jubah-jubah hitam itu juga jubah sungguhan, yang mereka pakai untuk memberi bentuk pada ketiadaan mereka, kalau mereka berurusan dengan makhluk hidup."
"Lalu mengapa kuda-kuda hitam itu mau melayani penunggang seperti mereka? Semua hewan lain ngeri kalau mereka mendekat, termasuk kuda Peri milik Glorfindel. Anjing-anjing melolong dan angsa-angsa meneriaki mereka."
"Karena kuda-kuda ini dilahirkan dan dibesarkan untuk melayani Penguasa Kegelapan di Mordor. Tidak semua pelayan dan barang bergerak mereka adalah hantu! Ada Orc dan troll, ada warg dan serigala jadi-jadian; dan dari dulu hingga sekarang ada banyak Manusia, Pejuang, dan raja-raja, yang menjadi makhluk hidup tapi berada di bawah kekuasaannya. Dan jumlah mereka semakin hari semakin bertambah."
"Bagaimana dengan Rivendell dan kaum Peri? Apakah Rivendell aman?"
"Ya, saat ini, sampai semua yang lain dikalahkan. Bangsa Peri mungkin takut kepada Penguasa Kegelapan, dan mereka mungkin melarikan diri darinya, tapi mereka tidak akan pernah lagi mendengarkan atau melayaninya. Dan di sini, di Rivendell, masih hidup beberapa di antara musuh-musuh utamanya: Kaum Bijak bangsa Peri, para pangeran Eldar, yang berasal dari lautan-lautan terjauh. Mereka tidak takut pada Hantu-Hantu Cincin, karena mereka yang pernah tinggal di Alam Berkah sekaligus hidup dalam dua dunia, dan mereka mempunyai kekuatan besar terhadap Yang Terlihat maupun Yang Tidak Terlihat."
"Rasanya aku melihat sebuah sosok putih bercahaya yang tidak memudar seperti yang lain. Apakah itu Glorfindel?"
"Ya, kau melihatnya sejenak dalam wujudnya di dunia lain: salah satu yang perkasa dari kaum Yang Pertama Lahir. Dia adalah Pangeran Peri dari keturunan bangsawan. Memang di Rivendell ada kekuatan yang bisa menahan kehebatan Mordor, untuk sementara: dan di tempat-tempat lain, kekuatan-kekuatan lain masih ada. Ada juga kekuatan jenis lain di Shire. Tapi semua tempat seperti itu akan segera menjadi pulau-pulau terkepung, kalau keadaan tetap berlanjut seperti ini. Sang Penguasa Kegelapan sedang mengerahkan seluruh kekuatannya.
"Meski begitu," kata Gandalf, sambil tiba-tiba bangkit berdiri dan mengangkat dagu, hingga jenggotnya menjadi kaku dan lurus bagai tambang berdiri, "kita harus tetap mempertahankan keberanian kita. Kau akan segera sehat, kalau aku tidak mematikanmu dengan omonganku. Kau berada di Rivendell, dan kau tidak perlu khawatir tentang apa pun saat ini."
"Aku tidak punya keberanian untuk dipertahankan," kata Frodo, "tapi aku tidak cemas saat ini. Aku ingin tahu tentang teman-temanku, dan akhir kejadian di Ford, karena aku akan terus bertanya; setelah itu, aku akan puas untuk sementara. Dan aku akan tidur lagi; tapi aku tidak akan bisa memejamkan mata sampai kau menyelesaikan cerita itu untukku."
Gandalf menggeser kursinya ke samping tempat tidur, dan memandang Frodo dengan cermat. Wajah Frodo sudah tidak pucat lagi, matanya jernih, sadar serta -bangun sepenuhnya. Ia tersenyum, dan kelihatannya tidak ada masalah. Tapi Gandalf merasa melihat suatu perubahan samar, begitu samar, seolah Frodo menjadi agak tembus pandang, terutama tangan kirinya yang berada di luar, di atas selimut.
"Itu sudah bisa diduga," kata Gandalf pada dirinya sendiri. "Dia belum sepenuhnya sembuh, dan apa yang akan terj adi padanya kelak, bahkan Elrond pun takkan bisa menebak. Dia tidak akan berubah ja' hat, kurasa. Dia mungkin akan jadi seperti gelas berisi cahaya terang bagi mata yang bisa melihat."
"Kau kelihatan sehat." kata Gandalf keras-keras. "Aku akan menambil risiko menceritakan kisah singkat, tanpa meminta nasihat Elrond. Tapi sangat singkat, camkan itu, lalu kau harus tidur lagi. Inilah yang terjadi, sejauh yang kuketahui. Para Penunggang itu langsung mengejarmu, begitu kau lari. Mereka sudah tidak membutuhkan panduan dari kuda-kuda mereka: mereka bisa melihatmu, karena kau sudah berada di ambang dunia mereka. Dan Cincin itu juga menarik mereka. Teman-temanmu meloncat menghindar, keluar dari Jalan, kalau tidak mereka akan tergilas. Mereka tahu tidak ada yang bisa menyelamatkanmu, kalau kuda putih itu tidak bisa. Para Penunggang itu terlalu cepat untuk disusul, dan terlalu banyak jumlahnya untuk dilawan. Dengan berjalan kaki, bahkan Glorfindel dan Aragorn tidak bakal bisa melawan mereka ber-Sembilan.
"Ketika Hantu-Hantu Cincin itu lewat, teman-temanmu berlari mengejar. Dekat ke Ford ada suatu lembah kecil di samping jalan, diselubungi beberapa pohon kerdil. Di sana mereka tergesa-gesa menyalakan api; Glorfindel tahu bahwa banjir akan datang, bila para penunggang itu mencoba menyeberangi sungai, lalu dia harus menghadapi mereka yang tertinggal di sisi sungai sebelah sini. Saat banjir muncul, dia berlari keluar, diikuti Aragorn dan yang lainnya dengan tongkat-tongkat menyala. Terjebak di antara api dan air, dan melihat seorang Pangeran Peri dalam kemarahan, mereka kaget dan kuda-kuda mereka menjadi gila. Mereka' tersapu serangan banjir pertama; yang lainnya terlempar ke dalam air oleh kuda-kuda mereka, dan tenggelam."
"Dan itu akhir dari para Penunggang Hitam?" tanya Frodo.
"Tidak," kata Gandalf. "Kuda-kuda mereka kelihatannya mati, dan tanpa mereka, para Penunggang itu lumpuh. Tapi Hantu-Hantu Cincin itu sendiri tidak mudah dihancurkan. Namun sekarang ini tak ada yang perlu dicemaskan dari mereka. Teman-temanmu menyeberang setelah banjir reda, dan mereka menemukanmu berbaring telungkup di puncak tebing, dengan pedang patah di bawahmu. Kuda putih berdiri menjaga di sampingmu. Kau pucat dan din-in, dan mereka khawatir kau sudah mati, atau lebih buruk daripada itu. Anak buah Elrond menjumpai mereka, perlahan-lahan menggotongmu ke Rivendell."
"Siapa yang membuat banjir?" tanya Frodo.
"Elrond memerintahkannya," jawab Gandalf. "Sungai di lembah ini ada di bawah kekuasaannya, dan akan naik dalam kemarahan kalau Elrond benar-benar perlu menutup Ford. Begitu kapten para Hantu Cincin masuk ke dalam air, banjirnya dikerahkan. Kalau boleh kukatakan, aku menambahkan beberapa sentuhanku sendiri: mungkin kau tidak memperhatikannya, tapi beberapa ombak mengambil bentuk kuda putih dengan penunggang putih bercahaya; dan banyak batu besar menggelinding dan menggilas. Sejenak aku cemas bahwa kemurkaan yang kami lepaskan terlalu besar, dan banjir tak terkendali akan menyapu kalian semua. Air yang berasal dari salju di Pegunungan Berkabut punya kekuatan sangat besar."
"Ya, aku ingat semua sekarang," kata Frodo. "Raungan hebat itu. Kukira aku akan tenggelam, dengan teman, musuh, dan semuanya. Tapi sekarang kami aman!"
Gandalf dengan cepat melirik Frodo, tapi Frodo sudah memejamkan mata. "Ya, kalian semua aman untuk saat ini. Tak lama lagi akan ada pesta dan bersuka-ria untuk merayakan kemenangan di Ford Bruinen, dan kalian semua akan duduk di tempat kehormatan."
"Bagus!" kata Frodo. "Sungguh membahagiakan bahwa Elrond, Glorfindel, dan pangeran-pangeran lain yang begitu agung, tak lupa Strider juga, bersedia menunjukkan keramahan begitu besar padaku."
"Yah, banyak sekali alasan mereka melakukan itu," kata Gandalf sambil tersenyum. "Aku salah satu alasan bagusnya. Cincin itu adalah alasan lainnya: kau adalah si pembawa Cincin. Dan kau ahli waris Bilbo, sang penemu Cincin."
"Bilbo yang baik!" kata Frodo sambil mengantuk. "Aku ingin tahu, di mana dia. Kalau saja dia ada di sini, dan bisa mendengar semua kisah ini. Dia pasti akan tertawa. Sapi meloncat di atas Bulan! Dan troll tua malang!" Lalu Frodo tertidur lelap.
Frodo sekarang aman di dalam Rumah Nyaman yang Terakhir di sebelah timur Laut. Rumah itu, seperti diberitakan Bilbo dulu, "sebuah rumah sempurna, entah kau senang makan atau tidur, bercerita atau bernyanyi, atau hanya duduk dan berpikir, atau gabungan menyenangkan dari itu semua." Berada di sana saja sudah merupakan obat untuk keletihan, ketakutan, dan kesedihan.
Sementara hari semakin malam, Frodo bangun lagi, dan ia sadar ia sudah tidak butuh istirahat atau tidur; ia ingin makan-minum, dan mungkin bernyanyi dan bercerita setelahnya. Ia turun dari tempat tidur dan menyadari lengannya sudah hampir bisa digunakan lagi seperti semula. Ia menemukan pakaian bersih dari kain hijau sudah disiapkan, pas sekali untuknya. Sambil becermin, ia kaget melihat bayangan dirinya yang jauh lebih kurus daripada yang diingatnya: tampaknya sangat mirip dengan keponakan muda Bilbo yang biasa pergi berjalan-jalan dengan pamannya di Shire; tapi matanya memandang dengan merenung.
"Ya, kau sudah melihat berbagai hal sejak terakhir kali kau becermin," katanya pada bayangannya. "Tapi sekarang mari kita pergi ke pertemuan gembira!" ia mengulurkan tangannya dan menyiulkan sebuah lagu.
Saat itu ada ketukan di pintu, dan Sam masuk. Ia berlari menghampiri Frodo dan memegang tangan kirinya, canggung dan malu-malu. Ia membelainya dengan lembut, lalu wajahnya memerah, dan dengan cepat ia membuang muka.
"Halo, Sam!" kata Frodo.
"Panas sekali!" kata Sam. "Maksudku tanganmu, Mr. Frodo. Selama ini selalu terasa dingin selama malam-malam panjang. Tapi... selamat dan ceria!" serunya, membalik lagi dengan mata bersinar dan menarinari. "Bahagia sekali melihatmu sudah bangun dan sudah sehat lagi, Sir! Gandalf memintaku ke sini, untuk melihat apakah kau sudah siap turun, dan aku mengira dia berkelakar."
"Aku sudah siap," kata Frodo. "Ayo kita pergi dan mencari yang lainnya!"
"Aku bisa mengantarmu pada mereka, Sir," kata Sam. "Rumah ini besar sekali, dan aneh. Selalu ada hal baru yang bisa ditemukan, dan kita tidak tahu apa yang bakal kita temukan di balik tikungan. Dan para Peri, Sir!' Peri di sini, Peri di sana! Beberapa seperti raja, hebat dan luar biasa; beberapa sangat ceria seperti anak kecil. Dan musik serta nyanyiannya-meski aku tak punya banyak waktu atau semangat untuk mendengarkan sejak kita sampai di sini. Tapi aku sudah mulai tahu adat kebiasaan di tempat ini."
"Aku tahu apa yang sudah kaulakukan, Sam," kata Frodo sambil memegang tangan Sam. "Tapi malam ini kau akan gembira, dan mendengarkan sepuas-puasnya. Ayo, tuntun aku lewat tikungan-tikungan!"
Sam menuntunnya melewati beberapa selasar, menuruni banyak tangga, dan keluar ke sebuah halaman tinggi di atas tebing curam su-ngai. Ia menemukan teman-temannya duduk di teras, di samping rumah yang menghadap ke timur. Keremangan sudah menggantung di atas lembah di bawah, tapi masih ada cahaya di wajah pegunungan Jauh di atas. Cuaca hangat. Bunyi air mengalir dan jatuh terdengar sangat keras, dan udara senja dipenuhi wangi lembut pepohonan dan bunga-bunga, seolah musim panas masih bertahan di kebun Elrond.
"Hura!" seru Pippin sambil bangkit berdiri. "Ini dia sepupu kita yang mulia! Beri jalan untuk Frodo, si Penguasa Cincin!"
"Husy!" kata Gandalf dari kegelapan di bagian belakang teras. "Hal-hal jahat tidak masuk ke lembah ini, tapi sebaiknya kita jangan menyebut-nyebut mereka. Penguasa Cincin bukan Frodo, melainkan
Master dari Menara Kegelapan di Mordor, yang kekuatannya sekali lagi menggapai seluruh dunia! Saat ini kita tengah duduk di dalam benteng. Di luar sudah mulai gelap."
"Gandalf sudah banyak mengatakan hal-hal menggembirakan se_ macam itu," kata Pippin. "Dia pikir aku perlu ditertibkan. Tapi tampaknya tak mungkin merasa muram di tempat ini. Rasanya aku ingin bernyanyi, kalau saja aku tahu lagu yang tepat untuk kesempatan ini."
"Aku sendiri juga merasa ingin nyanyi," tawa Frodo. "Meski saat ini aku lebih ingin makan dan minum!"
"Itu bisa segera dipenuhi," kata Pippin. "Seperti biasa, kau sudah menunjukkan kelihaianmu, bangun tepat saat makanan dihidangkan."
"Lebih dari sekadar makanan! Ini pesta!" kata Merry. "Begitu Gandalf melaporkan bahwa kau sudah sembuh, persiapan segera dimulai." Baru saja ia selesai berbicara, mereka dipanggil ke aula oleh bunyi denting banyak lonceng.
Aula rumah Elrond penuh dengan banyak orang: kebanyakan kaum Peri, meski ada beberapa tamu dari jenis lain. Elrond, seperti biasa, duduk di kursi besar, di ujung meja panjang di panggung; di kiri-kanannya duduk Glorfindel dan Gandalf.
Frodo memandang mereka dengan kagum, karena ia belum pernah melihat Elrond, yang banyak dibicarakan dalam dongeng-dongeng; ketika mereka duduk di kanan-kirinya, Glorfindel, dan bahkan Gandalf, yang ia sangka sudah dikenalnya benar, baru tampak sebagai sosok-sosok berwibawa dan berkuasa.
Glorfindel tinggi dan tegap; rambutnya bercahaya keemasan, wajahnya indah dan muda, serta berani dan penuh kegembiraan; matanya tajam bersinar, dan suaranya bagai musik; di dahinya ada kebijakan, dan di tangannya ada kekuatan.
Wajah Elrond seolah tanpa usia, tidak muda maupun tua, meski di dalamnya terpancar ingatan kepada banyak hal, yang gembira maupun sedih. Rambutnya gelap seperti bayang-bayang senja, dan di kepalanya ada mahkota perak; matanya kelabu seperti senja yang bening, menyorotkan cahaya seperti cahaya bintang. Ia tampak patut dimuliakan sebagai raja yang sudah melewati banyak musim dingin, namun masih begitu kuat sebagai pejuang ulung dalam kekuatan sempurna- ia adalah Penguasa Rivendell, dan sangat hebat di antara kaum Peri maupun Manusia.
Di tengah meja, bersandar pada kain-kain tenunan di dinding, ada sebuah kursi di bawah kanopi, dan di sana duduk seorang wanita cantik; ia sangat mirip Elrond dalam bentuk wanita, sampai-sampai Frodo menduga ia salah seorang saudara dekatnya. Ia muda, tapi juga tidak muda. Kepang-kepang rambutnya berwarna gelap, tak tersentuh warna putih sedikit pun, lengannya putih, dan wajahnya bening mulus tanpa cacat, matanya menyimpan binar-binar cahaya bintang yang cerah, kelabu seperti malam tak berawan; ia seperti seorang ratu, tatapan matanya menyorotkan pengetahuan dan pemikiran, seolah ia tahu banyak hal yang sudah terjadi. Kepalanya tertutup topi renda perak bertabur batu-batu permata kecil, putih berkilauan; tapi pakaiannya yang lembut kelabu tidak ada hiasannya, kecuali sabuk dedaunan yang ditempa dari perak.
Begitulah, Frodo melihat sosok jelita yang belum banyak dilihat makhluk hidup lainnya; dialah Arwen, putri Elrond, yang konon begitu mirip dengan Luthien; dan ia dipanggil Undomiel, karena ia adalah Evenstar di antara bangsanya. Lama sekali ia tinggal di negeri sanak ibunya, di Lorien di balik pegunungan, dan baru saja kembali ke Rivendell, ke rumah ayahnya. Tetapi saudara-saudaranya, Elladan dan Elrohir, sedang keluar bertugas: karena mereka sering naik kuda sampai jauh bersama para Penjaga Hutan Utara, tak pernah melupakan penderitaan ibu mereka di kandang para Orc.
Belum pernah Frodo melihat ataupun membayangkan dalam benaknya kecantikan sedemikian besar pada makhluk hidup; ia kaget dan malu, menyadari bahwa ia duduk di meja Elrond, di antara semua orang yang tinggi dan tampan itu. Meski mendapat kursi yang pas, dan duduk di atas beberapa bantal, ia masih merasa sangat kecil dan agak tidak serasi di lingkungan itu; tapi perasaan itu cepat berlalu. Pesta itu riang sekali, dan makanan yang tersedia cukup untuk memuaskan rasa laparnya. Baru beberapa saat kemudian ia mulai melihat sekeliling, atau berbicara pada orang-orang di sebelahnya.
Pertama-tama ia mencari kawan-kawannya. Sam sudah memohon agar diizinkan melayani majikannya, tapi ia diberitahu bahwa kali ini ia menjadi tamu kehormatan. Frodo bisa melihatnya sekarang, duduk bersama Pippin dan Merry di ujung salah satu meja dekat panggung. Ia tidak melihat Strider.
Di sebelah Frodo, di samping kanannya, duduk seorang kerdil yang tampak penting, berpakaian mewah. Jenggotnya sangat panjang dan bercabang-cabang, berwarna putih, hampir sama putihnya dengan Pakaiannya yang seputih salju. Ia memakai ikat pinggang perak, dan di sekeliling lehernya tergantung rantai perak dan berlian. Frodo berhenti makan untuk memandangnya.
"Selamat datang, dan selamat berjumpa!" kata orang kerdil itu, berbicara pada Frodo. Lalu ia bangkit berdiri dan membungkuk. "Gloin siap melayani Anda," katanya, dan ia membungkuk semakin dalam.
"Frodo Baggins, siap melayani Anda dan keluarga Anda," kata Frodo dengan sopan, bangkit dengan kaget dan memberantakkan bantal-bantalnya. "Benarkah kau Gloin, salah satu dari dua belas pendamping Thorin Oakenshield yang agung?"
"Betul sekali," jawab orang kerdil itu, mengumpulkan bantal-bantal, dan dengan sopan membantu Frodo duduk kembali. "Dan aku tidak bertanya, karena aku sudah diberitahu bahwa kau adalah sanak dan ahli waris yang diadopsi oleh kawan kami Bilbo yang termasyhur. Izinkan aku memberi selamat atas kesembuhanmu."
"Terima kasih banyak," kata Frodo.
"Kau mengalami petualangan-petualangan yang sangat aneh, kudengar," kata Gloin. "Aku sangat ingin tahu, apa yang membuat empat hobbit melakukan perjalanan sejauh ini. Belum ada kejadian seperti ini sejak Bilbo ikut kami. Tapi mungkin aku tidak pantas bertanya-tanya terlalu banyak, karena kelihatannya Elrond dan Gandalf tak ingin membicarakan ini."
"Mungkin kami tidak akan membahas ini, setidaknya belum sekarang," kata Frodo sopan. Ia menduga bahwa, bahkan di rumah Elrond, masalah Cincin ini bukanlah pokok pembicaraan yang santai; lagi pula, ia ingin melupakan kesulitan-kesulitannya untuk sementara waktu. "Tapi aku juga sama ingin tahunya, mengapa seorang Kurcaci sepenting dirimu sampai datang jauh-jauh dari Gunung Sunyi."
Gloin memandangnya. "Kalau kau belum dengar, kukira kita juga tak perlu membahas itu. Tak lama lagi Master Elrond akan memanggil kita semua, lalu kita akan mendengar banyak hal. Tapi banyak hal lain yang bisa diceritakan."
Sepanjang menyantap hidangan, mereka bercakap-cakap, tapi Frodo lebih banyak mendengarkan daripada berbicara; karena berita dari Shire, selain tentang Cincin, tampak kecil dan sangat jauh, dan tidak periling, sementara Gloin punya banyak cerita tentang kejadian-kejadian dan wilayah utara Belantara. Frodo diberitahu bahwa sekarang Grimbeorn the Old, putra Beorn, menjadi penguasa dari sejumlah manusia kekar, dan tidak ada Orc maupun serigala yang berani pergi ke negeri mereka, yang terletak di antara Pegunungan dan Mirkwood.
"Bahkan," kata Gloin, "kalau bukan karena bangsa Beorning, jalan dari Dale ke Rivendell sudah lama tak mungkin dilewati. Mereka gagah berani, dan menjaga agar High Pass dan Ford di Carrock tetap terbuka. Tapi cukai mereka tinggi," tambahnya sambil menggelengkan kepala; "dan seperti Beorn, sejak dulu mereka tidak begitu menyukai orang kerdil. Bagaimanapun, mereka bisa dipercaya, dan All cukup bagus untuk saat ini. Di mana pun tidak ada orang-orang yang seramah Manusia dari Dale. Bangsa Barding baik sekali. Mereka diperintah oleh cucu Bard si Pemanah, Brand putra Bain putra Bard. Dia raja yang kuat, dan negerinya sekarang mencapai jauh ke selatan dan timur Esgaroth."
"Bagaimana tentang bangsamu sendiri?" tanya Frodo.
"Banyak yang bisa diceritakan, baik dan buruk," kata Gloin, "tapi kebanyakan bagus: sejauh ini kami beruntung, meski kami tak bisa melarikan diri dari kegelapan masa kini. Kalau kau benar-benar ingin mendengar tentang kami, aku akan menceritakannya dengan senang hati. Tapi hentikanlah aku-kalau kau lelah! Lidah para Kurcaci suka mengoceh terus kalau membahas kegiatan mereka sendiri, kata orang."
Dan dengan itu Gloin memulai cerita panjang-lebar tentang kegiatan di kerajaan Kurcaci. Ia senang menemukan pendengar yang begitu sopan; karena Frodo tidak menunjukkan tanda-tanda kejemuan dan tidak berusaha mengalihkan pokok pembicaraan, meski sebenarnya ia bingung mendengar nama-nama aneh orang-orang dan tempat yang belum pernah ia dengar. Meski begitu, ia sangat tertarik mendengar bahwa Dain masih menjadi Raja di Bawah Gunung, dan sekarang sudah tua (sudah lewat dua ratus lima puluh tahun), sangat mulia dan luar biasa kaya. Dari kesepuluh pendamping yang selamat dalam Pertempuran Lima Pasukan, tujuh orang masih bersamanya: Dwalin, Gloin, Dori, Nori, Bifur, Bofur, dan Bombur. Bombur sekarang gemuk sekali, sampai tak bisa berjalan dari sofa ke kursi di depan meja, dan butuh enam Kurcaci muda untuk mengangkatnya.
"Dan apa yang terjadi dengan Balm, Ori, dan Oin?" tanya Frodo.
Wajah Gloin tampak muram. "Kami tidak tahu," jawabnya. "Sebagian besar karena Balin-lah aku datang untuk meminta nasihat mereka Yang tinggal di Rivendell. Tapi malam ini mari kita bicarakan hal-hal Yang lebih menggembirakan!"
Gloin kemudian mulai membahas pekerjaan rakyatnya, menceritakan Pada Frodo tentang pekerjaan besar mereka di Lembah dan di bawah Gunung. "Kami sudah berhasil baik," katanya. "Tapi dalam karya logam, kami belum bisa menyaingi ayah-ayah kami, yang rahasia-rahasianya sudah banyak hilang. Kami membuat baju baja bagus dan pedang-pedang tajam, tapi lempeng-lempeng baja dan mata pisau yang kami buat mutunya tidak lagi sebagus yang dulu dibuat sebelum kedatangan naga. Hanya dalam pertambangan dan pembangunan kami melampaui keberhasilan zaman dulu. Kau perlu melihat saluran-saluran air di Lembah, Frodo, juga air mancur, dan kolam-kolam! Kau harus melihat jalan berlapis batu berwarna-warni! Lorong-lorong serta jalan-jalan besar di bawah tanah, dengan lengkungan yang dipahat seperti pohon, dan teras-teras serta menara di lereng Gunung! Maka kau akan melihat bahwa kami tidak berdiam diri."
"Aku akan datang, kalau bisa," kata Frodo. "Bilbo pasti akan kaget melihat semua perubahan di Padang Gersang Smaug!"
Gloin memandang Frodo dan tersenyum. "Kau sangat sayang pada Bilbo, bukan?" tanyanya.
"Ya," jawab Frodo. "Aku lebih senang melihat dia daripada semua menara dan istana di dunia."
Akhirnya pesta itu selesai sudah. Elrond dan Arwen bangkit dan berjalan melewati aula, diikuti berurutan oleh seluruh rombongan. Pintu-pintu dibuka, mereka melewati selasar lebar serta pintu-pintu lain, dan masuk ke aula lain. Di dalamnya tidak ada meja-meja, tapi api menyala terang di sebuah perapian besar, di tengah-tengah tiang-tiang berukiran pada kedua sisinya.
Frodo berjalan bersama Gandalf. "Ini Aula Api," kata penyihir itu. "Di sini kau akan mendengar banyak nyanyian dan kisah kalau kau bisa tetap terjaga. Tapi, kecuali pada hari-hari raya, biasanya aula ini kosong dan sepi; orang-orang yang mengharapkan kedamaian dan ingin merenung datang ke sini. Di sini selalu ada api menyala, tapi hanya sedikit cahaya lain."
Saat Elrond masuk dan berjalan menuju kursi yang disiapkan untuknya, para Peri pemusik mulai memperdengarkan musik mereka yang indah. Lambat laun aula itu terisi penuh, dan Frodo dengan gembira memandang wajah-wajah yang berkumpul di sana; nyala api keemasan menyinari mereka dan berkilauan di rambut mereka. Mendadak, tidak jauh dari ujung api sebelah sana, ia melihat sebuah sosok kecil gelap duduk di bangku, dengan punggung bersandar pada sebuah tiang. Di sebelahnya, di lantai, ada cangkir minuman dan sedikit roti. Frodo bertanya-tanya apakah orang itu sakit (kalau ada yang bisa sakit di Rivendell), dan tidak bisa menghadiri pesta tadi. Kepala orang itu tampak terkulai pada dadanya karena tertidur, do ujung jubahnya yang gelap menutupi wajahnya.
Elrond maju ke depan dan berdiri di samping sosok diam itu. "Bangun, Tuan kecil!" katanya dengan tersenyum. Lalu, sambil menoleh ke Frodo, ia memanggil. "Sekarang sudah tiba saat yang kaudambakan, Frodo," katanya. "Inilah sahabat yang sudah lama kaurindukan."
Sosok gelap itu mengangkat kepala dan memperlihatkan wajahnya. "Bilbo!" seru Frodo, mengenalinya tiba-tiba, dan ia melompat maju.
"Halo, Frodo, anakku!" kata Bilbo. "Jadi, akhirnya kau sampai juga di sini. Sudah kuharapkan kau akan berhasil. Wah, wah! Jadi, pesta pora ini untuk menghormatimu, begitulah yang kudengar. Kuharap kau menikmatinya?"
"Kenapa kau tidak hadir?" teriak Frodo. "Dan mengapa aku tidak diizinkan bertemu denganmu sebelum ini?"
"Karena kau tidur. Aku sudah banyak melihatmu. Aku duduk di sampingmu bersama Sam setiap hari. Tapi tentang pesta, aku sudah tidak begitu senang pada keramaian seperti itu. Dan aku harus menyelesaikan pekerjaan lain."
"Apa yang sedang kaulakukan?"
"Yah, duduk dan berpikir. Aku banyak melakukan dua hal itu sekarang ini, dan inilah tempat terbaik bagiku untuk melakukannya. Bangun, yang benar saja!" kata Bilbo sambil melirik Elrond. Ada kilatan cerah di matanya, dan sama sekali tidak ada tanda-tanda mengantuk di sana. "Bangun! Aku tidak tidur, Master Elrond. Kalau mau tahu, kalian semua terlalu cepat datang dari pesta, dan kalian mengganggu aku-saat aku tengah menciptakan sebuah lagu. Aku sedang buntu menyusun sebaris-dua baris dan sedang merenungkannya, tapi sekarang rasanya aku takkan pernah menemukan kalimat yang tepat. Sebentar lagi akan ada begitu banyak nyanyian, dan gagasan yang ada di kepalaku akan tersapu bersih. Aku terpaksa minta bantuan sahabatku Dunadan. Di mana dia?"
Elrond tertawa. "Dia akan ditemukan," katanya. "Lalu kalian berdua akan pergi ke pojok dan menyelesaikan tugas kalian, kami akan mendengarkannya dan menilainya, sebelum kami mengakhiri pesta pora ini." Pelayan-pelayan disuruh mencari sahabat Bilbo, meski tak ada yang tahu di mana ia berada, atau mengapa ia tidak hadir di pesta itu.
Sementara itu, Frodo dan Bilbo duduk berdampingan. Sam datang dengan cepat, dan menempatkan dirinya di dekat mereka. Mereka berbicara dengan suara perlahan, tidak memedulikan keceriaan dan musik di sekitar mereka. Bilbo tidak banyak bercerita tentang dirinya sendiri. Ketika meninggalkan Hobbiton, ia berkelana tanpa tujuan, sepanjang Jalan atau di pedalaman di salah satu sisinya; tapi, entah bagaimana, sepanjang waktu itu pengembaraannya selalu mengarah ke Rivendell.
"Aku sampai di sini tanpa banyak petualangan," katanya, "dan setelah istirahat, aku pergi bersama para Kurcaci ke Lembah: perjalananku yang terakhir. Aku tidak akan melancong lagi. Balin Tua sudah pergi. Lalu aku kembali ke sini, dan di sinilah aku berada. Aku melakukan ini dan itu. Aku meneruskan menulis bukuku. Dan, tent, raja, aku menciptakan beberapa lagu. Mereka sesekali menyanyikannya: hanya untuk menyenangkan hatiku, kukira; karena, tentu saja, lagu-lagu itu kurang bagus untuk Rivendell. Aku mendengarkan dan berpikir. Di sini waktu seakan-akan tidak berlalu: waktu selalu ada. Sebuah tempat yang luar biasa. Aku mendengar segala macam berita, dari seberang Pegunungan, dan dari Selatan, tapi hampir tidak ada dari Shire. Tentu aku mendengar tentang Cincin. Gandalf sudah sering kemari. Tapi dia tidak banyak bercerita padaku; dia malah semakin tertutup beberapa tahun terakhir ini. Malah Dunadan lebih banyak bercerita. Bayangkan, Cincin-ku itu menimbulkan begitu banyak masalah! Sayang Gandalf tidak mengetahuinya lebih awal. Seharusnya aku bisa membawa sendiri benda itu ke sini, tanpa banyak kesulitan. Sering aku berpikir untuk kembali ke Hobbiton, mengambilnya: tapi aku sudah mulai tua, dan mereka tidak mengizinkan aku: maksudku, Gandalf dan Elrond. Mereka rupanya berpikir Musuh sedang mencariku di mana-mana, dan akan mencincangku habis-habisan, kalau mereka menangkapku terhuyung-huyung berkeliaran di Belantara.
"Dan Gandalf mengatakan, 'Cincin sudah beralih tangan, Bilbo. Tidak akan membawa kebaikan bagimu atau yang lain, kalau kau berusaha mencampuri urusan itu lagi.' Komentar yang aneh, seperti biasanya Gandalf. Tapi dia bilang sedang mengawasimu, jadi kubiarkan saja. Aku sangat gembira melihatmu selamat dan what." ia berhenti dan menatap Frodo dengan ragu.
"Apakah kau membawanya?" tanya Bilbo sambil berbisik. "Mau tak mau aku ingin tahu, setelah semua yang kudengar. Aku sangat ingin melihatnya, sebentar saja."
"Ya, aku membawanya," jawab Frodo, sambil merasakan keengganan yang talc bisa_- dijelaskan. "Benda itu masih kelihatan sama seperti dulu."
"Yah, aku ingin melihatnya sebentar saja," kata Bilbo.
Tadi, ketika sedang berpakaian, Frodo menemukan bahwa sementara ia tidur, Cincin itu digantungkan di lehernya dengan rantai baru, ringan tapi kuat. Perlahan-lahan ia mengeluarkannya. Bilbo mengulurkan tangan, tapi Frodo dengan cepat menarik kembali Cincin itu. Dengan kaget dan sedih ia melihat bahwa ia tidak lagi memandang Bilbo; sebuah bayangan seolah jatuh di antara mereka, dan dari baliknya ia menyadari bahwa ia sedang menatap sebuah sosok keriput dengan wajah lapar dan tangan kurus menggapai. Frodo merasakan keinginan kuat untuk memukulnya.
Musik dan nyanyian di sekitar mereka seolah terputus-putus dan tiba-tiba sunyi. Bilbo melihat sejenak wajah Frodo, lalu menyeka matanya dengan tangan. "Aku mengerti sekarang," katanya. "Simpanlah! Aku menyesal: menyesal kau jadi menanggung beban ini: menyesal tentang segalanya. Apakah petualangan tak pernah berakhir? Kukira tidak. Selalu mesti ada orang lain yang melanjutkan kisahnya. Yah, apa boleh buat. Aku bertanya-tanya, apakah ada manfaatnya menyelesaikan bukuku? Tapi jangan kita cemaskan sekarang ayo kita dengarkan berita yang sebenarnya! Ceritakan semua tentang Shire!"
Frodo menyembunyikan Cincin-nya, dan bayangan itu lenyap tanpa meninggalkan sedikit pun bekas dalam ingatan. Cahaya dan musik Rivendell kembali mengelilingi dirinya. Bilbo tersenyum dan tertawa bahagia. Setiap kabar tentang Shire yang bisa diceritakan Frodo-dibantu dan dibetulkan sewaktu-waktu oleh Sam-sangat menarik perhatiannya, mulai dari penebangan pohon kecil, sampai ulah nakal anak terkecil di Hobbiton. Mereka begitu asyik membahas peristiwa-peristiwa di Keempat Wilayah, sampai tidak memperhatikan kedatangan seorang prig berpakaian hijau tua. Selama beberapa menit ia berdiri menatap mereka sambil tersenyum.
Mendadak Bilbo menengadah. "Ah, akhirnya kau datang juga, Dunadan!" serunya.
"Strider!" kata Frodo. "Kelihatannya kau mempunyai banyak nama."
"Ya, Strider salah satu yang belum kudengar," kata Bilbo. "Kenapa kau memanggilnya begitu?"
"Mereka di Bree memanggilku dengan nama itu," kata Strider tertawa, "dan dengan nama itulah aku diperkenalkan padanya."
"Dan mengapa kau memanggilnya Dunadan?" tanya Frodo.
"Sang Dunadan," kata Bilbo. "Dia sering dipanggil demikian di sini. Tapi kukira kau cukup kenal bahasa Peri untuk setidaknya tahu arti dun-adan: Manusia dari Barat, Numenorean. Tapi sekarang bukan waktu untuk pelajaran!" Bilbo berbicara pada Strider. "Ke mana saja kau; sahabatku? Mengapa kau tidak hadir pada jamuan makan? Lady Arwen hadir di sana."
Strider memandang Bilbo dengan muram. "Aku tahu," katanya. Tapi sering aku harus mengesampingkan kegembiraan. Tak disangka-sangka, Elladan dan Elrohir sudah kembali dari Belantara, dan mereka membawa berita yang ingin segera kudengar."
"Nah, sahabatku yang baik," kata Bilbo, "kini kau sudah dengar beritanya, tidakkah kau bisa meluangkan waktu sejenak untukku? Aku butuh bantuanmu untuk sesuatu yang gawat. Elrond bilang laguku harus diselesaikan sebelum akhir senja ini, dan aku menemui kebuntuan. Ayo kita ke pojok dan menyelesaikannya!"
Strider tersenyum. "Ayolah!" katanya. "Perdengarkan padaku!" Frodo ditinggal sendirian untuk sementara, karena Sam tertidur. Frodo merasa sendirian dan agak sedih, meski di sekelilingnya semua penduduk Rivendell berkumpul. Tapi yang ada di dekatnya diam, memperhatikan dengan saksama bunyi suara dan alat musik, dan mereka tidak memedulikan semua yang lain. Frodo mulai mendengarkan.
Pada mulanya, keindahan nada dan jalinan kata-kata dalam bahasa Peri itu memukaunya, meski ia hanya sedikit memahami. Kata-kata yang dinyanyikan itu seolah langsung mengambil bentuk, dan pemandangan negeri-negeri jauh dan hal-hal cerah yang belum pernah dibayangkannya terurai di depannya; aula yang disinari nyala api itu menjadi seperti kabut keemasan yang melayang di atas lautan buih yang mendesah di batas-batas dunia. Lain pesonanya makin seperti impian, hingga Frodo merasa seolah ada sungai tak berujung, penuh emas dan perak melimpah ruah, mengaliri dirinya, terlalu beragam polanya untuk bisa dipahami; ia menjadi bagian dari udara yang berdenyut di sekelilingnya, menenggelamkan dan membenamkannya. Dengan cepat Frodo terbenam di bawah bobotnya yang berkilauan, masuk ke dalam tidur lelap.
Di sana ia berkeliaran lama sekali dalam impian musik yang berubah menjadi air mengalir, lalu mendadak menjadi suatu suara. Rupanya suara Bilbo yang sedang menyanyikan sajak-sajak. Mula-mula perlahan, akhirnya semakin jelas kata-katanya.
Earendil seorang pelaut
yang berlama-lama di Arvernien;
Membangun kapal dari batang kayu,
'tuk melancong di Nimbrethil;
layarnya dianyam dari perak indah,
pun lenteranya dibuat dariperak,
haluannya berbentuk angsa,
dengan umbul-umbul berkibar ringan.
Dengan pakaian besi raja-raja kuno,
dan rantai cincin ia mempersenjatai diri;
perisainya yang kemilau penuh torehan lambang
'tuk menangkis semua luka dan kejahatan;
busurnya terbuat dari tanduk naga,
panahnya dari kayu eboni
rompi tempurnya dari perak
sarung pedangnya dari batu manikam;
pedang bajanya gagah,
topi bajanya tinggi kokoh,
bulu garuda pada puncaknya,
batu zamrud pada dadanya.
Di bawah Bulan dan bintang
ia melancong jauh dari pantai-pantai utara,
tertegun pada jalan-jalan yang memukau
melewati masa negeri manusia,
dari kertakan Es Sempit
di mana kegelapan hinggap pada bukit-bukit membeku,
dari bawah panas dan puing terbakar
ia kembali dengan tergesa, dan masih mengembara
di lautan jauh dari berbintang
akhirnya tiba di Malam Ketiadan,
dan melewati tanpa pernah melihat
pantai kemilau maupun cahaya yang dicarinya.
Angin kemurkaan datang mendorongnya,
dengan membta ia berpacu
dari barat ke timur, tanpa tujuan,
tanpa banyak cakap ia bergegas pulang.
Di sana Elwing berbang menemuinya,
dan cahaya api menyala dalam kegelapan;
lebih cerah daripada cahaya berlian
api diikat kepalanya
Batu Silmaril dipasangnya pada Earendil
dan memahkotainya dengan cahaya hidup
lalu dengan berani dan semangat membara
ia memutar haluan; dan di malam hari
dari Dunia Lain di seberang Laut
badai kuat dan bebas kerkecamuk,
angin kekuatan di Tarmenel;
pada jalan yang jarang dilalui manusia
kapalnya tabah menjalani
seperti kekuatan maut di atas samudra kelabu
dan sengsara yang sudah lama tak dijelajahi:
dari timur ke barat ia pergi
Melalui Malam Abadi kembalilah ia
melintasi ombak hitam dan meraung yang melompat
melewati wilayah gelap dan pantai-pantai terbenam
yang sudah tenggelam sebelum Waktu berawal,
sampai ia mendengar pada untaian mutiara
di ujung dunia nada-nada panjang,
di mana ombak-ombak berbuih mengalun
mengaliri emas kuning dan permata memudar.
Ia melihat Gunung menjulang sepi
di mana senja menggantung di atas lutut
Valinor, Eldamar
terlihat dari jauh di seberang samudra.
Pengembara yang lolos dari malam hari
ke pelabuhan putih akhirnya ia datang,
ke rumah Peri nan hijau indah
di mana udara jernih, pucat bagai kaca
di bawah Bukit Ilmarin
kemilau di lembah dalam
menara bercahaya dari Tirion
tercermin di Telaga Bayangan.
Di sana ia tinggal lama,
dan meraka mengajarinya nada-nada,
kaum bijak tua menuturkan dongeng ajaib,
dan harpa emas di bawah kepadanya.
Mereka memakaikan busana Peri putih kepadanya,
dan tujuh cahaya dikirimkan di depannya,
saat ia pergi lewat Calacirian
ke negeri tersembunyi dengan hati sedih.
Tibalah ia di ruang-ruang abadi
di mana tahun-tahun tak terhingga bercahaya,
dan Raja Bijak memerintah abadi
di atas Gunung terjal Ilmarin;
dan kata-kata tak dikenal diucapkan kala itu
tentang bangsa Manusia dan sanak Peri,
di sebrang dunia, di mana pemandangan nyata
terlarang bagi mereka yang tinggal di sana
Sebuah kapal baru mereka bangun untuknya
dari mithril dan kaca Peri
dengan haluan bercahaya, tanpa dayung terpotong
atau layar pada tiang perak:
Silmaril bercahaya bagai lentera
dan bendera terang dengan nyala hidup
yang berkilauan di atasnya
dipasang sendiri oleh Elbereth
yang datang ke sana
dan membuat sayap-sayap keabadian untuknya,
memberkatinya dengan kehidupan kekal,
untuk berlayar di langit tak berpantai
menyusul Matahari dan sinar Bulan
Dari bukit-bukit tinggi Evereven
di mana air mancur memercik lembut
sayapnya membawanya, seberkas cahay berkelana,
di luar Tembok Gunung yang perkasa.
Dari Ujung Dunia ia kembali,
mendamba 'tuk menemukan
rumahnya nan jauh di seberang kegelapan,
yang menyala seperti pulau bintang
tinggi di atas kabut ia datang,
bak nyala api jauh di depan Matahari,
mukjizat sebelum fajar datang
di mana air kelabu sungai Norland mengalir.
Dan di atas Dunia Tengah ia berjalan
hingga akhirnya mendengar tangisan sedih
para wanita dan gadis-gadis Peri
di Zaman Peri, lama berselang.
Tapi takdir berat terbeban di pundaknya,
sampai Bulan pudar dan bintang-bintang
berlalu dan tak pernah lagi tinggal
di Pantai jauh tempat manusia berada;
Selamanya menjadi pengembara
dalam tugas yang tak pernah selesai
'tuk membawa lampunya yang besinar
sang Flammifer dari Westernesse.
Nyanyian itu berakhir. Frodo membuka matanya dan melihat bahwa Bilbo duduk di bangkunya, dikelilingi sekelompok pendengar yang tersenyum dan bertepuk tangan.
"Sekarang kita perlu mendengarnya lagi," kata seorang Peri.
Bilbo bangkit dan membungkuk. "Aku tersanjung, Lindir," katanya. "Tapi akan terlalu meletihkan kalau hams mengulanginya semua."
"Tidak meletihkan untukmu," para Peri menjawab sambil tertawa. "Kau tahu kau tidak pernah jemu menyanyikan sajak-sajakmu sendiri. Tapi kami benar-benar tak bisa menjawab pertanyaanmu kalau hanya satu kali mendengar!"
"Apa!" teriak Bilbo. "Kau tidak bisa membedakan mana bagianku dan mana bagian Dunadan?"
"Tidak mudah bagi kami untuk mengetahui perbedaan antara dua manusia," kata Peri itu.
"Omong kosong, Lindir," dengus Bilbo. "Kalau kau tidak bisa membedakan antara seorang Manusia dengan seorang Hobbit, maka penilaianmu lebih jelek daripada yang kubayangkan. Mereka berbeda sekali, seperti kacang polong dengan apel."
"Mungkin. Bagi seekor domba, domba lain pasti kelihatan berbeda," tawa Lindir. "Atau bagi penggembalanya. Tapi Manusia tidak menjadi bahan pelajaran kami. Kami punya tugas lain."
"Aku tidak akan berdebat denganmu," kata Bilbo. "Aku sudah mengantuk setelah begitu banyak musik dan bernyanyi. Aku akan membiarkan kalian menebak, kalau kalian mau."
Bilbo bangkit dan berjalan ke arah Frodo. "Nah, selesai sudah,'° katanya dengan suara pelan. "Lebih baik daripada dugaanku. Tidak sering aku diminta menyitir untuk kedua kali. Bagaimana menurutmu?"
"Aku tidak akan berusaha menebak," kata Frodo sambil tersenyum.
"Tak perlu," kata Bilbo. "Sebenarnya semuanya hasil ciptaanku. Kecuali bahwa Aragorn bersikeras memasukkan batu hijau di dalam' nya. Dia tampaknya menganggap itu penting. Aku tidak tahu kenapa Selebihnya, dia menganggap seluruhnya agak di luar kemampuanku, dan dia mengatakan bahwa kalau aku berani membuat sajak tentang Earendil di rumah Elrond, maka itu urusanku. Kupikir dia benar.'
"Aku tidak tahu," kata Frodo. "Menurutku cukup pas, meski aku tak bisa menjelaskannya. Aku setengah tertidur ketika kau memulai, dan tampaknya nyanyianmu seperti kelanjutan dari sesuatu yang kumimpikan. Aku tidak tahu kaulah yang sedang, berbicara, sampai hampir di akhirnya."
"Sulit sekali untuk tetap terjaga di sini, sampai kau terbiasa," kata Bilbo. "Hobbit tidak akan pernah tergila-gila pada musik, puisi, dan dongeng, seperti kaum Peri. Bagi mereka, ketiga hat itu sudah seperti makanan, atau bahkan lebih. Mereka masih akan berlama-lama menyanyi. Bagaimana kalu kita menyelinap pergi untuk bercakap-cakap dengan lebih tenang?"
"Bisakah'?" tanya Frodo.
"Tentu saja. Ini pesta pora, bukan masalah tugas. Datang dan pergilah sesukamu, selama kau tidak berisik."
Mereka bangkit dan diam-diam menyelinap ke dalam kegelapan, menuju pintu. Mereka meninggalkan Sam, yang tertidur telap masih dengan senyuman pada wajahnya. Meski Frodo senang berkumpul bersama Bilbo, ia merasa agak menyesal ketika mereka keluar dari Aula Api. Sementara mereka melewati ambang pintu, sebuah suara tunggal jernih muncul dalam nyanyian.
A Elbereth Gilthoniel,
silivren penna miriel
o menel aglar elenath!
Na-chaered palan-diriel
o galadhremmin ennorath,
Fanuilos, le linnathon
nef aear, si nef aearon!
Frodo berhenti sejenak, menoleh ke belakang. Elrond duduk di kursinya, dan nyala api menyinari wajahnya, seperti cahaya musim Panas di atas pepohonan. Di dekatnya duduk Lady Arwen. Dengan heran Frodo melihat Aragorn berdiri di sebelahnya; jubahnya yang gelap tersingkap, dan ia tampak mengenakan baju be;si kaum Peri. sebuah bintang bersinar di dadanya. Mereka berbicara berdua, dan mendadak Frodo merasa Arwen menoleh ke arahnya, sinar matanya terarah pada sosoknya, dan menusuk hatinya.
Frodo berdiri terpukau, sementara suku-suku kata manis lagu bangsa Peri berjatuhan bagai permata jernih dari bauran kata dan irama. "Itu lagu memuja Elbereth," kata Bilbo. "Mereka akan menyanyikan itu, dan lagu-lagu lain dari Alam Berkah, sering sekali malam ini. Ayo!"
Bilbo menuntun Frodo ke kamarnya sendiri yang kecil Kamar itu membuka ke arah kebun, dan menghadap ke selatan, ke seberang rang Bruinen. Di sana mereka duduk sejenak, memandang ke luar jendela, ke bintang-bintang cerah di atas hutan-hutan yang meiijulang, dan berbicara perlahan. Mereka tidak lagi membicarakan kabar dari Shire yang jauh, tetapi tentang hal-hal indah yang mereka lihat bersama di dunia, tentang kaum Peri, tentang pepohonan, dan musim gugur yang lembut dalam tahun yang cerah di hutan.
Akhirnya terdengar ketukan di pintu. "Maaf," kata Sam, melongokkan kepalanya ke dalam, "tapi aku ingin tahu apakah Anda membutuhkan sesuatu."
"Maaf juga, Sam," jawab Bilbo. "Kukira maksudmu sudah waktunya majikanmu tidur."
"Well, Sir, kudengar besok pagi-pagi ada pertemuan Dewan, dan dia baru hari ini bangun untuk pertama kalinya."
"Betul sekali, Sam," tawa Bilbo. "Kau bisa pergi dan mengatakan pada Gandalf bahwa Frodo sudah pergi tidur. Selamat malam, Frodo! Senang sekali bertemu denganmu lagi! Bagaimanapun, paling enak berbicara dengan hobbit. Aku sudah mulai tua sekali, dan aku tidak yakin masih akan hidup untuk menyaksikan bagianmu dalam kisah kita. Selamat malam! Aku akan berjalan-jalan, dan memandang bintang-bintang Elbereth di kebun. Tidurlah dengan nyenyak!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar